Ukurlah Baju di Badan yang Tepat

Tak mudah membuat orang lain mengerti sudut pandang kita. Bukan hanya orang lain, bahkan orangtua sendiri pun bisa begitu tajam perbedaannya dengan kita dalam memandang sesuatu. Jangankan membuat orang lain mengerti, mengharapkannya menerima adanya perbedaan sudut pandang saja tak mudah. Karena setiap orang unik, dalam latar belakang dan pengalamannya. Pun dalam menyikapi sebuah permasalahan.

Sudah dua windu lamanya saya lulus kuliah tapi masih ada saja orang yang mempertanyakan, “Kenapa tidak bekerja?” Maksudnya, mengapa saya tidak bekerja di kantoran layaknya engineer, sesuai dengan latar belakang studi saya.

Kalau sekadar bertanya dan mengangguk-angguk setelah pertanyaan tersebut terjawab, wajar ya. Yang sering membuat saya jengkel kalau kemudian reaksinya seperti ini:

“Kenapa tidak kerja? Sayang kan. Kamu kan pintar.”

Kelihatan tak elok kan kalau mengukurnya bukan di badan yang tepat?
Sumber: cartoonstock.com
Aih. Membuat saya merasa didiskreditkan sebagai ibu rumahtangga sejati. Jadi, ibu rumahtangga itu tidak seharusnya pintar? Orang pintar itu seharusnya bekerja di kantoran, begitu?

Bahayanya, reaksi seperti ini juga bisa membuat saya terjebak dengan penyesalan tak ada guna mengenai sekian tahun pengalaman saya yang telah lalu. Bisa membuat saya menyesali mengapa begitu saya lulus (Juni 1997) lowongan pekerjaan mendadak sepi. Padahal kawan-kawan yang lulusnya di masa wisuda tepat sebelum saya, langsung mendapatkan pekerjaan.

Namun, waraskah saya menyesali hal itu? Tidak! Waktu itu Indonesia memasuki masa krisis. Koran-koran hari Minggu yang biasanya penuh dengan info lowongan kerja tiba-tiba kosong dari info itu. Indonesia krisis di berbagai sektor. Kalau sekarang dikatakan krisis, masih kalah dengan saat itu krisisnya.

Sekarang masih ada undian-undian produk tertentu, masih banyak iklan tivi. Saat itu, sama sekali tak ada produk yang mengadakan undian berhadiah. Iklan di tivi kurang sekali. Untuk makan di KFC, saus dan merica disembunyi di font desk. Kita harus minta kalau mau, itu pun hanya boleh dapat satu saja untuk satu orang.

Saya mengikuti berbagai tes dan gagal. Saya pernah ikut tes PTPN XII. Lulus di tes tertulis tahap pertama. Saya beruntung, hanya saya pelamar bidang IT yang lulus saat itu. Tapi saya jatuh di tes kedua, wawancara dengan psikolog karena saya mengakui mempunyai calon suami yang sedang bekerja di pulau Sumatera – Indonesia bagian barat, sementara penempatan untuk tes yang saya ikuti adalah wilayah Indonesia timur.

Waraskah bila saya menyesali ini? Tentu saja tidak! Saat itu kami sudah berencana menikah dan tak mungkin saya bekerja di Indonesia timur sementara suami saya di Indonesia barat kan?

Situasi dan kondisi saya tak sama dengan banyak perempuan lain. Tak mungkin bisa menitip ketiga anak saya dengan karakter dan tingkah yang beragam kepada seseorang. Waraskah saya bila menyesalkan hal ini? Lagi-lagi jawabannya tidak!

Dan masih banyak lagi hal yang amat tak dimengerti orang-orang yang terjadi kepada saya, termasuk pemikiran dan pemahaman saya mengenai peran ibu yang membuat saya semakin mantap untuk memilih menjadi ibu rumahtangga sejati.

Orang-orang itu tak mengerti bahwa jika saja saya mempunya situasi dan kondisi yang persis sama seperti mereka maka saya akan seperti mereka atau apa yang mereka pikirkan. Sayangnya, saya berbeda.

Dulu saya amat terganggu dengan pandangan yang terasa mendiskreditkan ibu rumahtangga ini. Apalagi pandangan ini juga mengganggu ibu saya karena ia tak bisa sebangga ibu-ibu lain yang bisa menceritakan putri-putrinya dengan menyebut profesi mereka. Ibu hanya bisa menyebutkan, “Ini anak saya Niar, Dia cuma ibu rumahtangga biasa.”

Terkait ini, saya hanya berharap kelak Ibu bisa memahami pilihan saya. Karena sesungguhnya pahalanya dalam mengarahkan pendidikan saya teramat besar, juga hikmah yang saya dapatkan. Saya pun berani seperti ini karena sangat tahu manfaat dan resikonya bagi saya dan anak-anak.

Lama-kelamaan saya mencoba menyikapi ini sebagai bentuk perhatian saja. Walau masih terasa bentuk perhatian ini tak pada tempatnya. Alih-alih membuat status galau di facebook setelah baru-baru ini ibu saya diberi pertanyaan lagi oleh seseorang, “Niar kenapa tidak kerja? Padahal Niar kan pintar?” Mendingan saya buat status elegan ini di facebook:

Masih ada juga yang mempertanyakan kenapa saya tak bekerja (di sektor publik). Yah, takdir membawa saya ke posisi saat ini.
Saya tak bisa memaksa orang lain untuk memakai kacamata yang saya kenakan atau memintanya mengukur baju saya di badan saya sendiri, jangan mengukur baju yang menurutnya pas buat saya di badannya.

Sekarang, apa yang saya lakukan menunjukkan bahwa ibu rumahtangga pun bisa bermanfaat dari rumahnya, bahkan dari dalam bilik pribadinya.
Walau secara rupiah, hasilnya tak semuluk mereka yang kantoran.

MENULIS bukan hanya passion tapi juga satu pintu rezeki bagi saya. Sekali lagi, meski tak semuluk mereka yang kantoran tapi saya jadi punya banyak sekali teman di seantero negeri.
Kalau seandainya saya diberi kesempatan ke Surabaya lalu keliling JaTim kemudian keliling Yogya, JaTeng, JaBar, DKI Jakarta, Lampung, SumSel, Riau, SumBar, Aceh, SumUt, KalTIm, KalBar, NTB, sampai Papua,
insya Allah saya punya ratusan teman yang bisa dikunjungi.

*What a wonderful and happy life. Indahnya mengerjakan sesuatu dengan sepenuh hati dan menentukan sendiri waktunya*

Pada akhirnya, semua kembali kepada saya. Saya tak mau menjadi orang gila dengan menyesali banyak hal yang telah memberikan saya berbagai pelajaran hidup. Saya harus rela menggeser sudut pandang saya dan membesarkan hati. Cukup bersyukur saja dianggap pintar oleh mereka yang berkomentar. Saya hanya perlu meyakini bahwa mereka sama sekali tak tahu apa-apa tentang saya. Dongkol berlama-lama sungguh konyol dan berlebihan.

Satu hal, kelak di akhirat saya berani mempertanggungjawabkan pilihan saya sebagai ibu rumahtangga sejati di hadapan Allah. Meyakini yang terakhir ini, membuat saya merasa bahagia.
Makassar, 1 Agustus 2013



Tulisan ini diikutsertakan dalam momtraveler’s first Giveaway “Blessing in Disguise





Share :

42 Komentar di "Ukurlah Baju di Badan yang Tepat"

  1. selamat Pagi...Perbedaan sebenarnya Indah jika kita bisa menyikapinya dengan Dewasa...saya juga sudah lumayan lama lulus Kuliah dari UNM Makassar tapi belum bekerja, semoga saja nanti Tes CPNS saya bisa Lulus. Amin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin semoga diberikan yang terbaik oleh Allah :)

      Delete
  2. wajarlah bu
    sebagian teman kita memang suka mikir kalo sekolah itu untuk cari kerja, bukannya nambah wawasan. pdahal di lapangan apa yang diajarkan di sekolah sering ga dipake.

    aku saja sekolah listrik arus kuat, malah jadi it. rekan kerjaku cuma satu dua yang lulusan it. yg laen, geofisika, marketing malah ada yang dari ipb peternakan...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Menunjukkan bahwa jalan hidup orang beda2, bukan sesuai sekolahnya ya mas Rawins

      Delete
  3. pilihan yang tepat menurut saya....

    ReplyDelete
  4. semua pilihan pasti ada untung rugi dan baik buruknya mbak

    dan bagaimana hal tersebut terlihat enjoy adalah tentang bagaimana kita menyikapinya

    saya pikir, dengan menjadi ibu rumah tangga adalah pilihan yang tepat, karena tidak jarang juga wanita karier yg bekerja kantoran justru terbengkalai kehidupan rumah tangganya

    ReplyDelete
    Replies
    1. BEnar mas Tulus, ada sisi positif dan negatifnya. Kita harus mencari cara untuk nyaman dalam menjalaninya termasuk menghadapi sikap yang tidak terduga di sekeliling kita

      Delete
  5. yang penting "baju"nya nyaman dipake, "kacamata" orang abain aja, jangan2 sdah oevr min...smoga sukses GA nya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya benar mas. Kalau tdk muat diabaikan saja ya :D
      Terimakasih

      Delete
  6. life is choice,
    Peran Ibu tentulah sangaat besar tuk mendidik generasi yg akan datang, bukan begitu Bu?

    ReplyDelete
  7. saya malah salut sama Ibu yang berdedikasi untuk fokus mendidik anak dirumah. :D

    oh ya saya bisa minta tolong isi kuesioner penelitian sya tentang belanja online disini http://goo.gl/TtxTqf

    Terima Kasih Banyak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih Rian.
      Oya sudah coba saya isi tapi hanya selangkah, katanya saya bukan responden yang dimaksud. Maaf ya :|

      Delete
  8. sukses ya mbak GA nya
    hanya kita yang tahu alasannya untuk setiap pilihan
    jd tetap optimis aja dgn segala pilihan

    ReplyDelete
    Replies
    1. SIp mbak, benar begitu, yang menjalaninya yang tahu

      Delete
  9. terkadang orang lebih bisa mengomentari kita dari sisi merek,dari sisi pandangan mereka.padahal omong kosong,mereka tidak tahu yang sebenarnya....
    semangatttt mbk :D
    sukses GAnya...

    ReplyDelete
  10. Go Kak Niar go..! Yang komen negatif pasti pada belom tau Kak Niar dah sering menang lomba nulis.. hihi ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jauh lebih banyak kalahnya Fi. Ini juga ndak banyak yang tahu kan hehehe

      Delete
  11. Makasih sudah mewakili perasaan dan pikiran saya, mba Mugniar.
    Setidaknya saya tau setiap orang punya pilihan masing-masing, dan kita ga bisa bikin orang mengarahkan kepalanya tunduk dengan pemikiran kita.
    Saya yakin pilihan jadi ibu rumah tangga tidak bisa digantikan oleh siapapun, bahkan oleh nenek sekalipun. anak yang dibesarkan orang lain akhirnya akan dekat dengan orang lain ga dekat dengan orang tuanya sendiri. miris ya, bun.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar Ila, Ila amat memahami ini. Kita sama2 belajar untuk lebih menerima perbedaan dan memegang teguh apa yang kita yakini ya ...

      Delete
  12. Aamiin. Tetap semangaaatt *merasa sehati*

    Semoga sukses untuk GA-nya, ya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waah toss mak. Saya juga merasa sangat sehati dengan dirimu :)
      Makasih yaa

      Delete
  13. Siippp.....Salut buat mbak Niar yg memilih jd ibu rmh tangga sejati... Spa blg jd ibu RT itu gampang, ikutan toss ahh... Sdh resmi terdaftar ya
    Makasih :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. *Tosss mbak Muna*

      susah lho :)
      Terimakasih yaa

      Delete
  14. Hidup adalah pilihan. Jadi mengapa harus menanyakan pilihan orang lain? Ibarat bertanya, "Mengapa kamu memilih suamimu?" *eh ini OOT ya? qiqiqi

    Jangan dipeduliin deh Mbak, orang2 yg nyinyir itu, saya wanita pekerja, masih ada juga tuh yang nyinyir. Jadi intinya, memilih jadi IRT atau bekerja di luar, sama2 ada yang nyinyir :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha kayak2 gitu deh mbak Esti. Intinya semuanya hampir pasti dinyinyiri ya mbak :D

      Delete
  15. Indah sekali mba.. Merinding baca kalimat terakhirnya :')

    ReplyDelete
  16. eeemm....Ortuku orang kantoran tp alhamdulilah ortuku gak maksa anak2nya harus 'ngantor'.....sukses ya mbak....., moga menang GA

    ReplyDelete
    Replies
    1. ALhamdulillah mbak, sebuah kekuatan dan kenyamanan :)
      Terimakasih :)

      Delete
  17. kenpaa ya selalu setuju baca tulisan mbak Niar. ah benar juga... ukuran badan seseorang.
    Aku juga sempat disindir, knepa gak kerja ditempat lain yg bonavit? yang kerenz kantoran gtu..

    uh untungnya saya selalu menjawabnya dengan smile... :)
    sukses GAnya.....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kita kan sehati Annur? :)
      Lebih bagus menjawabnya dengan smile ya ketimbang mencak2. Kalo saya, jujur saja sempat juga mencak2 hehehe tapi saya akan berusaha lebih cuek lagi dan lagi karena no matter what they say ...

      Delete
  18. Apalagi kalau yang bilang seperti orang tua sendiri mbak *nangis di pojokan -_-

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^