Stifin: dari Karakter Diri Hingga Karakter Bangsa dan Hubungan Suami istri

Tulisan ini merupakan kelanjutan dari 2 tulisan sebelumnya (baca di sini dan di sana)

Sesi ketiga WSL 1 dibawakan oleh Pak Alif ‘Abata’ Kaharuddin. Pada sesi ini, Alif banyak memberi penjelasan mengenai hal-hal yang sudah disampaikan di sesi pertama dan kedua. Ada beberapa istilah yang bisa lebih saya mengerti di sesi ketiga ini.

Pada sesi ini saya mencoba mengingat-ingat semua materi yang sudah diberikan. Sulit sekali bagi saya yang intuiting ini untuk menghafal sementara saya harus bisa menyerap sebanyak mungkin informasi mengingat akan ada ujian WSL 1 yang harus kami kerjakan nanti.

Untungnya ada gambar dan pola yang bisa saya pelajari. Alif pun memulai materinya dengan memberikan pola: menggerakkan tangan kanan ke atas seolah-olah gerakan mencakar di udara. Seperti yang telah dipelajari, informasi dari kelima (sidik) jari menggambarkan keadaan kecerdasan kita. Jari-jari tangan kanan juga berasosiasi dengan gambar “perbedaan dan dan persamaan mesin kecerdasan” pada materi yang diberikan. Dengan mengamati pola ini, menjadi lebih mudah bagi saya mengingat-ingat sebagian materi.


Alif 'Abata' Kaharuddin
Dari sidik jari, dapat diperoleh informasi mengenai jari yang mana terkait dengan bagian otak yang mana. Sidik jari adalah eksistensi sistem otak, syaraf, dan DNA. Dengan demikian, diperoleh korelasi ini:
  • Jempol à sensing                                                                    
  • Jari telunjuk à thinking
  • Jari manis à intuiting
  • Jari kelingking à feeling
  • Jari tengah à instinct

Tes Stifin pada mulanya mampu menjawab pertanyaan: di mana simpul syaraf yang paling dominan di otak? Pada belahan otak sebelah mana, lapisan otak sebelah mana? Lalu dari situ bisa digali jutaan informasi lagi.

Stifin menyempurnakan teori-teori yang sudah ada, yaitu:
  1. Teori Fungsi Dasar dari perintis dari psikolog Swiss bernama Carl Gustav Jung yang mengatakan bahwa terdapat empat fungsi dasar manusia yakni fungsi penginderaan (sensing), fungsi berpikir (thinking), fungsi merasa (feeling), dan fungsi intuisi (intuition). Dari empat fungsi dasar itu, hanya salah satu diantaranya ada yang dominan.
  2. Teori Belahan Otak dari neurosaintis bernama Ned Hermann yang membagi otak menjadi empat kuadran yakni limbik kiri dan kanan, serta cerebral kiri dan kanan.
  3. Teori Strata Otak Triune (tiga kepala menyatu) dari neurosaintis Amerika, Paul MacLean yang membagi otak manusia berdasarkan hasil evolusinya: otak insani, mamalia, dan reptilia.


Di sesi ini, Alif menjelaskan tentang banyak hal:
  • Relasi antar individu yang terkait mesin kecerdasannya. Ada hubungan saling mendukung, menaklukkan, score of spouse (antara suami-istri), score of love (tentang daya tarik antara laki-laki dan perempuan), pasangan paling berisiko, hubungan segi tiga.
  • Teori strata genetika dan hirarkinya (dibandingkan antara pengaruh mesin kecerdasan, kapasitas hardware dan drive kecerdasan bagi individu).
  • Personaliti genetika dan karakternya.
  • Hal-hal yang sesuai/tidak sesuai untuk masing-masing mesin kecerdasan, seperti cara belajar yang sesuai, tipologi fisik, risiko penyakit, organ tubuh yang rentan terkena penyakit, olah raga yang sesuai, dan lain-lain.
  • Antropologi negara-negara (dalam hal mesin kecerdasan yang dominan).
  • Pengaruh  Fenotip = Genetika + Lingkungan dan perbedaan instilan introvert dan extrovert secara genetika dan fenotip.

Fiyuh, begitu banyak informasi yang saya terima sejak pagi. Kepala saya yang berdeyut-denyut sejak sehari sebelumnya belum berhenti juga berdenyut-denyut. Tiga hari ini kondisi badan saya sedang tidak fit setelah mengalami mencret-mencret dua hari sebelumnya. Dalam kondisi tidak enak badan, saya harus menyerap banyak informasi dan mengerjakan ujian WSL 1. Namanya workshop, jamak ada tes di penghujungnya, demikian pula WSL 1 ini. Kelulusan pada tahap ini menjadi persyaratan untuk mengikuti ujian tahap berikutnya bagi yang berkenan melanjutkan pengenalannya terhadap Stifin.

Lima puluh soal berhasil juga saya selesaikan dengan susah-payah. Kepala saya makin terasa berdenyut-denyut, membuyarkan konsentrasi saja. Saya tak sanggup lagi menelusuri dari awal jawaban saya, apakah  benar atau salah. Kali ini saya melanggar apa yang selalu saya perintahkan kepada anak-anak: “koreksi kembali hasil ujian, jangan buru-buru mengumpulkannya”. Saya tak tahan lagi menatap huruf-huruf pada lembaran soal. Saya memberikan kode kepada seorang panitia untuk mengumpulkan hasil pekerjaan saya. Masih ada waktu 5 menit tapi sudahlah, saya tak sanggup berpikir lagi.

Di sesi berikutnya, para peserta diberi kesempatan untuk bertanya kepada Farid Poniman. Beberapa pertanyaan yang diajukan, dijawab dengan gamblang, jelas, dan terperinci oleh Farid.

Pertanyaan pertama yang dijawab Farid adalah pertanyaan saya mengenai score of spouse (pada pasangan suami istri) yang nilainya nol. Stifin bisa membantu pasangan suami istri untuk lebih saling mengenali dan memahami pasangan masing-masing. Bila ada masalah (dilihat dari score of spouse-nya), bisa dicarikan jalan keluar. Satu catatan saya garisbawahi di sini adalah bahwa mau tidak mau, “frekuensi spiritualitas” pasangan suami istri haruslah sama/dipersamakan agar bahagia.

Kepada seorang penanya yang mempertanyakan kesahihan Stifin, Farid menjelaskan bahwa peluang error Stifin hanya 5%. Reabilitasnya bagus, diulang-ulang pun hasilnya sama saja. Dari PDF berjudul Palugada, saya mendapatkan infomasi ini: berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh lembaga independen, dari 352 orang yang melakukan tes ulang, satu bulan setelah tes sebelumnya, hanya 3 orang yang hasilnya berubah. Di samping itu, 95 persen dari 60 ribu orang yang pernah dites mengakui validitasnya sebagai “gue banget”.

Mengenai pertentangan dengan sebagian psikolog, Farid membuka peluang untuk bersama-sama mendiskusikan Stifin sebagai konsep. Karena sebagian psikolog meragukan Stifin sebagai alat tes.

Sayangnya tak semua pertanyaan bisa dijawab karena keterbatasan waktu tetapi panitia mengatakan pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab akan dijawab melalui e-mail.   Hasil ujian sudah bisa diketahui, nama-nama mereka yang lulus ditempel di pintu depan Hotel Lamacca. Surprise, saya dan suami saya lulus! Alhamdulillah. Nilai saya hanya sedikit di atas batas nilai: 54 (batasnya 52) sedangkan suami saya nilainya 64.

Hari ini fisik saya lelah luar biasa tapi manfaat yang saya peroleh juga luar biasa. Jadi makin mengenali diri sendiri, juga makin mengenal suami. Terima kasih Stifin, terima kasih Bu Sengngeng, terima kasih Pak Alif.

Makassar,  2 Maret 2015

 Tamat


Share :

12 Komentar di "Stifin: dari Karakter Diri Hingga Karakter Bangsa dan Hubungan Suami istri"

  1. Berar bangeett materinya. Kayaknya saya ga akan sanggup nulis materi seberat itu secara detail :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkin karena saya suka belajar ini, Mak. Ini pun belum detail sekali karena saya tidak bisa membeberkan semua isi workshopnya. Ini baru garis besarnya saja, ditambah pengalaman saya yang tak seberapa :)

      Delete
  2. Dih kalo saya ampun2 nan nerima materi kebut2 tan gitu. Cpt sembuh mbak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah sudah sembuh koq Jiah. Cuma saya memang suka materi begini ... dan diundang pula, jadi harus hadir :)

      Delete
  3. Baca aja ikut puyeng mbak, apalagi ikut workshopnya.

    ReplyDelete
  4. hemmm,....harus baca pelan-pelan kayanya nih mak, materinya lumayan jelimet xixixii

    ReplyDelete
  5. Replies
    1. Terima kasih Pak Asep, ini liputan suka-suka, belum bahasa jurnalistik :)

      Delete
  6. panggah gak mudeng iki mbak, perlu mbaca berulang neh #menolaktua

    ReplyDelete
  7. Mantap reportasenya bu Niar, izin share ya...

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^