Menilik Peran Kritis Ayah dalam Memandang Kasus Kekerasan Anak Terhadap Anak – Sejumlah kasus kekerasan yang terjadi pada anak di bawah umur terjadi. Pada bulan September ini, salah satu yang besar terjadi di Padang Pariaman, Sumatera Barat. Jenazah gadis penjual gorengan usia 16 tahun ditemukan terkubur seadanya tanpa busana dan pelakunya masih diburu polisi.
Kasus Kekerasan Anak pada Anak Kian Mengkhawatirkan
Di
bulan ini juga, terjadi kasus siswi SMK di Labuhanbatu, Sumatera Utara
dirudapaksa 10 orang – 3 orang di antaranya masih di bawah umur. Kabar terakhir
mengatakan bahwa baru 2 pelaku ditangkap.
Masih
di bulan ini juga terjadi kekerasan seksual anak terhadap anak yang
menggegerkan Indonesia. Terjadi di Palembang. Korban, anak gadis berusia
13 tahun diperkosa dan dibunuh oleh 4 remaja pria yang usianya dalam rentang 12
– 16 tahun. Penggagas kejadian ini adalah lelaki usia 16 yang merupakan kekasih
korban. Saya tak hendak menceritakan kronologinya, sudah banyak berita yang menuliskannya.
Sungguh
mengerikan. Oleh karenanya Catatan Demokrasi TV One mengemas
diskusi yang menghadirkan sejumlah narasumber:
1. Lita Gading | Psikolog
2. Prof. Gayus Lumbuun | Mantan Hakim
Agung
3. Reza Indragiri | Psikolog Forensik
4. Roostien Ilyas | Aktivis Anak
5. Elly Risman | Psikolog Anak
6. Syafarudin | Ayah Korban Pembunuhan di
Palembang, diwakili oleh keponakan dan istrnya.
Mengapa Anak-anak Makin Sadis, Terkait Pern Ayah: Tinjauan Ibu Elly
Risman
Menyimak
Catatan demokrasi pada 8 hari lalu, saya tertarik dengan pernyataan Ibu Elly
Risman. Bukan baru sekali ini saya menyimak pemaparannya mengenai pentingnya
PERAN AYAH, dalam diskusi ini, Ibu Elly lagi-lagi menyampaikan pentingnya peran
ayah dan hubungan akan tindak kekerasan yang dilakukan anak dengan peran ayah.
Dalam
video berjudul ELLY Risman dalam video berjudul [FULL] Tragis! Mengapa
Anak-anak Makin Sadis? | Catatan Demokrasi tvOne, kita bisa menyimak pemaparan
Ibu Elly secara lengkap. Saya menyalinnya untuk ditayangkan di blog ini,
sebagai catatan bagi saya pribadi dan bagi siapapun yang tertarik membacanya:
Kita senegara sedang menghadapi bencana
pengasuhan. Bencana pengasuhan ini jika dikaitkan dengan kelakuan mereka dan
riset yang pernah dilakukan: anak-anak ini kelihatannya fatherless. Berayah dia
ada, berayah dia tiada. Jadi yah ini fungsinya luar biasa. Sebab mengapa
ayah jadi begini karena kita terjebak dalam budaya lama bahwa yang mengasuh
anak adalah ibu, ayah mencari nafkah.
Ternyata ibu juga diserap dunia kerja
kemudian ayah tidak mengerti fungsi-fungsinya dalam pengasuhan anak, bahwa dia
tokoh identifikasi anaknya karena dia tidak sempat menjadi tokoh identifikasi
maka berjuta-juta orang di dunia maya siap menjadi identifikasi anak laki-laki.
Kemudian ayah mungkin tidak
mempersiapkan baligh dan yang biasa dilupakan orang, sumber rezeki bisa
tidak ghalal. Jadi banyak sekali aspek di mana ayah luput dari pengawasan. Itu
membuat anak laki-laki kita luar biasa kenakalannya. Yang paling penting, kita
lupa bahwa kita menasuh anak di era digital.
Kenapa sampai terjadi begitu rupa, keganasan anak-anak pada usia 12 tahun
karena ayah tidak menyiapkan dia untuk baligh.
Kelihatannya sepele. Kenapa? Karena
ayah jadi pencari nafkah. Jadi baligh "tercecer", anak tidak tahu sebetulnya dia
sudah menjadi orang dewasa – ketika mani keluar dari kemaluannya ketika darah
keluar dari kemaluan anak perempuannya. Jadi banyak sekali hal-hal yang
tercecer dan ini menyebabkan BENCANA PENGASUHAN.
Lalu, dari tahun 2002 Ibu Elly sudah
meneriakkan tentang bencana GADGET. Tahun 2008 Ibu Elly telah
mendatangkan ahli dari Amerika yang mengatakan bahwa apabila anak terpapar pada
pornografi, otak rusak pada bagian mulia otak, di atas alis mata kanan,
kelakuan seperti binatang.
Jadi bagaimana caranya. Anak-anak ini
usia 12 tahun jadi pemerkosa, tidak bisa dibayangkan usia berapa mereka
terpapar pornografi dari HP. Pornografi itu masuk lewat mata langsung ke pusat
perasaan. Maka perasaan anak deg-degan, nafsu bergejolak, dan tidak puas
sehingga berulang kali melihat tayangan pornografi.
Apa yang terjadi? Dopamin di pusat
perasaan di lymbic system, mengalir ke depan – "merendam" otak depan
sehingga anak kehilangan kontrol. Anak-anak pelaku kejahatan seksual dan pelaku
pembunuhan itu kontrolnya tidak ada sama sekali.
Pornografi terus menghasilkan dopamin
dan membuat kecanduan sehingga bagian depan otak di atas alis mata menyusut
4,4% padahal bagian inilah yang membedkan manusia dengan binatang sehingga
kelakuannya seperti binatang. Bayangkan, korban diperkosa lalu dibunuh lalu
kalimat yang dinyatakan di dalam berita itu “mereka melakukan dengan gaya
mereka masing-masing”. Masing-masing anak punya gaya di usia 12 tahun.
Pertanyaannya sekali lagi, dari umur berapa mereka mengakses HP?
Kita merangsang tumbuhnya
kebinatangan dalam jiwa anak-anak ini. Hati-hati ya, bisa dibilang kita-kita
ini tidak peduli dengan kerusakan fungsi mulia otak pada bagian atas alis mata
kanan yang menyusut sampai 4,4% saat dicek dengan MRI - ini penelitian ilmiah
yang dibiayai oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
2017. Sekarng 2024, hitung saja sudah berapa tahun? Kita dengarkah ada sosialisasi
tentang kerusakan otak akibat pornografi? Kita dengarkah ada imbauan bagi orang
tua untuk membatasi handphone anaknya? Yang ada sekarang malah undang-undang
dari pemerintah untu membagi alat kontrasepsi di sekolah. Tidak dibagi saja
anak-anak sudah membunuh!
Jadi ini sebenarnya sudah tidak ada
cara lain, kita semua berada dalam BENCANA KERUSAKAN OTAK. Begitu masuk
pornografi ke otakmu menjadi MMP (mental model porno), memicu dopamin pada
pusat perasaan yang pertama adalah KONTROL. Anak-anak pelaku kejahatan seksual
itu tidak terkontrol, tidak tahu akan konsekuensi. Makanya fungsi manusianya berganti menjadi
binatang. Pornografi yang masuk ke otak menjadi “model” sehingga model itulah
yang dilakukan dengan “gaya masing-masing”.
Usia 12 tahun melakukan kejahatan
seksual sekaligus pembunuhan dan melakukan persetubuhan lagi dengan gaya dari
MMP masing-masing, berarti otak mereka sudah rusak … bisa dibayangkan, dari
umur berapa anak-anak itu sudah mulai rusak otaknya?
Menurut Bu Elly, kecanduan pornografi sangat berkorelasi dengan peran ayah. Korelasinya? Ayah itu kalau bicara pendek-pendek. Ayah kalau bicara lebih didengar, dibanding emak-emak. Tapi ayah hanya jadi pencari nafkah, tidak berfungsi sebagai ayah. Rumah ada wifi, televisi berlangganan, handphone canggih di tangan, ayah tidak berbicara.
Apakah ayah menjadi tokoh identifikasi anaknya? Apakah ayah
menceritakan tentang bahaya kerusakan otak ini? Apakah ayah mempersiapkan
bagaimana anak baligh? Apakah ayah menyuruh menahan pandangan dan
menjaga kemaluan seperti perintah Allah di dalam al-Qur’an? Karena begitu mani
dan darah keluar dari kemaluan anak laki-laki dan anak perempuan, sudah disebut
“sexually active”. Smartphone merangsang, membuat pola-pola di otak
anak kita. Kerusakan otak membuat “rem si anak blong” lalu melakukan pola-pola
ketelanjangan yang ada di otaknya.
Kendali di tangan ayah. Pulangkan
ayah ke rumah, jadikan dia ayah baru menjadi pencari nafkah. Ibu Elly berpesan
kepada para mahasiswa yang hadir bahwa jika siap jadi suami kelak, pastikan
memenuhi 3 macam gizi: gizi jiwa, gizi fisik, dan gizi spiritual. Jadilah orang
terdidik, bukan sekadar terpelajar.
Untuk
diketahui, Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak
(SIMFONI PPA) mendata kekerasan pada anak pada tahun 2024 mencapai 10.597 kasus. Karakteristik pelaku
kekerasaan seksual secara mayoritas adalah orang terdekat dengan korban. Hal
ini patut diwaspadai dengan mendekatkan ayah pada anak-anaknya sebagai “tokoh
identifikasi” nadi anak.
Dalam
kesempatan lain, Ibu Elly membeberkan penelitian dari Harvard University:
Anak dari ayah yang terlibat dalam pengasuhan, dia akan menjadi sosok yang suka menghibur ketika dewasa, harga dirinya tinggi, berprestasi, dan pandai bergaul. Menurut Ellison, C, Coltraine, St. Aubin, ketika ayah terlibat dalam pengasuhan, maka dapat membina relasi, lebih efisien, lebih mampu memperhatikan hal-hal detail, lebih fokus, lebih cerdas, lebih waspada, penuh perhatian, lebih sabar, tidak terlalu gelisah, lebih penolong, dan lebih alim.
Semoga
kita semua bisa berperan dalam menghadirkan generasi yang baik di dunia ini.
Semoga Allah jauhkan dari tindakan-tindakan kekerasan seperti yang dibahas di
dalam tulisan ini.
Makassar, 19 September 2024
Referensi:
- https://www.youtube.com/watch?v=Q1KDjwXznno&t=878s
- https://www.antaranews.com/berita/4313043/kpai-minta-kekerasan-seksual-anak-di-palembang-gunakan-uu-sppa
- https://www.viva.co.id/berita/kriminal/1750357-tragis-kronologi-siswi-smk-diperkosa-10-orang-di-labuhanbatu-3-di-bawah-umur?page=2
- https://www.hadila.co.id/7-pilar-pengasuhan-anak-di-era-digital-ala-elly-risman/
Share :
Baca ini, jujur aku kayak down banget. Serem iya, kuatir iya.. Serem krn aku ada anak perempuan. Tapi juga kuatir krn aku ada anak laki2... Takuuut banget mereka jatuh dlm pergaulan yg salah 😭
ReplyDeletePeran ayah memang penting ya mba. Aku sendiri tipe ga sabaran saat menasehati anak. Dan mereka juga lebih patuh kalo papinya yg menasehati. Bersyukurnya papi anak2 masih pegang kontrol ke mereka.
Tapi tetep aja kuatir itu pasti msh ada.. Apalagi dengan kemudahan akses informasi di gadget 😭
Alhamdulillah, suami Mbak Fanny perhatian ke anak-anak ... in syaa Allah akan berlangsung baik ke depannya pengasuhan anak-anak dan akan berdampak baik pada mereka. Sama, Mbak ... saya pun menyimpan kekhawatiran ... semoga Allah mengijjabah doa2 kita ya.
Delete