Mengapa Hoax Masih Langgeng

Mengapa Hoax Masih Langgeng“Kenapa masih ada saja orang yang sebar hoax padahal sudah ada yang ditangkap?” pertanyaan itu mengemuka pada ajang Indonesia Makin Cakap Digital topik Mengenal dan Menangkal Hoax yang berlangsung pada 13 Juli lalu untuk wilayah Bitung – Sulawesi Utara.

Menurut Anda, yang sedang membaca tulisan ini, mengapa?


Mengapa hoax langgeng


Pertanyaan itu sebenarnya ditujukan kepada saya sebagai salah satu nara sumber pada ajang yang berlangsung
ba’da maghrib waktu Indonesia bagian tengah itu.


Hoax Masih Menjadi Tantangan Besar Bagi Semuanya


Saya menjawab bahwa hal seperti ini memang tantangan besar bagi kita semua. Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan. Pertama, banyak orang yang menganggap dunia maya dan dunia nyata itu diperlakukan berbeda. Jika di dunia nyata dia lebih berhati-hati dalam berpendapat maka di dunia maya dia lebih seenaknya.

Kedua, bagi sebagian orang kebenaran sejati adalah kebenaran milik mereka. Yang sebenarnya ada kebenaran yang mau apapun latar belakang kita, seharusnya kebenaran itu sama namun sayangnya bagi sebagian orang lain tidaklah demikian.


Fenomena Post-Truth, Keyakinan Akan Kebenaran 


Prof. Adrianus Meliala, nara sumber yang berbicara sebelum giliran saya berbicara sebelumnya memaparkan:

Banyak studi yang kemudian mengkonfirmasi perihal kombinasi hoax  dengan motif dan niat yang spesifik dan kuat di mana, selain motif dan niat itu, semuanya salah bahkan tidak ada. Itulah yang disebut “post-truth”. Hoax lalu memiliki model kerja sedemikian rupa sehingga terjelma semacam “hyper-reality” baru. 

Ya, sebuah kebenaran milik mereka. Milik sebagian orang yang entah kenapa kemudian menjadi keyakinan tersendiri. Keyakinan yang tak bisa digoyahkan dengan apapun itu bahkan fakta dan data sekali pun.

Kalau perlu fakta yang real disebutkan sebagai “bikin-bikinan” dan dibantah habis. Kalau kau simak, mereka sangat yakin dengan apa yang dikatakannya. Mereka sangat yakin. Berbicara fakta versi mereka, jika logikamu tak sampai, kau pun bisa terpedaya.

Padahal jika disimak, ditelisik ada cacat-cacat logika tersebar tapi percuma mendebat mereka karena mereka takkan menerima kebenaran versimu. Jika ada satu orang yang dianggap ahli mewakili pendapat mereka, mereka jadilah hujjah lalu mencela ahli lain mati-matian padahal apa yang dikatakan ahli lain itu lebih berdasar.

Padahal mereka tak menyimak banyak hanya menyimak sedikit saja argumen orang yang berseberangan.

Mereka tega mencela orang yang berseberangan secara personal, melemahkannya meskipun orang itu lebih memiliki kapasitas intelektual daripada mereka.


Mengenal hoax

Memegang sepotong kebenaran demi sepotong kebenaran dari fakta yang mereka yakini sungguh meneguhkan mereka, takkan bisa digoyahkan oleh apapun dan mereka rela membelanya sampai mati.

Ketika keyakinan bukan saja agama atau idealisme maka akan ada begitu banyak kebenaran versi pribadi-pribadi dari negeri antah berantah bertebaran di sekitar kita.

Maka jangan heran kalau ada yang ditangkap, kena jerat UU ITE tetap saja besoknya ada yang seperti itu lagi. Yang kena jerat ada dari kalangan orang-orang “hebat” yang terkenal tapi orang-orang biasa seolah tak belajar dari kasus mereka.

Boleh jadi karena mereka merasa jauh padahal ancamannya dekat. Sedekat polisi virtual yang sekarang mengintai kita.

Bisa bilang apa?


Hati Nurani Harus Berbicara


Saya tertarik mengutip presentasi Pak Adrianus Meliala:

Betulkah hoax terjadi karena illiterasi digital? Ada benarnya. Ketidakpahaman kita akan apa itu dunia digital melahirkan error yang bermacam-macam (human, technical hingga political error). Khususnya error politis itulah yang melahirkan hoax. Jadi, literasi digital bukan sekadar penguasaan teknis digital, tetapi sekaligus pemahaman akan makna “order” (tertib) yang tidak bisa terjadi jika semua orang seenaknya mendesakkan standard ketertibannya sendiri.

Ya, pemahaman makna tertib inilah yang sekarang menjadi tantangan besar kita. Ada begitu banyak kebenaran yang jika kita melihat orang-orang yang berseberangan, hati-hati saja mereka bisa membuatmu menyeberang.

Saya setuju dengan apa yang dikatakan Prof. Adrianus bahwa bukan hukum semata, melainkan juga hati nurani.  

Ketundukan bukan dikarenakan ancaman sanksi tapi karena hati-nurani. Bahwa dunia digital perlu dipelihara, bukan diacak-acak dengan cara pandang ala post-truth. Itulah esensi etik.

kebebasan bertanggung jawab
Batasan hak-kewajiban dan kebebasan yang bertanggung jawab
sudah diajarkan kepada kita sejak sekolah dasar.

Sejalan dengan materi yang saya bawakan juga, sih ya. Saya memaparkan bahwa dalam budaya kita sebenarnya kita sudah diajarkan bahwa
batasan hak seseorang adalah hak orang lain. Kita diajarkan mengenai kebebasan yang bertanggung jawab

Dalam “kebebasan yang bertanggung jawab” ada peran hati nurani yang tak ingin menimbulkan kerugian pada pihak lain. Hal ini ada koq dalam pelajaran SMP dan SMA. Sebagaimana UU No. 9 Tahun 1998 Pasal 1 yang menyatakan:

Kemerdekaan menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.

Jadi, mengapa hoax masih langgeng

Pendeknya, karena kemampuan setiap orang dalam memaknai sesuatu itu berbeda walau sebenarnya seharusnya sama. Kita semua berperan dalam mengentaskannya minimal jangan ikut-ikutan share jika tak mengerti sepenuhnya.

Makassar, 18 juli 2021

Baca juga:




Share :

13 Komentar di "Mengapa Hoax Masih Langgeng"

  1. Hemm hoax ini masih seperti momok di masyarakat, meski banyak yang sudah ditangkap masih muncul saja berbagai berita bohong baru.

    ReplyDelete
  2. Jujur aja, cukup susah memang memberantas penyebaran hoax kalau gak ada kesadaran atau dukungan dari pihak lain yang lebih paham. Biasanya hoax tuh nyasar orang2 tua dan mereka yang kurang paham soalnya kak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Susahnya kalo yang nge-share merasa paling benar apalagi jika berumur.

      Delete
  3. Ah..saua serinv oenasaran, kenapaaa masih saja ada yg percaya bahkan turut menyebar hoax. Ternyata, begini penjelasannya. Terima kasih sharingnya mba Mugniar..

    ReplyDelete
  4. Hoax ini mulai meresahkan ya, apalagi ditengah pandemi gini. Emang harus pakai hati nurani dan double check sih kalau dapat 4ward dari siapapun, termasuk emak saya yang sering banget share berita yang belum pasti kebenarannya 🤔

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya nih banyak yang mengeluhkan orang tua justru yang kemakan hoax ya.

      Delete
  5. Bisakah kita sebutkan bahwa hoax rentan menyasar mereka yang enggan membaca dan belajar? Banyak orang yang punya fasilitas tapi tidak mau memanfaatkan.

    Atau, mereka yang memang minim wawasannya dan nggak punya akses untuk mengonfirmasi kebenaran suatu berita. Harus diakui, banyak orang yang mempunyai keterbatasan dalam mencari tahu lebih dalam. Meski sebenarnya semua itu bisa dikontrol lewat tuntunan agama karena agama pun mengajarkan tabayyun, kan?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa jadi, Mbak Mel. Saya setuju dengan yang Mbak Mel tuliskan.

      Ada juga kelompok lain. Mereka membaca, terlihat terpelajar, terlihat wawasannya bagus (kalau berbicara kita bisa terpedaya kalau gak jeli), dan aksesnya ada untuk mengakses dengan hati nurani. Masalahnya hati nuraninya tidak mau terbuka.

      Delete
  6. Hoax cepat sekali beredar ya, bikin pusing menghentikannya. Apalagi kalau udah share ke group terus share lagi, huhu.... semoga penyebar hoax bisa tobat ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itulah, mata rantainya panjang sekali ya. Tantangan besar memang, Mbak.

      Delete
  7. AKu pikir yang namanya berita hoax itu gak bisa deicari tahu kebenarannya, karena biasanya malah diangkat ke publik seolah olah berita benar, kadang juga menjadi bahan diskusi.

    Semoga dengan adanya UU yang mengatur berita hoax ini, semua berita bohong bisa segera teratasi dan gak bikin resah masyarakat lagi.

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^