Ketika Air Menjadi Musuh, Saatnya Introspeksi Diri

Meninjau kembali, mengapa banjir besar Januari 2019 terjadi dan bagaimana menyikapinya.

Saking terbiasanya sehari-hari menemukan air dengan mudah, kita bisa terlupa menjadikannya sebagai bahan diskusi. Padahal peran air sedemikian penting dan benarlah kata pemeo: ketika kecil dia menjadi kawan, ketika banyak dia menjadi lawan. Tentunya masih ingat kan bencana banjir luar biasa yang baru-baru melanda banyak kabupaten di Sulawesi Selatan? Selain di Sul Sel, bencana banjir hingga banjir bandang juga melanda daerah-daerah lain di Indonesia seperti Jawa Barat dan Papua.

Ketika banjir meluas di provinsi ini bulan Januari lalu, Sungai Jeneberang menjadi satu nama yang sering disebut-sebut. Sungai yang memiliki panjang antara 75 – 80 km mengalir dari timur ke barat dari Gunung Bawakaraeng dan Gunung Lompobattang menuju ke Selat Makassar ini menjadi pembawa dan penyimpan sedimen. Sungai Jeneberang tidak hanya melintasi Kota Makassar. Namun juga melalui kabupaten-kabupaten ini: Maros, Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Selayar, dan Sinjai.


Realita di Balik Bencana Banjir Januari 2019


Jurnalis senior Harian Kompas - Reny Sri Ayu pada diskusi media AKU CINTA AIR BERSIH yang diinisiasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar dan Cognito Communication, bekerja sama dengan Suntory Garuda pada tanggal 21 Maret lalu membeberkan hasil penelusurannya bersama tim jurnalis di sekitar Sungai Jeneberang.

“Sungai Jeneberang itu sudah rusak dari hulu ke hilir. Di hulunya ada pembukaan lahan besar-besaran. Hutan di hulu sudah berubah menjadi lahan tanam kentang, bawang, cabe, dan lain-lain. Di sepanjang DAS ada penambangan pasir dan batu. Di daerah hilir sudah menjadi pemukiman, air dari Sungai Jeneberang masuk ke kanal-kanal yang juga menjadi tempat pembuangan sampah warga,” Kak Reny memaparkan temuannya di lapangan.

Kak Reny mengimbau para jurnalis untuk tidak sekadar meliput, melainkan juga mencari tahu seperti apa sebenarnya penyebabnya. Perlu diketahui, dalam satu dekade terakhir, banjir yang terjadi pada Januari lalu itu merupakan banjir terparah yang telah menerjang 53 kecamatan di 9 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan.

Agam Qodri Sofyan - Ketua AJI Makassar


Menurut Kak Reny, liputan banjir yang laporannya sudah keluar sekira sebulan setelah peristiwa itu akan menjadi pengingat dan tindakan mitigasi bahwa kita punya potensi bencana besar yang harus diperhatikan dan ditindaki oleh semua pihak agar tak terjadi lagi bencana yang jauh lebih besar. Menurutnya, edukasi masyarakat mengenai bahaya pontensi banjir besar ke depannya penting dilakukan.

Fakta Kerusakan Alam dan Selanjutnya Apa?


Ahli Manajemen Sumber Daya Air - Andang Suryana Soma, S.Hut., MP., Ph.D – dosen Prodi Kehutanan dan Magister Pertanian Universitas Hasanuddin menjelaskan siklus air. Uap air selalu mencari daratan karena tekanannya lebih rendah. Hujan lebih sering terjadi di dataran tinggi karena tekanan udara di dataran tinggi lebih rendah daripada di dataran rendah.Kemampuan penyediaan air bersih itu penting karena hampir 90% dari tubuh kita terdiri atas air.

Selain itu, air juga dominan keberadaannya di bumi ini. Sebagian besar – sekira 97% air di muka bumi ini merupakan air laut. Fresh water hanya 3%. Dari 3% ini terbagi-bagi lagi: ada dalam bentuk es 68%, ground water 30,1%, yang lainnya di permukaan 0,59%. Nah, dari 0,59% itu hanya sisa 0,3% ada di danau, rawa, dan sungai. Jadi, yang kita konsumsi ini hanya sekitar 0,3%. Sebagiannya yang menjadi air tanah secara simultan akan bergerak ke dalam laut melalui siklus hidrologi.

Andang Suryana Soma, S.Hut., MP., Ph.D -
Ahli Manajemen Sumber Daya Air.

Pak Andang memaparkan masalah utama kita terkait air adalah kuantitas air yang sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang makin menurun. Jadi ingat, Sabtu dan Ahad kemarin air PDAM di daerah saya mati huhuhu.

Kualitas air menyangkut beberapa parameter, di antaranya adalah bau dan kandungannya. Salah satu isu besar adalah ditemukannya mikroplastik di dalam kandungan air. Apa penyebab masalah air ini? Nah, terkait lagi siklus air. Apa yang pelu kita ketahui terkait hal ini?

Materi Pak Andang
Salah satu yang disebutkan Pak Andang adalah di kota Makassar adalah menurunnya siklus air setiap tahunnya pada saat kemarau sedangkan pada saat musim hujan malah berlebihan sehingga terjadi banjir. Selain itu, masalah lainnya adalah meningkatnya volume air setelah hujan. Pada saat banjir pada bulan Januari lalu, volume hujan di sungai meningkat karena curah hujan sangat tinggi. Berdasarkan data BMKG misalnya, curah hujan di Maros adalah 197 mm/jam.

Well, tahu tidak apa yang dimaksud dengan “197 mm/jam”? Maksudnya adalah jika hujan turun di atas daerah datar maka ketinggian airnya 197 mm atau 19,7 cm. Bayangkan jika air di daerah hulu turun dan tidak ada air yang menyerap masuk ke dalam tanah akibat tak ada hutan yang menahannya? Nah, seperti itulah yang terjadi saat musibah banjir di Sulawesi Selatan baru-baru ini.

Padahal, di daerah hulu itu seharusnya menjadi daerah resapan air. Namun kini telah beralih fungsi menjadi lahan pertanian. Lalu bagian tengah yang seharusnya lahan pertanian sudah berubah menjadi yang lain.  Seharusnya air serapan dari daerah hulu (bagian atas) bisa dipergunakan untuk pertanian di bagian tengah.

Ekosistem DAS - materi Pak Andang

Seperti yang sudah saya tuliskan di atas tadi, dari 3% fresh water di bumi, 30%-nya berupa ground water. Nah, sayangnya di hulu tak bisa lagi memasukkan air ke dalam bumi untuk ground water yang 30% itu. Pada kejadian bencana banjir kemarin, biasanya yang mengalir hanya 0,3% kali ini yang 30%-nya (yang seharusnya masuk ke dalam tanah) juga ikut turun dari hulu terbawa banjir.

Setelah itu apa yang terjadi? Ada longsor, aliran air dari pertanian di daerah hulu ikut tergerus, terbawa banjir karena kekuatan vegetasinya tak cukup kuat menyimpan air. Di Sapanang (Jeneponto), ada 3 sungai bertemu hingga terjadi air bah.  

Ka - ki: Pak Andang, Bu Ulfa, Pak Yerki, Mbak Reny,
dan Pak Takenobu Shiina.

“Sebenarnya yang jadi masalah di Jeneberang adalah Jenelata. Longsor di Jenelata ada sekitar 254 meter kubik, sekitar 470 hektar, berdasarkan penginderaan jarak jauh. Apa yang terjadi di Makassar? Semua air lari ke Makassar,” ucap Pak Andang.

Di Makassar sendiri ada 2 DAS (daerah aliran sungai), yaitu DAS Jeneberang dan DAS Tallo. Air yang sampai ke Makassar bukan hanya air melainkan sudah bercampur tanah. Tahun 2004 penah terjadi longsor sebesar 243 juta meter kubik dari Gunung Bawakaraeng, inilah yang setiap tahun masuk ke dalam dam Bili-bili. Perilaku penambangan juga harus menjadi perhatian karena belum memperhatikan aturan konservasi.


Seperti yang kita ketahui bersama, Gunung Bawakaraeng ini secara ekologis berperan penting sebab menjadi sumber penyimpan air untuk Kabupaten Gowa, Kota Makassar, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Sinjai.

Vegetasi (kehidupan (dunia) tumbuh-tumbuhan atau (dunia) tanam-tanaman) memasukkan air ke dalam tanah menjadi ground water tetapi itu terjadi jikalau vegetasi yang dimaksud berupa hutan yang berperan penting dalam menyimpan air.


Nah, balik ke Jenelata. Di hulunya sudah menjadi lahan pertanian. Di puncak gunung sudah menjadi sawah, bagaimana sanggup memasukkan air ke dalam tanah? Itu salah satu pertanyaan besarnya. Di akhir presentasinya, Pak Andang merekomendasikan hal-hal yang harus dilakukan untuk mengatasi kerusakan lingkungan:
  • Perlindungan daerah resapan.
  • Pelarangan penebangan hutan dan pembukaan hutan.
  • Pelarangan penambangan liar.
  • Perlindungan dari pencemaran.
  • Mengatasi sampah plastik.
Diskusi ini mengupas mengenai lingkungan dari beberapa sudut. Agam Qodri Sofyan – Ketua AJI Makassar mengharapkan ajang ini supaya memberi manfaat kepada jurnalis/penulis sebagai garda terdepan informasi publik sehingga tidak sekadar menyadur. Selain jurnalis dan akademisi, ada pula dari birokrasi dan korporasi sebab soal lingkungan bukan hanya tanggung jawab pemerintah namun tanggung jawab kita semua.

Mizuiku

Suara Birokrasi dan Korporasi


Dr. Ulfa Tenri Batari, M.Pd mewakili Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Gowa  (DR. Salam, M.Pd) menyampaikan mengenai program edukasi di kabupatennya terkait pelestarian lingkungan. Menurutnya, Dinas Pendidikan Kabupaten Gowa sudah mengedukasi anak-anak mulai TK, SD, hingga SMP.

Diharapkan nantinya akan menjadi karakter dan nilai yang dibawa oleh anak-anak. Anak-anak dengan melihat langsung keadaan pasca bencana baru-baru ini misalnya, bisa digugah kesadarannya. Kurikulum ramah berbasis lingkungan diterapkan sebelum terjadinya bencana. Misalnya dengan membuat pola hidup yang baik di sekolah dan di rumah, contohnya mengajarkan anak menggunakan air secara hemat, buang sampah pada tempatnya, dan program “satu anak satu pohon”. Kelak, anak-anak ini – menjadi tongkat estafet yang akan memberikan edukasi kepada orang tua dan lingkungannya.


DR. Ir. Yerki Teguh Basuki, MBA – Direktur Operasional PT Suntory Garuda Beverage. Di Indonesia, Suntory mengakuisisi Garuda Beverage menjadi Suntory Garuda dan mempunyai 1 pabrik di Gowa. Pak Yerki menceritakan mengenai komitmen pelestarian air oleh Suntory. Ada 3 hal yang dilakukan, yaitu:
  • Reduce dalam operasional, misalnya dengan mempertimbangkan peralatan yang pemakaian airnya lebih sedikit.
  • Reuse, pemakaian kembali sisa proses produksi.
  • Recycle, melakukan treatment tertentu sehingga air bisa dipakai kembali.
Pak Yerki juga menjelaskan sedikit mengenai program edukasi Mizuiku, mencakup: pendidikan di dalam kelas dan pendidikan di luar kelas untuk anak-anak sekolah. Selain itu, juga melakukan kolaborasi seperti yang dilakukan dengan AJI Makassar ini.



Mr. Takenobu Shiina – Component Sustainability Director Suntory Holding Japan menyampaikan belasungkawa akan bencana banjir bulan Januari lalu. Pak Shiina juga menyampaikan rasa peduli dengan program pelestarian air bersih di Gowa dan Makassar karena bahan baku dari beberapa produk Suntory adalah air. Makanya Suntory sangat peduli akan kelestarian sumber daya air dan punya progam-program untuk itu.

Salah satu program pendidikan yang akan diterapkan di Indonesia oleh perusahaan yang sudah berusia lebih dari 100 tahun ini bernama Mizuiku – Aku Cinta Air Bersih. Ditujukan untuk anak-anak sekolah dasar, Mizuiku (mizu: air, iku: pendidikan) memberi perhatian pada konservasi hutan. Pilot project Mizuiku ini akan melibatkan sekitar 1000 siswa dan guru dari 15 sekolah dasar di Makassar, Gowa, Banjarbaru, dan Banjarmasin.

Di Jepang, Suntory beroperasi sembari tetap memperhatikan kelestarian air, begitu pun di Indonesia. “Listen to the voice of nature. This is our responsibility,” sebagaimana disampaikan Pak Shiina melalui presentasinya.

Makassar, 27 Maret 2019

Baca tulisan saya terkait bencana besar banjir bulan Januari lalu:
Tulisan lain tentang AIR:
Baca juga tulisan saya tentang pengelolaan sampah:
Baca juga 3 dari banyak kisah saya bersama AJI Makassar:


Share :

13 Komentar di "Ketika Air Menjadi Musuh, Saatnya Introspeksi Diri"

  1. ini memang masalah serius yang kadang tidak dihiraukan. hanya didengar dan dikaji ketika ada bencana.

    kebetulan sekali saya juga merasakan hal yang sama di Jayapura.
    orang-orang kaget ketika beberapa tempat mengalami banjir, sesuatu yang selama bertahun-tahun nda pernah dirasakan. apalagi ketiga ada bencana Sentani yang sampai merenggut nyawa ratusan orang.

    di situ baru sadar kalau ada yang salah dengan penanganan lingkungan hidup di Papua, khususnya di kota Jayapura.

    Bagaimana dengan Makassar? yah, sedihnya karena Makassar - dan sekitarnya - sudah termasuk buruk penanganan lingkungannya. tempat air biasanya lari sekarang sudah jadi perumahan, bahkan pantai di depan kota pun ditimbun. mau bagaimana lagi? pemegang kuasa hanya peduli pada uang, uang dan uang.

    kita rakyat kecil? ya siap-siap jadi korban

    ReplyDelete
  2. Air bisa jadi teman tapi bisa juga jadi musuh. Semoga gak pernah lagi terjadi banjir di Kota Makassar yang bisa menghambat semua aktivitas kita dan kita semua jadi lebih tergerak untuk mau mencintai lingkungan hidup di sekitar kita, termasuk dengan tidak boros dalam pemakaian air bersih.

    ReplyDelete
  3. "ketika kecil dia menjadi kawan, ketika banyak dia menjadi lawan" bukannya ini pameo untuk api yah kak? etapi sama sih. air kalau kebanyakan jadi masalah juga.

    ReplyDelete
  4. Air memang mestinya jadi sahabat manusia, namun kalau tidak dikelola, khususnya dipelajari perilakunya, bakal jadi musibah.

    Di Dubai, pemerintah dan masyarakat tak pernah begitu khawatir soal air,khususnya limpahan air hujan karena memang sangat jarang terjadi hujan. Kalau ada bisa dihitung hanya 1-2 kali dalam setahun ada hujan.

    Sayangnya, karena abai dan merasa tak penting, jalan2 kota berikut pemukimannya tidak mengantisipasi luapan air hujan yang berlebih. Drainase dibuat tak begitu besar. Hasilnya, ketika terjadi hujan deras dalam waktu lama, akhirnya air tergenang dan banjir terjadi.

    Itu contoh kurang jelinya pemerintah (meski KAYA) thd bahaya air yang tidak dikelola baik.

    ReplyDelete
  5. Sejatinya, bagian tubuh makhluk hidup didominasi oleh air yang membangun sel, jaringan, organ lalu individu. Dalam kondisi survival pun kita dianjurkan untuk selalu dekat dengan sumber air.

    Masalah yang muncul kemudian adalah masalah bersama sehingga pemecahannya pun harus menjadi solusi bersama, bukan saling lempar tanggung jawab antar instansi. Pola hulu ke hilir harus seimbang dengan aktivitas ekonomi masyarakat sehingga ada penyadaran tentyang arti penting kehadiran mereka dalam relung ekosistem.

    Saya yang sebelum kejadian banjir kemarin masih sempat menyambangi salah satu wilayah di lereng Bawakaraeng. Di sana, saya menjumpai blok penanaman yang cukup luas dengan logo pemerintah terkait. Hanya saja kekecewaan saya pun terbentuk akibat pemilihan jenis yang menurut saya keliru, yaitu pinus. Entah dengan alasan apa, mungki karena mudah tumbuh atau punya nilai jual di masa yang akan datang (baik getah maupun wisata). Tapi dalam posisi itu juga kurang pas sebab masih dalam kawasan lindung yang layaknya menjadi kawasan penyanggah.

    Dalam bidang pertanian juga sangat penting untuk menanamkan ke petani agar menghindari pola monokultur karena jelas pola ini sangat rawan pada posisi hasil pun dampak lingkungan jangka panjang. QS. Al An'am (99), Al Nahl (11), Yaasin (33-35), Abasa (27-31), Qaaf (9-10) adalah contoh ayat-ayat yang menyebutkan tanaman pertanian. Jika ditelaah tak ada satu ayat pun yang menyebutkan tanaman secara tunggal, pasti bersanding atau jamak misal dengan kata "buah-buahan". Indikasinya jelas, pentingnya pola polikultur.

    Belum lagi aktivitas di sekitar sungai dan permukiman... hmmmm sangat kompleks.

    ReplyDelete
  6. Reduce, Reuse, Recycle, sebuah program yang bagus khususnya dalam penggunaan air.

    Berbicara mengenai air, di Singapore karena kekurangan air, seluruh air baik dari kotoran manusia (air kencing) didaur ulang kembali dan dapat diminum kembali :)

    ReplyDelete
  7. Peristiwa banjir Januari kemarin semoga bisa jadi pelajaran buat masyarakat sekitar ya kak, agar lebih peduli dengan lingkungan dan cinta terhadap air bersih. Setidaknya dengan kesadaran menjaga lingkungan denhan baik? kejadian yang tidak diharapkan itu bisa dihindari atau tidak lagi terulang di masa-masa mendatang.

    ReplyDelete
  8. Deh kak, saya sendiri kalo mengingat banjir kemarin itu suka sedih lho. Karena pasti bencana itu bisa ada karena ulah manusia sendiri. Hal simple mi kak kayak sampah. Sampe sekarang heranka, masa sih objek wisata yang jadi icon kota Makassar Pantai Losari masih ada sampah bisa di liat dengan mudah disana? Malu bangetka kurasa. :(

    ReplyDelete
  9. Benar juga yah : " para jurnalis untuk tidak sekadar meliput, melainkan juga mencari tahu seperti apa sebenarnya penyebabnya".

    Nah ini yang jarang dilakukan para jurnalis.. :(

    ReplyDelete
  10. "Listen to the voice of nature, this is our reponsibility." Setuju sekali dengan ini. Kitalah yang harus mengerti alam, karena kita yang numpang hidup di dalamnya. Soal banjir ini butuh kerja keras dari semua pihak. Percuma juga ada regulasi dll tapi kalau penerapannya juga tidak tegas, dan masyarakatnya juga sebodo amat war wer buang sampah ke sungai. Memberi pendidikan ke anak2 tentang air memang sangat perlu karena merekalah yang akan mengubah masa depan. Yang tua-tua sudah terlanjur bebal, susah dibilangin. Kedengarannya skeptis, tapi kenyataannya memang begitu sih...

    ReplyDelete
  11. Beberapa tulisan tentang bencana Banjir Bandang termasuk tulisan kak Niar, sebenarnya harus semakin menyadarkan bahwa tata kelola alam -di kota maupun di desa- tidak boleh main-main. Bencana Sentani jadi pelajaran besar, kerusakan ekologi laiknya bom waktu untuk kerusakan lebih besar.

    ReplyDelete
  12. Gambarnya Mizuiku lucu banget... :D

    Habis mikir kaya gitu, aku baru sadar klo itu pake kata "air" dalam bahasa jepang. Padahal waktu sekolah dulu pelajaran favoritku bahasa jepang, tapi sadarnya lama banget hehe

    Mizuiku-nya Suntory itu semacam kelas edukasi utk anak2 sekolah ya mbak?
    Jadi penasaran kaya gimana ngajarin ke anak2 kecil utk lebih peduli terhadap air bersih & lingkungan... :)

    ReplyDelete
  13. Setuju dengan materi kak Reny. Pada bagian wartawan semestinya juga belajar dan mencari tahu penyebab terjadinya banjir bandang di Gowa beberapa bulan lalu. Hal yang tak disangka memang, bahkan tak terduga kejadian itu bisa terjadi. Kami sebagai warga Gowa bahkan kaget tak menyangka hasil dari banjir itu yg mengakibatkan banyak korban meninggal dan kerugian materi.

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^