Obrolan Tentang Hadiah dari Seorang Caleg

Saya tidak nguping pembicaraan tentang hadiah dari seorang caleg, baik sengaja ataupun tidak. Soalnya ibu itu meng-on-kan speaker ponselnya. Dengan ponsel tertempel di telinga, dia berbicara dengan suara keras. Niat si ibu mau bertamu, menemui orang tua saya. Tapi sekira 10 – 15 menit dia berbicara di telepon, membiarkan saya menungguinya.

Tanpa memberikan kesempatan kepada saya untuk mengatakan sesuatu – bahwa kedua orang tua saya sedang keluar rumah saat itu sementara tanpa permisi, si ibu terus saja ngobrol dengan seseorang di HP-nya di teras kami. Tinggallah saya yang bengong sambil menata aneka perasaan yang berkecamuk.

Tidak sopan rasanya kalau saya meninggalkan si ibu di teras padahal banyak hal yang ingin saya kerjakan di dalam rumah. Tapi si ibu koq ya gitu, dia ngobrol dengan seorang ibu di ujung sana seperti sedang teleponan di rumahnya sendiri.


Sungguh sebuah situasi yang menggemaskan. Rasanya tak mungkin juga saya sela pembicaraan mereka dengan mengatakan, “Bu, orang tua saya tidak ada. Saya sendirian di rumah dengan setumpuk pekerjaan yang harus saya selesaikan. Sebaiknya ibu pulang saja.” Atas nama rasa kesopanan masyarakat, saya menungguinya ngobrol. Berdiam diri di teras sembari tersenyum kecut dalam hati karena keki. Yang tuan rumah siapa, ya, Bu?

Untungnya juga volume speaker HP-nya keras sekali Saya jadi punya hiburan selama berkorban perasaan menungguinya. Isi pembicaraannya membuat saya terkejut. Tentang pemberian kain seragam bagi sekelompok ibu di sebuah wilayah dari salah seorang calon legislator. Mirip sogokan tapi bukan karena kainnya hanya diberikan kepada yang memang mau memilih si caleg. Pemberiannya bukan untuk membujuk orang-orang untuk memilihnya namun lebih seperti tanda ikatan.

Perempuan yang menemaninya ngobrol membujuk si ibu untuk “memilih paket” caleg kotamadya dan caleg provinsi yang diusungnya karena menurutnya “bisa dipegang”. Saya mengartikannya, kedua caleg perempuan yang disebut namanya itu punya perhatian kepada kepentingan mereka – menyimpulkan dari pembicaraan kedua orang ini.

Ibu yang duduk di teras rumah kami terdengar agak keberatan memilih caleg tingkat provinsi yang diusung si penelepon. Katanya di periode barusan ini, ketika menjabat anggota legislator itu tidak mengakomodasi keinginannya.

Kita’ kan tidak mengajukan proposal lagi, Bu?” si penelepon membela calonnya.

Saya sebagai pendengar pasif, daripada nganggur bego sok-sok menganalisa pembicaraan mereka. Menurut saya memang caleg sebaiknya diingatkan akan janjinya. Bisa jadi sebenarnya mereka belum berjanji tetapi baru memikirkan usulan warga di saat melakukan kampanye.

Bisa jadi apa yang diusulkan warga
tidak masuk akal untuk mereka wujudkan
namun saat berkampanye kan
tidak mungkin langsung menolak, kan ya.
Bisa jatuh pasaran do’i. 😀
Namanya juga manusia, ya.
Siapa tahu si caleg lupa.
Bolehlah diingatkan. Kalau mungkin
tidak memadai usulan kita,
bolehlah mendengar alasannya mengapa. 

Kalau sudah dapat jawabannya, baru deh memutuskan apakah si caleg akan dikali nol atau dikali seratus. Maksudnya, dikali nol ya tidak akan kita perhitungkan lagi menjadi wakil kita, begitchu. Kalau jawabannya memuaskan ya cukupkan dukungan kita 100%!

Si ibu yang duduk di teras rumah kami menjelaskan beberapa program pribadi yang ingin diajukannya kepada salah satu caleg yang diusung peneleponnya. Di sini saya makin keki karena menurut saya seharusnya obrolan ini di-stop saja, katakan kepada penelepon kalau sedang ada keperluan di rumah orang. Tapi lagi-lagi, saya merasa tak berdaya karena usia si ibu ini jauh di atas usia saya 😞. Ah, saya terlalu sungkan padahal merasa menderita 😟.

Lha, begitu panjang-lebar dia menjelaskan inginnya supaya hal A diberikan dana untuk sesuatu, lalu pemberian anu untuk kelompok masyarakat tertentu, dan harapan-harapan lainnya. Hu hu hu, itu kan ndak urgent toh dibicarakan di teras rumah orang lain.

Acara bujuk-membujuk memilih caleg berulang kembali. Anjuran mengambil kain yang diberikan si caleg berulang lagi. Beberapa percakapan berulang lagi. Duh piye nasibku? Diriku belum mandi, mana harus mengerjakan sesuatu di media sosial yang harusnya dilakukan lebih setengah jam sebelumnya. Pasti jelek deh performance saya hari itu di mata penanggung jawab campaign. Mana pula tadi saya harus menjalankan kewajiban kepada orang tua dan kepada anak juga. 😰


Sempat terpikir untuk bersikap masa bodoh, mau masuk saja agar bisa mengerjakan hal-hal yang harus saya kerjakan tapi koq rasanya ndak sopan.

Sempat pula terpikir ingin menyapu teras rumah daripada hanya bengong mendengar percakapan si ibu yang terus saja menempelkan hand phone di telinganya itu. Tapi kayaknya ndak sopan juga, ya. Nanti saya dikira mengusirnya 😢.

Lalu saya merasa khilaf, ingin bertanya, “Bu, yang tuan rumah situ apa sini?” 😭

Rasanya panjang sekali waktu berlalu ketika permbicaraan sepihak itu pun berakhir. Si ibu masuk ke ruang tamu kami dan berkata, “Assalamu ‘alaikum. Ada Pak Marakarma?”

“Bapak lagi keluar, Bu. Sama-sama Mama,” saya menjawabnya sembari tersenyum semanis madu.

“Oooh. Ada yang saya mau tanyakan. Tapi ndak ada ki di’? Saya ke rumah sana saja bertanya, pale’. Terima kasih, sayang,” ucap si ibu.

Fiyuh. Tak pernah terduga sebelumnya saya akan berada di posisi ini. Kalau kalian jadi saya, apa yang kalian lakukan, Gaes?

Makassar, 3 Desember 2018



Share :

22 Komentar di "Obrolan Tentang Hadiah dari Seorang Caleg"

  1. Deh hahaha awkward momen ya kak.
    Serba salah. Mau diusir nda enak, mau ditinggal juga nda enak.

    Untung ada hiburan hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yah, begitulah, Daeng.
      Saya beruntung dapat hiburan.
      .
      .
      Dan dapat bahan tulisan :D
      .
      .

      Delete
  2. Eh kirain mau bahas yg bernuansa politis yg lebih dalam, hehe... Selamat mb, sdh mau berbaik hati menunggu baik2 ☺

    ReplyDelete
  3. Ya ampun mbak, dirimu sabar bgt hihihi...

    ReplyDelete
  4. hahaha, harusnya kita kasi tau kak bilang
    "bu tabe mau hujan, pulang maki"
    atau
    "bu tabe mauka keluar dulu dih, abis gula"

    saya pernah berada di posisi seperti ini tapi situasi dan kondisi yang berbeda.
    btw, kita nda bikinkan teh?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terus Iyan suruh pulang ki tamunya waktu di posisi saya?

      Bikin teh? Duh, ndak ji, terima kasih. Bisa sejam ki di rumah kalo saya bikinkan teh. Nanti ibu itu memutuskan menunggu sampai bapakku pulang, bagaimana?

      Delete
  5. Deh kalo saya langsungka bilang kak, ndak ada bapak dan saya sela pembicaraannya, bilang "Bu saya masuk dulu yah sebentar". Biarmi kalo dia mau lama-lama di luar XD
    Tapi biasa tong datang kepo ku satunggui selesai menelpon baru saya tanya, "Siapa itu bu?" Atau sa komporin "Masa bu, begitu kah?" Lambe turah wanna be X))))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha mau ka' juga kompori tapi nanti na matikan speaker-nya gang kan rugi ma', bahkan gosip dan bahan tulisan pun ndak dapat. Ini kan mending, dapat bahan tulisan :D

      Delete
  6. deh baik ta kak. kalau saya itu saya usirmi. tapi lumayan dih ada hiburan biar ma mi awkward momen ki :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu mi ... lumayan, mana mamo saya tahu nama yang disebut hahaha.
      Ada tommi juga bahan tulisanku toh :D

      Delete
  7. Kalo saya mungkin jadi kepo tanyain siapa caleg yang dibahas di telepon itu, hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ada saya tulis di atas, Mam:

      "... Saya mengartikannya, kedua caleg perempuan yang disebut namanya itu punya perhatian kepada kepentingan mereka – menyimpulkan dari pembicaraan kedua orang ini ..."


      Peneleponnya menyebut dua nama caleg hahaha. Saya tahu dan ingat sekali namanya sampai sekarang.

      Delete
  8. Wuih sabarnya Dek Niar, kalau saya kutinggalkanmi terus pura-pura cuek. Eh sadis juga ya saya, daripada pakaballisi hehehe

    ReplyDelete
  9. tidak enaknyami diposisita kak. kekanan salah kekiriki juga salah. tapi kalau saya sepertima mami ery kutanyaki siapa caleg yang dibahas

    ReplyDelete
  10. Di tahun politik memang banyak hadiah yang beredar. .Bisa dikatakan masyarakat ulang tiap minggu kerna bnyaknya hadiah yang bagikan..metode pendekatan ke masyarakat dengan hadiah udah fenomena biasa di musim Caleg..kalau saya ada mi 4 hadiahku.. Di tolak ngak enak, yah terima ajha semua. .Terutama hadiah kalender 2019 ..

    ReplyDelete
  11. Saya tipikal yang ekspresif, susah menyembunyikan raut wajah kalo pas lagi bete begini, langsung ki berubah ekspresiku kak. Kupasang mi kapang muka bete ku. Hohohoho..

    ReplyDelete
  12. astagaaaa haahhahahahah lucunya kak kalau saya mungkin juga melakukan hal yang sama wkkwkwkwkwkwk asal anakku bersedia kerjasama kalo sekarang duozam ditanyain langsung deh nunjukin saya ada dimana wkwkkw

    ReplyDelete
  13. Nda sampe ji 5 menit di ruang tamu dih kak, lebih lamaki tunggui masuk hahahaha serba salah juga kalau kayak gini posisinya. Tapi salut karena kak Niar bersikap sebagai rumah yang baik, meskipun hati agak gimana hahaha

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^