Bertandang ke Masa Lampau (2)



Silsilah raja-raja Soppeng. Ditulis di atas daun lontar, diletakkan di
alat pemutar. Membacanya dengan cara memutar "rol lontar" di bilah-bilah kayu itu
Do’a Khatawul Qur’an


Naskah yang ditulis di atas kertas pabrik ini milik I Masse Batu Lappa kabupaten Barru abad ke-20 ini berisi: do’a yang dimulai dengan shalawat kemudian surah al-Fatihah, al-Ikhlas, al-Falaq, an-Nas. Selain beberapa potong ayat, juga do’a pahala bacaan kepada orangtua, orang muslim, sahabat-sahabat dan para wali. Sesudah dzikir disebut Muhammad, Jibril, Mikail, Israil, dan nabi Khaidir untuk mencarikan rezeki.


Lontarak Sakkerupa Do’a-Do’a


Naskah yang ditulis dalam bahasa Bugis dan Arab milik La Lanni ini ditulis di atas kertas cap air gajah dan tulisan Cina, berasal dari abad ke-18. Sayangnya naskah ini tak lengkap. Berisi: ilmu tasawuf, tarekat Kasabandiah (Naqsabandiah), obat-obatan (jampi) dan baca-baca untuk keberanian, dan do’a-do’a.

Cenningrara


Naskah berbahasa Bugis ini ditulis di atas kertas cap Air Britania pada abad ke-18. Milik dari Anthon Andi Pangerang di Palopo. Isi naskah: “pesan” lewat angin, pemanis ketika mandi dan bersanggul, tata cara agar suami tidak tertarik kepada wanita lain. Beberapa bacaan untuk wanita sebelum berhubungan dengan suami, penyembuhan sihir.

Pitika


Isi naskah yang ditulis dalam bahasa Makassar dan Arab ini tak lengkap, berisi segala macam azimat. Milik dari Daeng Paja, di Takalar. Berasal dari abad ke-18.

Tata Cara Mendirikan Rumah


Naskah yang ditulis di atas kertas cap Air Gajah dan pohon kelapa ini berasal dari abad ke-18. Ditulis dalam bahasa Makassar dan Arab. Berisi nama kayu sesuai pertumbuhannya.

Bunga Rampai Keagamaan


Naskah yang ditulis di atas kertas papirus ini milik seorang raja di Sulawesi Tengah pada abad ke-17. Berisi bacaan dalam shalat, tarekat Nur Muhammad, tauhid, dan keadaan dalam kubur.

Maulid Nabi Muhammad SAW


Naskah yang berasal dari abad ke-17 ini milik seseorang (saya tak bisa membaca dengan jelas pemiliknya, dari foto yang diambil), berbahasa Arab dan Melayu. Berisi tentang nabi Muhammad SAW.

Beberapa naskah lain yang dipajang berupa surat-surat. Seperti :

“Daftar banjaknja perahoe jang berlajar keloear Selebes Selatan”.
“Perahoe-perahoe yang di beslag” (1948)
Surat dari seorang perempuan yang telah menerima uang dari tuan Petor di Selayar (tahun 1910, ditulis dalam aksara Lontarak)
Surat permohonan pembebasan seorang laki-laki dari Sulawesi yang dijadikan budak.
Daftar nama warga keturunan Tionghoa yang masuk Akademi Militer (1910 – 1941)
Proses verbal pidana seorang laki-laki keturunan Tionghoa di Sinjai (1938)


☼☼☼

Naskah kuno
Surat-surat lawas


Saya menyayangkan, tak semua yang dipamerkan di expo ini memiliki keterangan yang lengkap. Beberapa foto terpajang tanpa keterangan apa-apa, pun naskah kuno. Namun demikian, expo seperti ini tetaplah merupakan media menarik untuk mengunjungi masa lampau.

Semua keterangan mengenai naskah di atas, saya kutip dari keterangan-keterangan yang dipajang di  Expo Kearsipan. Setuju atau tidak dengan konten beberapa naskah yang mengandung nuansa mistis adalah hal lain. Tak ada maksud saya selain untuk mengabarkan khazanah budaya Bugis-Makassar yang saya saksikan di ajang ini. Karena tak dapat dipungkiri, saya adalah bagian dari masyarakat dan budaya Bugis yang mengalir dalam darah ayah saya. “Bugis” menjadi sangat kuat dalam darah anak-anak saya karena ayah mereka orang Bugis tulen.

Dan saya pun bagian dari masyarakat dan budaya Makassar, karena saya lahir, besar, dan tinggal di tanah Makassar dan mencintai Makassar seperti kampung halaman sendiri. Saya pernah merantau. Tak lama, hanya dua tahun lebih. Tetapi ingatan saya selalu kembali ke Makassar. Selalu kangen dengan aroma dan tanah Makassar.

Makassar, 25 Agustus 2012


Silakan dibaca juga:






Share :

34 Komentar di "Bertandang ke Masa Lampau (2)"

  1. menarik jg ya mempelajari masa lampau..

    ReplyDelete
  2. setinggi apapun merpati terbang dia pasti akan kembali ke sarangnya. Seperti halnya mbak niar, walaupun pernah merantau jauh namun akhirnya balik lagi ke makassar.

    kampung halaman memang akan selalu terkenang sampai kapanpun ya mbak...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak. Dan menariknya, Makassar sebenarnya bukan asal darah saya, tapi saya merasakannya seperti kampung halaman sendiri.

      Delete
  3. naskah-nya benar-benar sangat kuno...sayang seperti tidak terawat..., seandainya ada yang mau mengarsipkan dalam bentuk mikrofilm. tentulah sangat bagus..karena bisa jadi warisan sejarah masa lalu bagi para generasi selanjutnya dari bangsa Indonesia :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kebanyakan milik pribadi yang sudah turun-temurun Pak :)
      Mudah2an saja sdh diarsipkan dalam bentuk mikrofilm

      Delete
  4. mistis itu kan pandangan dari orang yang ga ngerti tapi sok skeptis duluan. kesan mistis memang selalu dimunculkan oleh praktek perdukunan palsu termasuk pengobatan alternatif berkedok agama.
    untuk praktisi kebatinan yang sebenarnya, mereka tidak menganggap itu sebagai klenik melainkan teknologi. apa yg orang lain sebut jimat untuk mereka ada hardware dan yang orang lain bilang mantra itu dikatakan sebagai password.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hardware dan software .... hmmm analogi yang menarik. Spt itu kelihatannya ya ...

      Delete
    2. mereka menganalogikan mantra dengan voice command yang dulu dianggap khayalan. sekarang sudah bukan hal aneh lagi kan..?
      mungkin disitu jawabanya kenapa doa yang sama bisa makbul untuk seseorang tapi ga ada reaksi untuk orang lain. voice recognition kan memerlukan aksen khusus biar dikenali..

      Delete
    3. Mengerti maksud mas Rawins. Skripsi suami saya dulu Voice Recognition.

      Keyakinan seseorang dalam mengucapkan entah itu do'a atau mantra bisa jadi "penentu", ya mungkin semacam "aksen khusus" itu ...

      Delete
  5. boleh tau suaminya orang bugis apa bu?
    kali aja kenal hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bapak mertua saya (alm) asalnya dari Sidrap (nama daerahnya Arawa) dan ibu mertua saya dari Pinrang (nama daerahnnya Malimpung), Pak. Kita' iya Bugis mana ki'?

      Delete
  6. oo aku kira ciripa, ternyata pitika, hehe
    maaf lahir batin ya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waah sudah lama gak nonton Ciripa qiqiqi
      Maaf lahir batin mbak :)

      Delete
  7. Mbak Niar, saya yang termasuk gatal otaknya kalau membaca ada yg nyalah-nyalahan situasi magis jiwa orang lain. Mereka itu menurutku gak paham benar apa arti religi..Jadi gak usah kuatir soal lembaran2 dari tulisan kuno nenek moyang orang Bugis ini. Itu lah gambaran jiwa nenek moyang kita..Memahami mereka berarti kita memahami diri sendiri..Dan terima kasih sudah berbagi..:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe ... kadang2 ada orang yang suka komen sinis kak :) Terimakasih kak Evi sudah komen dengan sangat positif :)

      Delete
  8. nambah ilmu sejarah buat aku mbak, makasih ya

    maaf lahir dan bathin juga :)

    ReplyDelete
  9. Jadi... bawa berita orang mati jaman dulu dari Afrika ke Makassar butuh waktu enam tahun ya... lama banget ya jaman dulu tu hihihi...
    Aku juga suka belajar sejarah gitu gitu, tapi bener tu mbak kadang even di museum pun gak ada penjelasannya... jadi cuma liat doang @.@

    ReplyDelete
    Replies
    1. Huaaa salah tempat komennya, tadi baca yang ke 1 dulu soalnya :P

      Delete
    2. Ndak papa Na, ngerti koq ini komen buat yang bagian 1 :)
      Oooh di museum begitu juga? Sy sih belum pernah ke museum #ketahuan deh#, ini di expo ... bukan di museum

      Delete
  10. kalau tidak ada masa lampau tidak ada masa kini ya mbal:) bagus juga belajar sejarah nih

    ReplyDelete
  11. berarti kalau suatu saat mmbak mugniar nginep ditempatku kudu bawa tanah makasar nie

    ReplyDelete
  12. Jika kita belajar untuk mengetahui masa lampau, sepertinya kita akan lebih menghargai kita sekarang, dan yang pasti akan banyak pelajaran yang dapat diperoleh dari masa lampau. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yap. Pelajaran, ada di mana2, termasuk dari masa lampau :)

      Delete
  13. Mestinya kalau tak ada keterangan ya harus ada petugas yang menjelaskan #dibayar berapa ya kalau ngoceh sepanjang acara, hehe...

    Syukurnya Mbak Niar melengkapinya dengan keterangan, jadi kami lebih pintar meski tak hadiri Expo tersebut :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sebenarnya ada Yunda, tapi entah di mana, nyelip2 di antara penjaga stan biasa. Mau asal bertanya malu2 juga, takut pertanyaannya salah hehehe .. maksudnya takutnya pertanyaan saya yang amat awam ini kedengaran konyol. Jadi lebih aman cari yang bisa dibaca dan manggut2 setelah membacanya hehehe.

      Keterangan ini saya ambil dari keterangan yang tertulis itu Yunda :)

      Delete
  14. naskah2 ini adalah bukti otentik kuatnya hubungan antara Makassar dan agama Islam ya mba

    makin tahu sejarah makin cinta dong :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya ... ada pengaruh Arab di situ.
      Iya tuh, makin cinta :)

      Delete
  15. Saat melihat tulisannya, saya mengenali itu adalah huruf bugis. Karena bapak saya dulu kerap menggoraskan catatan di buku beliau dengan huruf2 itu :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama dong kayak bapak saya.Dulu bapak saya kalo bersurat ke nenek saya, pake huruf Lontarak. Sekarang di sini, anak2 SD masih diajari huruf Lontarak, kaka Akin. Untuk melestarikan pengtahuan ttg aksara ini. Nama2 jalan pun di tulis juga di bawahnya dengan aksara ini.

      Delete
  16. koleksi yang luar biasa berharga...harus benar-benar dijaga dan disimpan dengan baik ya mba...karena bagian penting dari sejarah kita. Baik untuk pengetahuan dan penghormatan terhadap nenek moyang serta pesan moral penting yang disampaikan. TFS mba..

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^