Patta Giling dan Dedikasinya Melalui Bank Sampah

Patta Giling dan Dedikasinya Melalui Bank Sampah ini merupakan bagian akhir dari rangkaian tulisan tentang pelopor bank sampah di Makassar. Di tulisan ini saya menceritakan percakapan saya dengan (almarhum) Pak Patta Giling – sosok paling penting di balik berdirinya Bank Sampah Pelita Harapan. Ketiga tulisan sebelum ini adalah Perjalanan Mencari Bank Sampah di Makassar, Pendar-Pendar Cahaya dari Balik Sampah, dan Sosok Inspiratif di Balik Bank Sampah di Makassar. Kesemua tulisan ini pernah dimuat di Blogdetik. Sayangnya sekarang blog di Blogdetik sudah tidak ada lagi. Untuk mengabadikan kisah bank sampah ini, saya memindahkan tulisan saya ke sini.


Pak Patta Giling mengajak saya dan suami melihat-lihat gudang sampah. Berdindingkan seng bercat hijau, bangunan sederhana itu menampung “aset” bank sampah. Tak mendapatkan orang yang menyimpan kunci gudang, kami hanya berdiri sambil ngobrol di depan bank sampah. Di bawah pintu terlihat sampah plastik bekas kemasan minuman.

Pak Patta Giling adalah ketua RW IV Kelurahan Ballaparang Kecamatan Rappocini, di mana Bank Sampah Pelita Harapan beroperasi. Bank sampah ini dibentuk tahun 2011 atas inisiatif Pak Patta dengan mengajak sejumlah warga berpartisipasi. Dari yang semula hanya memiliki 6 nasabah, kini Bank Sampah pelita Harapan sudah memiliki 177 nasabah dari berbagai golongan, tidak hanya golongan menengah ke bawah. Bahkan ada perusahaan yang menjadi nasabahnya.

Untuk menggerakkan warga agar mau menabung di bank sampah, Pak Patta memberi syarat harus membuka rekening di bank sampah bila membutuhkan tanda tangannya. Ia pasti menandatanganinya. Selain itu ada syarat lain: warga harus memiliki paling tidak satu jenis tanaman di depan rumahnya. “Satu saja, biarpun tanaman beluntas,” kata Pak Patta.
Ayo ke bank sampah ....

Warga antre dengan sampah masing-masing

“Awalnya, saya melihat kegiatan bank sampah di Yogya. Saya pelajari dan coba terapkan di sini. Ternyata bisa. Tapi memang tidak mudah karena tokoh masyarakat harus memberi contoh, harus juga punya rekening bank sampah. Jangan seperti DPR. Di sana mau mempraktikkan bank sampah tapi anggota DPR sendiri tidak buka rekening di bank sampah,” Pak Patta melajutkan ceritanya.

Untuk memotivasi, Pak Patta melakukan bermacam-macam hal. Di antaranya adalah sampah yang disetor tidak harus banyak. Warga bisa meminjam uang bila kesusahan dan mengembalikannya tanpa bunga. Setiap tahun ada hadiah bagi semua nasabah. Khusus di tahun ini ada 5 hadiah utama untuk nasabah yang beruntung (saya sudah menceritakan tentang ini di tulisan berjudul Sosok Inspiratif di Antara Sampah).

“Banyak yang bertanya, kenapa bisa tanpa bunga?” Pak Patta mengajukan pertanyaan retoris.

“Iya Pak, itu juga yang mau saya tanyakan,” celetuk suami saya.

“Keuntungan bank sampah besar, lho. Bisa tiga ratus persen. Keuntungan itulah yang dipergunakan, dikembalikan kepada masyarakat,” tambah Pak Patta.

Pak Patta menjelaskan ia tergerak mengatasi masalah sampah ini sebab sampah menjadi masalah bersama dewasa ini. Setiap orang menghasilkan dua kilo gram sampah setiap harinya. Kalau tidak ditangani dengan baik, sampah akan menggunung[1]. Untungnya bank sampah sekarang sudah menjadi syarat mutlak penilaian adipura. Yang bisa menerima adipura adalah daerah yang memiliki bank sampah. Tak ada bantuan pemerintah yang didapatkan oleh Bank Sampah Pelita Harapan namun ada sedikit bantuan dari Unilever, seperti buku tabungan dan hadiah-hadiah untuk nasabah.

Almarhum Patta Giling (kanan bawah) sedang menjelaskan perihal bank sampah
yang dikelolanya.
Sandal dari sampah
Ia berharap perkembangan bank sampah yang dikelolanya bisa diduplikasi di daerah-daerah lain, “Saya belum berhasil sebenarnya. Karena jumlah kepala keluarga di sini ada 450 orang sementara yang jadi nasabah cuma seratus tujuh puluh. Bank ini bagus sekali diterapkan. Andai setiap kelurahan punya satu saja bank sampah, itu sudah bisa membantu mengatasi masalah sampah di lingkungan kita.”

Usaha Pak Patta Giling sudah mulai banyak yang mengapresiasi. Beberapa daerah mengundangnya untuk mengadakan sosialisasi tentang bank sampah, hingga dari luar Sulawesi. Di Kabupaten Bone Bolango – Provinsi Gorontalo misalnya, sudah menerapkan bank sampah dan berhasil. Masih ada undangan yang belum bisa dipenuhinya karena saat ini ia masih dalam pemulihan setelah diserang stroke setahun yang lalu.

Sembari berbincang-bincang dengan Pak Patta, saya melihat kesibukan di sekitar bank sampah. Sejumlah ibu dan anak-anak menarik karung-karung berisi sampah dari rumah mereka menuju tempat penimbangan. Beberapa ibu mengambil posisi sebagai pemilah sampah. Bu Husmiana dan Sri Nusran siap di tempat tugasnya. Menyenangkan melihat aktivitas itu, apalagi melihat anak-anak yang dengan buku tabungan di tangan begitu bersemangat menyetorkan tabungan mereka.

Seorang ibu paruh baya keluar dari sebuah rumah bertingkat dua di dekat kami. Rumahnya bagus. Ibu itu bolak-balik membawa sampahnya ke bank sampah. Bank sampah memang sudah menjadi bagian dari warga di sini sehingga menabung di bank sampah tidak dianggap hina.

Sampah yang diterima di bank sampah, dikelompokkan lagi
Komposter
“Pak, nanti fotonya di-blur-kan kalau ada yang tidak mau difoto di sini,” ujar suami saya.

“Ah, tidak apa-apa. Foto saja. Warga di sini sudah biasa diliput,” kata Pak Patta.

“Kalau ada orang yang meminta izin kepada saya untuk mewawancarai warga, saya katakan silakan saja. Tidak usah minta izin. Di sini tidak ada yang disembunyikan. Kalau hal yang tidak benar mungkin bisa minta izin. Ini kan tidak. Silakan wawancarai warga sini, tanyakan apa manfaat bank sampah bagi mereka, tidak perlu minta izin,” Pak Patta menoleh kepada saya, ia tersenyum mengatakan ini.

“Ada anak es de yang nilai tabungannya sudah enam ratus ribu rupiah. Warga di sini sekarang tidak mau kehilangan bank sampahnya. Biar dibayar uang dua juta misalnya tapi disuruh berhenti jadi nasabah, mereka tidak akan mau. Karena mereka sudah merasakan sekali manfaatnya,” tambah Pak Patta.

Pak Patta Giling menyatakan senang sekali bisa berbagi dengan kami. Sekali lagi ia menekankan bahwa dirinya berharap bank sampah bisa diduplikasi di tempat-tempat lain di seluruh Indonesia untuk kemaslahatan bersama. “Siapa lagi yang bertindak kalau bukan kita,” begitu pesan Pak Patta.

Makassar, 10 Desember 2014

Selesai

Update:

Air menggenang di pelupuk mata saya usai mengedit tulisan ini. Teringat kabar yang saya terima bulan lalu dari Ulfah, seorang kenalan yang ternyata bertempat tinggal di RW yang bank sampahnya saya ulas ini. Ulfah melihat saya re-share status tentang bank sampah pada tahun 2014 dan mengatakan bahwa Pak Patta Giling sudah meninggal.

Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Semoga segala dedikasimu terhadap Bank Sampah Pelita Harapan dan warga RW IV Kelurahan Ballaparang Kecamatan Rappocini mendatangkan amal jariyah yang tak henti bagimu, Bapak. Terima kasih atas perbincangan kita tempo hari dan ketulusan luar biasa menerima kami saat itu. Terima kasih.



Baca juga:





[1] Di kota Makassar saja jumlah sampah bahkan mencapai 550 ton atau setara dengan empat ribu meter kubik perhari. Sumber: http://www.makassartv.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=13227:sampah-masih-jadi-masalah-di-kota-makassar&catid=3:berita-umum&Itemid=56 (diakses 10 Desember 2014)




Share :

5 Komentar di "Patta Giling dan Dedikasinya Melalui Bank Sampah "

  1. Saya sedang belajar memilah sampah lagi Mbak, pengen bikin komposter biar sampah rumah tangga nggak terlalu banyak. Nah, karena di sekitar saya blm ada bank sampah, mgkn sampah anorganiknya saya jual dl aja kali ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mbak, mending dijual karena bisa didaur ulang, kan.

      Delete
  2. Inspiratis banget ya mba, terlebih masalah sampah ini sangat komplek.

    ReplyDelete
  3. Kami di sini wajib memilah sampah dan semoga kebiasaan baik ini akan terus dilakukan dimana pun kita berasa, termasuk di tanah air. penting untuk memilah sampah dan membantu proses recycling

    ReplyDelete
  4. Di jkt aja aku blm banyak menemukan rt rw yg melakukan hal ini :( . Padahal hrsnya sbg ibukota memberikan cth duluan yaaa.. Msh banyak bgt sampah2 tetangga yg aku liat dicampur semuanya. Dulu pas aku ke jepang, penanganan sampahnya bgus banget. Dipilah.. Even utk rumah tangga. Samoe di apart yg kita inapin, ownernya udh bilang, sampah jgn dicampur, dibuang sesuai tong nya. Dan kita dilarang utk buang sendiri sampahnya keluar krn dia msh blm yakin kita udah bener Ngelakuin

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^