Buku dengan (Hanya) Nama Saya di Sampulnya

Menerbitkan buku, di penerbit mayor, dengan nama saya sendiri pada sampulnya, itulah keinginan terbesar saya dalam bidang tulis-menulis. Saya sudah menyimpan banyak sekali tulisan dan ingin mengukirnya di atas lembaran-lembaran kertas yang bisa disimpan dalam waktu lama dan dibawa ke mana-mana oleh siapa pun, tanpa perlu online.

Kalau dalam bentuk buku, yang membacanya bisa ikut merenung bersama saya. Bisa ikut menelisik tulisan-tulisan saya perlahan-lahan, sesekali berhenti, memikirkannya, dan menghubungkan dengan kehidupannya sendiri – seperti cara saya ketika membaca buku dan menemukan hal-hal menarik. Dengan demikian, saya bisa menebar jauh lebih banyak lagi manfaat ke alam raya ini, melalui berbagai pengalaman dan pengamatan yang saya dapatkan. Anak-anak saya pun bisa mematri buku bertuliskan nama mamaknya dalam ingatan mereka sehingga mereka bisa termotivasi juga dalam menebar hal-hal baik.

Weh, seperti yakin ya kalau buku yang berisi tulisan-tulisan saya bakal menarik, ya? He he he.

Harapannya sih demikian, karena saya suka menuliskan hal-hal yang menurut saya menarik dan akan berusaha memilih tulisan-tulisan yang kira-kira juga menarik buat banyak orang, bukan hanya bagi saya. Misalnya nih, tulisan-tulisan yang ada di dalam kategori Yang Berbagi. Di situ saya menuliskan tentang orang-orang yang memiliki jiwa berbagi yang besar kepada sesama.

Sumber: ww.itimes.com
Lalu, mengapa saya memimpikan penerbit mayor? Karena kalau melalui penerbit mayor, saya tidak perlu membayar agar buku saya terbit. Malah saya yang dibayar ketika royaltinya sudah bisa keluar. Selain itu, proses menerbitkan di penerbit mayor itu punya tantangan tersendiri karena juga merupakan sebuah kompetisi. Kompetisi yang bergantung pada market para pembaca di Indonesia dalam taksiran (dan tafsiran) penerbit yang bersangkutan. Menurut satu penerbit, belum tentu sama menurut penerbit lain.

Kalau diterbitkan oleh penerbit mayor, buku saya bisa tersebar ke seluruh Indonesia. Dan saya bisa menjawab “ya” kalau ada karib/kerabat yang bertanya, “Ada di (toko buku) Gramedia dijual?” Soalnya kebanyakan karib/kerabat kalau ditawari buku bertanya dulu seperti itu. Malah pernah saya menawari buku duet saya kepada seorang kawan, sudah ada di tangan saya tapi dia mengatakan begini, “Nanti Saya cari di Gramedia deh, yang tersegel.” Dengan kata lain dia tak menginginkan tanda tangan saya, Saudara-Saudara hehehe, dia menginginkan belanja buku sambil rekreasi di toko buku .... itu maksud sebenarnya.

Menurut pengamatan saya (bisa saja benar, bisa saja salah), di daerah saya masih banyak yang sukanya membeli buku langsung ke toko buku – biasanya Gramedia. Pembelian secara online belum banyak digemari (bukan berarti tidak ada lho ya). Salah satu alasannya adalah, ongkos kirim buku dari pulau Jawa ke Makassar lumayan lho, untuk satu buku saja paling mudah itu belasan ribu rupiah. Kalau pakai pengiriman istimewa (yang belum tentu sampainya super kilat) ongkos kirimnya bisa dua puluh ribuan. Nah, ini juga yang memberatkan saya karena setiap saya memesan buku penerbit indie harus mempertimbangkan ongkos kirim. Kalau buku saya ada di toko buku, kalau saya tak punya stoknya, saya tinggal bilang, “Ada di toko buku.” Beres.

Sebenarnya saya sudah pernah mengirimkan naskah buku saya ke penerbit mayor, sebanyak dua kali. Yang pertama ditolak dengan sukses tanpa kabar-berita dan tanpa kesan, juga pesan. Kemudian saya mengirimkan naskah lagi, naskah yang berbeda ke penerbit yang berbeda. Sama juga, ditolak. Tapi kali ini dengan pesan yang saya suka sekali membacanya. Katanya naskah saya sebenarnya bagus hanya saja mereka tidak melihat peluangnya di pasaran karena buku sejenis yang mereka terbitkan kurang laris di pasaran. Walaupun ditolak, saya senang karena ada pemberitahuan baik-baik dari penerbit tersebut.

Sekarang, saya belum berputus asa. Saya pernah membaca sharing dari beberapa kawan penulis yang ditolak sana-sini (oleh penerbit-penerbit) namun kemudian menemukan jodohnya di penerbit yang ke sekian. Penerbit sekarang banyak sekali. Dalam perusahaan raksasa seperti Gramedia dan Mizan saja bernaung banyak penerbit kecil. Saya tinggal berikhtiar, mencari penerbit yang cocok – yang berjodoh dengan saya. Rencananya, naskah yang sudah ditolak itu akan saya perbaiki lagi, semoga semakin ciamik.

Eh, “tinggal” ya kata saya tadi? Hehehe ... iya benar ... “tinggal berikhtiar”, itu yang saya katakan. Sebab, saya masih yakin dengan pepatah ini: kalau jodoh takkan ke mana. Maka berikhtiarlah sebisanya untuk menemukannya.

Makassar, 4 Februari 2015







Share :

29 Komentar di "Buku dengan (Hanya) Nama Saya di Sampulnya"

  1. Wah judul artikelnya mirip dengan Ucapan Ivana Trump - Saya tidak pernah tinggal di sebuah hotel dimana tidak ada nama saya sebagai nama hotelnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wow ... andai saya juga bisa bilang begitu Pak Asep :D

      Delete
  2. pasti suatu saat terwujud tante! aamiin

    aku mau lirik GAnya aahhh :D

    ReplyDelete
  3. Semoga terwujud mimpinya ya Mak... Aku punya mimpi yg kurang lebih sama juga, sebenarnya. Inginnya nerbitin di penerbit mayor, emang. Tapi ikhtiarku untuk mimpi yg ini tampaknya belum sebesar seperti Mak Mugniar, hehe *self reflection. Sekarang mah nulis apa saja dulu di blog, heu...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin ... semoga kita bisa mewujudkannya ya Mak ... yuk sama2 berikhtiar :)

      Delete
  4. semoga terwujud mak aamiin, saya yakin mak Mugniar bisa, tinggal menunggu waktunya aja :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin ... aamiin ... makasih ya Mak Dame :')

      Delete
  5. Mungkin perlu riset dulu, Bun. Coba ditengok di rak gramedia yang bukunya masuk best seller jenis2 apa aja. Biasanya yang sejenis begitu mudah diterima. Kalu ditolak, bukan karena naskahnya jelek, tapi karena memang segmen pasarnya belum bisa mengembalikan modal. Semoga sukses ya. Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya benar Ila ..... itu salah satu hal yang harus saya lakukan yaa. Terima kasih :)

      Delete
  6. Aamiin, semoga terwujud. Salah satu keuntungan berbagi mimpi akan banyak orang yang mengaminkannya, tidak hanya kita sendiri.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin ... terharu, ternyata dengan memposting ini banyak yangmengaminkan . Makasih Ana :)

      Delete
  7. Amiiiinnn.. aku jg tiba2 pengen punya buku, baru akhir2 ini kepikiran.. insyaAllah sebelum 2018 :D

    ReplyDelete
  8. semog terwujud ya mbak,iya,sepakat banget tuh,saya termasuk yang nggak suka beli buku online,ebih gregte langsung ke toko buku gitu hehe

    ReplyDelete
  9. Aamiin, semoga terwujud ya mbak, aamiin ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin aamiin aamiin ... terima kasih Mbak :')

      Delete
  10. major atau bukan, yang penting terus berkarya Mba :D

    ReplyDelete
  11. Selamat berkarya, Mak.
    Semoga impiannya terkabul ya. Aamiin.

    ReplyDelete
  12. saya yakin deh sebentar lagi muncul bukunya. terus saya tungguin kuisnya :-D aaamiiin.

    ReplyDelete
  13. Kalau menurut saya sih mbak niar tinggal selangkah lagi menuju kesana.

    ReplyDelete
  14. kalau mak niar aja ditolak apalagi saya ya, menurut saya nanti pasti akan ketemu jodohnya mak, dan terbitlah buku solonya, yang semangat terus mak

    terimakasih atas partisipasinya dalam GA wujudkan impian mu, salam hangat dari bogor

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^