Mengenang Sosok Haryadi Tuwo dari Babul Jannah

Qadarullah, pemilihan hari berkegiatan saya tepat lagi. Rasanya seperti dituntun Yang Maha Kuasa ketika saya memilih ikut materi Kelas Handal Digital di Google Gapura Digital pada tanggal 28 April, bukannya 29 April. Karena pada malam hari tanggal 28 April, berita duka disiarkan lewat pengeras suara masjid dekat rumah. Salah seorang tokoh di lingkungan kami, sosok yang saya hormati meninggal dunia. Namanya Pak Haryadi Tuwo sehingga saya bisa melayat dan ikut shalat jenazah pada tanggal 29-nya.

Pak Haryadi, semasa hidupnya mengambil peran sebagai penggerak masyarakat. Tanpa diminta pun, dirinya senantiasa berinisiatif untuk melakukan sesuatu. Beberapa kali saya menyaksikannya bercerita dengan bersemangat mengenai keinginan dan harapannya demi melihat masyarakat, terutama anak-anak di sekitar kami menjadi baik.

Sumber foto: akun IG Raoda
Saya tinggal di lingkungan yang stratanya menengah ke bawah. Banyak hal tak terduga terjadi di sini, termasuk pada anak-anaknya. Keriuhan biasa terjadi di sini. Banyak yang mengaku miskin tetapi senang bermain petasan, misalnya. Anak-anaknya pun dibiarkan bermain petasan murahan hingga mengganggu tetangga. Tak semuanya seperti itu, sih. Ada juga yang menjaga anak mereka dengan baik.

Yang terjadi pada anak remaja dan di atas usia remaja lebih beragam lain. Saya tak hendak membahasnya di sini, yang membacanya bisa salah persepsi dan berkomentar yang tak pas. Hanya saja, ingin saya kemukakan bahwa Pak Haryadi yang senantiasa peduli, tak henti memikirkan apa yang hendak dia lakukan untuk masyarakat. Tak pernah berpikir adakah uang yang akan dia terima, bahkan uang pribadinya tak segan dikeluarkannya mengingat beliau tak memiliki pekerjaan tetap.

Kegiatannya sehari-hari adalah sebagai guru mengaji dan guru sekaligus pendiri TK dan TPQ Babul Jannah yang sering menjadi imam dan penceramah di masjid di lingkungan kami dan sekitar sini. Bayaran dari jasanya, benar-benar lillahi ta’ala. Tak pernah dipaksanya para santri untuk membayar uang bulanan. Namun tak pernah uang menjadikannya menyerah. Tetap saja dirinya bersemangat melakukan kebaikan. Untuk dua kegiatan sosial, saya pernah bekerja sama dengannya.

Ketika hendak megadakan kegiatan edukasi pencegahan kekerasan seksual terhadap anak untuk ibu-ibu lingkungan sini, yang digagas oleh IIDN (Ibu-Ibu Doyan Nulis) Makassar bekerja sama dengan LeMina (Lembaga Mitra Ibu dan Anak) beberapa tahun lalu, saya memintanya untuk mengumpulkan ibu-ibu, para peserta FGD (focus group discussion). Walaupun mengatakan tak mudah mengumpulkan para ibu di sini, Pak Haryadi tetap mengusahakan mengumpulkan mereka dan merelakan rumahnya kami tempati. Cerita di balik pelaksanaan acara bisa dibaca di tulisan berjudul Buah Manis dari Rentetan Proses yang Seperti Kebetulan.

Ketika memimpin rapat bulan Maret lalu. Sumber foto: akun Instagram Raoda
Begitu pun ketika saya menceritakan kepadanya, hendak mendatangkan dari pulau Jawa Mas Sinyo Egie – pendiri Yayasan Peduli Sahabat yang concern kepada pendampingan penyuka sesama jenis yang ingin kembali straight – ingin kembali fitrah di tahun lalu, Pak Haryadi Tuwo menyambutnya dengan bersemangat. Ketika saya mengatakan akan membawanya memberikan edukasi di masjid dekat rumah kami, beliau banyak membantu dalam mengurus perizinan dengan ketua RT, RW, dan lurah setempat. Pak Haryadi rela berjalan kaki keluar masuk gang demi mengumpulkan peserta yang potensial mendapatkan edukasi itu.

Saat saya meminta rumahnya menjadi tempat persinggahan Mas Sinyo sebelum ke masjid, beliau meminta saya membicarakannya dengan ayah saya. “Kenapa bukan di rumah ta’?” tanyanya.

“Ah, malas ka’, Puang bicara sama bapakku. Soalnya bapakku pesimis ki kalau diajak bicara hal seperti ini. Negatif-negatifnya saja yang dibicarakan, tidak optimis. Na kita maunya optimis. Saya mau bicara dengan kita’ mo saja,” ucap saya.

Bukan bermaksud menyalahkan ayah saya. Kegiatan kami ini kegiatan sosial. Dana datangnya dari para donatur. Saya dan teman-teman panitia memulainya dengan tekad bulat, dengan dana amat minim dari kocek sendiri sebelum rangkaian sosialisasi Peduli Sahabat benar-benar terlaksana. Ayah saya memang bukan orang yang tepat untuk diajak membicarakan hal seperti ini. Ketakutannya mengenai hal-hal yang bisa menjadi hambatan terlalu besar. Ayah saya memang belum pernah menggerakkan sebuah kegiatan sosial, berbeda dengan Pak Haryadi yang tak punya ketakutan semacam itu makanya saya hanya mau berbicara dengannya.

Pak Haryadi tertawa ringan. “Iya, ndak boleh ki’ pesimis. Harus optimis,” ucapannya menenangkan saya.

Maka segala persiapan dilakukan. Ketika donasi terkumpul, saya memberikannya kepada Pak Haryadi agar beliau dan putrinya Raodah bisa menguruskan konsumsi untuk acara di masjid sementara saya mengurus hal-hal lain.

Ketika mendampingi para santrinya tampil di panggung pada tahun 2012

Besar sekali bantuan beliau dan putrinya kala itu sehingga akhirnya sosialisasi mengenai Peduli Sahabat dan bahaya pergaulan bebas sesama jenis berhasil terselenggara di masjid kami (saya menyebutnya masjid kami karena terletak di lingkungan kami). Cerita lengkapnya mengenai sosialisasi dan penyelenggaraan di masjid kami bisa dibaca di tulisan berjudul Sosialisasi Peduli Sahabat: Ujian Atas Kesungguhan dan Keyakinan dan Sosialisasi Peduli Sahabat: Atasi Kecanduan Pornografi dengan Menjadi Sahabat Anak.

Sebulan sebelum kepergiannya, saya memenuhi undangan rapat di rumahnya, untuk membicarakan mengenai ujian dan wisuda santri TPQ yang diasuhnya. Ketika itu yang datang rapat adalah para orang tua santri dan santriwati di TPQ dan TK Babul Jannah yang didirikannya. Putri saya Athifah adalah salah satu santriwatinya. Dengan bersemangat dia menjelaskan seperti apa pilihan penamatan TPQ dan TK yang bisa dipilih orang tua.

Beberapa masalah yang dihadapinya terkait anak-anak yang diasuhnya juga dikemukakannya kepada orang tua. “Saya tidak permasalahkan kalau anak-anak main-main. Tapi saya tidak suka sekali kalau mereka baku ejek nama bapak,” tukasnya. Sebelum rapat itu, saya memang mendengar dari putri saya kalau beberapa anak mengaji suka saling olok nama bapak masing-masing. Beberapa hari setelah rapat itu, dari rumah saya mendengar suara Pak Haryadi memarahi anak-anak yang mengolok-olok nama ayah dari temannya.

Kegiatan tahun 2012, untuk menggembirakan santri-santrinya

Pak Haryadi Tuwo – sosok bapak tua ini sepertinya akan terus lekat dalam ingatan saya. Tak banyak orang yang sepertinya. Kalau punya keinginan dalam kebaikan, langsung dilaksanakan meski ada yang menentangnya. Tapi sebagai orang tua, beliau mendengarkan saran bahkan tak segan meminta saran kepada yang lebih muda dalam menjalankan misinya. Tak pernah takut miskin dan lelah dalam berbagi ide, tenaga, dan rupiah. Tak banyak orang yang saya kenal yang seperti beliau. Semoga Allah merahmatinya dan melapangkan kuburnya, juga memberikan nikmat yang tak terhingga sampai tiba Hari Pembalasan. Semoga semua yang telah dilakukannya, termasuk mengajar ketiga anak saya menjadi amal jariyah baginya.

Makassar, 22 Mei 2018

Baca juga kisah-kisah Pak Haryadi berkaitan dengan TK dan TPQ Babul Jannah di kategori Babul Jannah

Share :

5 Komentar di "Mengenang Sosok Haryadi Tuwo dari Babul Jannah "

  1. inna lillahi wa inna ilaihi raajiun

    ReplyDelete
  2. Aamiin. Semoga almarhum dilapangkan kuburnya ya, Mbak.

    ReplyDelete
  3. makasih sharingnya,turut mendoakan agar beliau diterima amal baiknya di sisiNya

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^