Sharing Kepenulisan Bersama 2 Ibu yang Doyan Nulis

Takdirlah yang membuat saya dan Haeriah Syamsuddin sepanggung pada Sesi 2 Sharing Kepenulisan Bersama Penulis IIDN Makassar pada tanggal 11 April lalu di Toko Buku Gramedia Mal Ratu Indah Makassar.

Weh, sepanggung katanya? Gaya ya hahaha. Padahal cuma sekursi untuk berdua. Lebih tepatnya sesofa. Sebuah sofa dipersiapkan untuk kami. Tempat saya dan Haeriah duduk selama Sharing Kepenulisan berlangsung.

Mulanya saya berusaha mengatur agar saya kebagian di sesi terakhir saja. Tetapi setelah geser sana, geser sini, menyepakati waktu dengan kawan-kawan IIDN Makassar, rupanya saya kebagian keloter kedua bersama Haeriah Syamsuddin. Yah, sudah takdirnya, dua ibu rumah tangga berbagi bersama.


Saya dan Haeriah memiliki banyak persamaan. Kami sama-sama ibu rumah tangga yang aktivitasnya di dalam rumah saja dan kami sama-sama doyan nulis. Persamaan lainnya adalah: kami tak memilik asisten rumah tangga. Jadi kami sama-sama berusaha menyiasati waktu untuk bisa menulis di sela-sela urusan rumah tangga. Daaan .... kami lahir di tahun yang sama, juga tinggal di jalan yang sama, jaraknya hanya kira-kira 300 meter (penting ya .... catat hahaha).

Perbedaannya, Haeriah lebih fokus menulis buku solo. “Nafasnya lebih panjang,” istilah saya. Dia mampu menyelesaikan sebuah buku dalam tempo 1 bulan. Sementara saya lebih suka menulis yang pendek-pendek, seperti tulisan-tulisan yang ada di blog ini. Namun bukan berarti saya tak menulis buku. Saya juga berusaha supaya karya-karya saya tercetak di atas kertas.

Foto: Kak Arniyati Shaleh

Kali ini, Sharing Kepenulisan dipandu Ida Basarang sebagai moderator. “Gadis multitalenta,” demikian julukan Kak Arniyati kepadanya. Gadis? Iya. Jangan salah. Walaupun naman IIDN berarti Ibu-Ibu Doyan Nulis, anggotanya banyak yang masih gadis lho. Ada yang masih mahasiswi. Tapi kalau Ida ini bukan gadis biasa, lho. Dia seorang dosen yang suka fotografi dan berkomunitas. Saat ini ia tergabung dalam beberapa komunitas. Makanya Kak Arni menjulukinya “gadis multitalenta”.

Sekilas, peserta sesi 2 ini tak seramai sesi 1 yang lalu. Tapi antusiasme peserta lebih terasa di sesi 2 ini. Beberapa mahasiswi yang memang khusus menghadirinya, bertanya banyak hal, mengeluarkan berbagai uneg-uneg, dan berdiskusi tentang banyak hal dengan kami sehingga tak terasa waktu sudah mau habis.

Serunya, ada buku yang dibagi-bagi di sesi ini, sponsornya adalah Umma Azura – penanggung jawab buku antologi Storycake Berpikir Positif yang baru terbut akhir tahun lalu.

Walau dinyatakan "terbuka untuk umum", peserta didominasi perempuan
Foto: Kak Arniyati Shaleh

Seorang mahasiswi beruneg-uneg tentang betapa seringnya ia kehilangan tulisan-tulisannya. Baik itu pada buku catatan, pada HP, komputer, maupun di dunia maya. Tak ada yang bisa disarankan padanya selain: sesegera mungkin memindahkan tulisan dari dunia nyata ke dunia maya.

Ada yang bertanya tentang bagaimana bisa termotivasi dan bersemangat menulis. Juga agar tak down jika menemui kegagalan seperti tulisan tak kunjung dimuat di media atau hilang. Haeriah mengatakan, kalau kita memang suka menulis maka waktu untuk menulis memang harus diadakan. Ia menulis di sela-sela mengurus rumah tangga dan kelima anaknya. Laptop yang digunakannya sudah on usai shalat subuh. Setiap ada kesempatan, ia “kembali ke laptop”, untuk mengerjakan tulisan. Para peserta tentu bisa melihat dengan jelas, selama talkshow, 3 putrinya berada di dekatnya terus. Si bungsu Hilya (usianya kira-kira 3 tahun) malah selalu kembali ke pangkuannya dan sempat rewel karena mengantuk.

Saya berbagi cerita mengenai 300 – 400 lomba yang pernah saya ikuti. Dengan jumlah yang sebanyak itu, apakah saya selalu menang? Tidak sama sekali. Apakah saya putus asa? Alhamdulillah, tidak.

Dan tentang tulisan-tulisan yang dimuat di media, sejak tahun 2013 baru belasan tulisan saya yang dimuat di media cetak baik lokal maupun nasional. Tahu, tidak ada berapa naskah yang telah saya kirim ke media-media cetak? Puluhan! Dan alhamdulillah, saya belum putus asa, tuh. Hingga saat ini saya masih suka mengirim tulisan ke media cetak.

Kekalahan dan kegagalan memang bisa menyakitkan tapi kalau sering kalah, rasa sakit itu tak signifikan lagi. Ibaratnya jatuh dari ketinggian, setiap kekalahan menyumbang satu bantal untuk mengalas badan saya yang terjatuh. Makin lama bantal-bantal tersusun semakin tinggi dan kekalahan atau kegagalan bukan masalah lagi.

Dan sebenarnya kekalahan atau kegagalan itu sejatinya bukanlah kegagalan. Karena dengan demikian, jam terbang kita di dunia menulis semakin bertambah. Malcolm Gladwell (tempo hari saya lupa namanya, Malcolm ini penulis buku-buku Psikologi Sosial) mengatakan, "10.000 hours of practice can make you an expert" ,– berlatih selama 10.000 jam bisa membuatmu menjadi ahli. Nah, saya sedang meniti jalan menuju 10.000 jam itu. Apakah ini sebuah kerugian? Tidak, kan?

Untuk menjaga semangat menulis, bergabung di komunitas bisa menjadi salah satu cara. Dalam komunitas, kita bisa saling menyemangati. Dan, untuk sebuah kesenangan, siapa pun akan berusaha mengusahakan waktu melakukannya, kan? Lihat saja para penggemar binatang, mereka bisa saja menyempatkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk bercanda dengan binatang peliharaannya. Atau bagi seseorang yang punya hobi tertentu, pasti akan menyempatkan diri walau sebentar untuk melakukan hobinya. Begitu pun dengan menulis, Kawan!

Bagi-bagi buku dari Umma Azura (PJ Storycake Berpikir Positif)
Foto: Kak Arniyati Shaleh

Ada pula yang bertanya tentang bagaimana membuat tulisan nonfiksi yang menarik. Kebetulan, saya dan Haeriah memang menulis nonfiksi. Haeriah sebenarnya bisa menulis fiksi tapi akhir-akhir ini ia lebih senang menulis nonfiksi, terutama nonfiksi islami. Sementara saya, belum tertarik menulis fiksi. Menulis nonfiksi lebih menyenangkan bagi saya. Bukan buat gaya-gayaan lho, ya. Ini menyangkut selera saja. Sama seperti kesukaan terhadap makanan tertentu, dalam menulis pun setiap penulis punya kesukaan tertentu.

Baik Haeriah maupun saya, sama-sama bingung kalau ditanyakan tentang teori. Bagi kami, menulis itu ya menulis saja, tidak usah berpikir tentang teori. Namun kami mencoba membagikan beberapa hal yang kami lakukan. Haeriah mengatakan, “Banyak membaca.”

Kalau saya, hanya menceritakan pengalaman saya selama ini. Jadi, ini yang saya lakukan untuk mencoba memperkaya tulisan nonfiksi:
  • Belajar sedikit tentang teknik penulisan fiksi, seperti bagaimana menuliskan deskripsi tempat atau suasana yang baik. Sesekali menyelipkan deskripsi bagus juga.
  • Belajar teknik penulisan dialog yang tidak membosankan. Dalam tulisan yang tidak bersifat formal, saya suka menyelipkan dialog supaya pembaca tidak bosan.
  • Mempertinggi jam terbang dalam menulis. Semakin sering menulis, rasanya semakin ringan untuk membuat tulisan dalam topik-topik berbeda.
  • Untuk opini di koran, biasanya yang dimuat itu yang topiknya sedang hangat-hangatnya dibicarakan orang. Atau pada hari-hari spesial semisal Hari Kartini, kirimkan tulisan tentang perempuan. Di tahun lalu, menjelang Sumpah Pemuda, saya mengirimkan tulisan bertema spirit Sumpah Pemuda dan dimuat di Harian Fajar.
  • Untuk opini, berusahalah jeli “menangkap” dan meramu bahan tulisan. Pada sebuah tulisan saya meramu kejadian yang saya alami dengan materi dari sebuah seminar pendidikan, dan pendapat psikolog yang saya wawancarai.

Haeriah dan dua gadis ciliknya
Foto: Kak Arnoyato Shaleh
Tentu saja, Haeriah dan saya juga membagikan cerita mengenai proses lahirnya buku-buku kami. Haeriah menceritakan tentang buku Para Abdullah di Sekitar Rasulullah, Tiket ke Surga, dan Muhammad the Real Motivator (buku Brain Game untuk Balita tidak sempat disinggung) dan saya menceritakan tentang proses terbitnya buku Agar Dicintai Suami Layaknya Sayyida Khadijah. Tentang ini sudah pernah saya tulis di blog IIDN Makassar. Bisa dibaca di sini bila berminat mengetahui proses lahirnya buku-buku kami, diterbitkan di penerbit mayor, hingga mejeng di Gramedia seluruh Indonesia.

Mudah-mudahan Sharing Kepenulisan Bersama Penulis IIDN Makassar yang kami selenggarakan bisa bermanfaat bagi banyak orang, tekhusus bagi diri kami sendiri. Senang sekali bisa berbagi. Terima kasih kepada Toko Buku Gramedia Mal Ratu Indah yang telah memberikan kesempatan ini.

Makassar, 21 April 2015



Share :

8 Komentar di "Sharing Kepenulisan Bersama 2 Ibu yang Doyan Nulis"

  1. saya juga cuma nulis di blog doang
    belum bisa bikin buku
    tapi kapan2 pengen banget bikin buku

    ReplyDelete
  2. Asik banget ya kalau ada acara seperti ini...pasti banyak dapat ilmu...

    ReplyDelete
  3. Itu yang bercadar juga penulis yah???

    ReplyDelete
  4. saya pengen banget bikin buku solo mak (ngayal dulu) :D

    ReplyDelete
  5. ada beberapa tulisan yang dimuat di media cetak, yang di"diamkan" di redaksi juga banyak. tapi tetap semangat. menulis dan terus menulis, tidak menyerah. terima kasih artikelnya.

    ReplyDelete
  6. Keren ya mbak, salut banget.
    Untuk nulis, jujur masih tahap berusaha disempatkan. Alhamdulillah tetap ada posting mingguan. Kadang bisa 2-3 kali posting. Kembali ke kita

    ReplyDelete
  7. Saya baru bisa menulis di blog, belum bisa buat buku yang menarik... masih menjadi cita-cita...

    ReplyDelete
  8. ibu-ibu yang kreatif, tidak hanya berdiam diri dirumah ya tapi menghasilkan sesuatu

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^