Waspada, Raja dan Ratu Tega Ada di Mana-Mana!

Prihatin nonton berita tentang pengosongan paksa sebuah rumah oleh aparat kepolisian. Melihat ada aparat kepolisian di lokasi, saya menduga bahwa kesalahan ada pada pemilik rumah yang tengah disengketakan. Maksudnya, secara legal, rumah tersebut bukanlah milik orang yang menempatinya. Disebut-sebut sebuah BUMN adalah pemilik sah dari rumah itu. Ah, mengapa ngotot kalau bukan miliknya?

Seorang perwira tinggi tampak beradu mulut dengan seorang lelaki – anak pemilik rumah. Anak pemilik rumah itu mungkin sepantaran dengan saya usianya atau tak jauh beda. Dengan beraninya, anak pemilik rumah tersebut mengadu argumennya dengan perwira polisi itu. “Waktu bapak saya masih menjadi direksi, rumah ini sudah dibelinya. Ada kesalahan pada administrasi BUMN!” ujar lelaki itu. Saat ribut-ribut terjadi di luar rumah, seorang ibu digotong ke luar rumah. Ibu itu mengalami serangan jantung!

Saya terkesiap. Bapak tua pensiunan pegawai BUMN itu pasti sudah berkarya sedemikian lama di BUMN itu dulu. Dari pihaknya mengatakan sudah membeli rumah itu. Tapi apa yang  lantas diperolehnya dari orang-orang yang berwenang di BUMN itu? Sebuah “ketegaan”!


Sumber: s727.photobucket.com
Sebagian dari kita tentu ingat kisah seorang ibu sepuh yang diperkarakan di pengadilan oleh anak dan menantunya sendiri karena menginginkan rumah yang ditempati ibu itu. Ini lebih tega lagi: ada anak kandung yang hendak merebut rumah ibunya ketika ibunya masih hidup!

Saya pernah mendengar cerita dari sumber yang dapat dipercaya mengenai sepasang orang tua yang diusir anaknya dari rumahnya hingga orang tuanya terpaksa menumpang tidur dari rumah kerabat yang satu ke rumah kerabat yang lain.

Saya juga pernah mendengar cerita serupa dari orang lain yang juga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, tentang anak-anak yang ingin menguasai harta orang tuanya. See? Ternyata raja dan ratu tega seperti mereka bukan hanya ada di sineteron-sineteron Indonesia. Orang-orang seperti itu ada di dunia nyata!

Mengapa mereka setega itu, konon ada campur tangan orang tua di dalamnya. Orang tua mereka terlalu menyayangi anak-anaknya sehingga memberikan apapun yang dipinta meski itu harus dengan menumbalkan segala barang berharga termasuk nyawa sendiri. Anak-anak itu tak pernah ditegur atas kesalahan yang dilakukan, juga tak pernah memahami konsekuensi dari kenakalan-kenakalan yang mereka lakukan. Apapun bebas mereka lakukan. Takkan ada teguran, apalagi hukuman.

Ada anak-anak yang bisa membalas budi baik orang tua dengan menyadari kesalahan dan berubah menjadi baik, tapi tidak dengan anak-anak ini. Mereka terlena akibat sudah kadung akrab dengan anak-anak iblis yang selalu membisikkan hasutan-hasutan kejamnya. Kenakalan kecil hingga kejahatan besar seperti berbuat durhaka sudah tak ada bedanya rasanya dengan kesenangan yang mereka peroleh dari berfoya-foya. Tak ada itu hitam dan putih. Yang ada cuma satu warna: hitam semata.

Bagaimana manusia bisa tega kepada manusia lainnya, kita tak habis pikir. Tak berapa lama setelah menonton berita tentang pensiunan BUMN yang diusir dari rumahnya sendiri, saya menyaksikan berita tentang seorang ibu muda yang tega membuang bayinya ke dalam sungai. Jasad sang bayi tak ditemukan. Si ibu berdalih terjepit secara ekonomi. Suaminya hanyalah seseorang berpenghasilan kecil. Air susunya tak keluar sementara tak ada uang untuk membeli susu bayi. Sebelumnya si ibu sempat berakting seolah-olah bayinya diculik. Sebenarnya dia tak berniat membunuh, hanya hendak meletakkan bayinya agar sesiapa yang menemukan si bayi bisa merawatnya. Ia panik karena ketahuan, lantas membuang darah dagingnya sendiri. Malang nian nasibnya, polisi menciduknya. Sang suami jatuh pingsan!

Ibu muda itu diduga berkepribadian impulsif, yaitu memutuskan sesuatu tanpa pertimbangan yang masak ketika ada dorongan sesaat yang sayangnya sesat. Kita mungkin tak habis pikir, kenapa ada ibu setega itu.

Seram memang, tapi begitulah  kenyataannya. Di mana-mana bukan hanya ada anak yang tega berbuat jahat pada orang tuanya. Orang tua pun banyak yang tega pada anaknya. Ketika dorongan sesaat yang sesat membiarkan setan menari-nari di sekelilingnya sembari meniup-niupkan mantera jahat, mereka pun memutuskan melakukan hasratnya.

Ini pelajaran besar bagi saya agar jangan sampai masuk ke dalam korps raja dan ratu tega. Juga menjadi sesuatu yang harus saya garisbawahi agar anak-anak saya kelak tak menjadi anggota korps ini. Bagaimana caranya, saya harus mulai berbenah diri melalui introspeksi diri dan melakukan permak diri. Juga harus sesegera mungkin menerapkan metode pengasuhan yang tepat bagi ketiga anak saya. Mudah-mudahan Tuhan menjauhkan kami dan kita semua dari korps raja dan ratu tega ini. Mudah-mudahan kita tak perlu berurusan dengan mereka sampai hari kiamat.


Makassar, 9 Januari 2014 


Share :

34 Komentar di "Waspada, Raja dan Ratu Tega Ada di Mana-Mana!"

  1. Kasus-kasus tega yang menyedihkan ya mbak... semoga kita terhindar dari melakukan kesalahan fatal yang menzalimi orang lain. Amin

    Menurut saya untuk kasus rumah BUMN atau rumah dinas memang harus 'tegas tentang aturannya' di awal ya mbak... Saya sempat tinggal di rumah dinas awal2 masa suami tugas dulu... tetangga kanan kiri malah pensiunan semua yg sebenarnya harus sudah 'pindah' dan sayangnya lalu mewariskan atau menjual rumah dinas itu.. Itu juga tdk benar kan?, Sayang pegawai muda yang masih belum mapan. :) yg harusnya 'disokong' di awal.

    Makasih sharingnya mbak..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya sering nonton berita di televisi tentang sengketa rumah dinas, Mbak. Jadi bingung sendiri, ya kenapa bisa aturannya tidak tegas, atau ada apa. Kalau yang saya tulis ini, si bapak konon sudah membelinya, pihak bapak ini menganggap kesalahan ada pada pihak BUMN. Kasihan juga kan ya sudah mengeluarkan uang untuk melunasi rumah tapi ternyata terusir :(

      Delete
  2. Kalau mbak niar hanya menyaksikannya di media, saya sudah begitu puas menyaksikan di dunia nyata. Sangat memilukan dan menyakitkan jika melihat itu semua, tapi apa daya terkadang hanya bisa mengelus dada dan sedikit bersimpati pada si korban. Ketika saat saya kecil mengira bahwa kisah malin kundang itu sangatlah tidak munkkin ada, tapi ternyata di dunia ini memang benar ada anak yg tidak mengakui ibu kandungnya dan ada juga beberapa yang menterlantarkan orang tua tidak mengurusnya saat tua dan sakit kemudian setelah meninggal baru menguasai harta hartanya yaitu sawah dan rumahnya. Dan masih banyak lagi yang saya saksikan........

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya pun menyaksikan beberapa, Pak Edi. Orang-orang perangainya macam2 ya

      Delete
  3. Hhmmm ...
    Pemikiran ini ada benarnya juga ...
    Tanpa bermaksud untuk menambah kesedihan si ibu yang harus keluar dari rumahnya karena bersengketa dengan anak kandung sendiri ...
    Kita patut bertanya ...apakah ada yang salah dalam hal mendidik anak tersebut ... Semoga kita semua bisa mengambil hikmah dari setiap peristiwa tersebut

    Salam saya Niar
    (9/1 : 14)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama Om ... Tanpa bermaksud untuk menambah kesedihan si ibu yang harus keluar dari rumahnya karena bersengketa dengan anak kandung sendiri ... saya juga kadang2 berpikir seperti yang Om Nh tulis. Karena pada beberapa kasus yang mirip sekali dengan itu, orng tua juga punya "andil" dalam membentuk watak anak :(

      Delete
  4. Kadang, tak selalu Raja dan Ratu tega itu dibentuk akibat pola asuh yang memanjakan mereka. Sebaliknya, pemberian hukuman yang terkadang tidak sesuai dengan kesalahan, ketiadaan penghargaan atas keberhasilan dan pencapaian, juga menjadi sebab terbentuknya karakter tega mereka di masa depan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju Mbak. Dan itu kembali kepada pola asuh orang tua. Malah kalo yang saya lihat, utk kasus seperti yang disebutkan Mbak Izzah, anaknya justru menjadi minderan dan sensi luar biasa. Jadi takut bergaul juga. Hm, mungkin bisa juga jadi raja dan ratu tega

      Delete
  5. Mak, bacanya ngeri ih.
    Entahlah Mak apa yg ada di pikiran mereka kok sampai setega itu.
    Smg kita dijauhkan dr sifat2 spt itu ya. Aamiin

    ReplyDelete
  6. Benar ya, Mak Niar, miris melihat hal-hal itu sekarang ini :(
    Dan aku juga berintropeksi diri semoga tidak menjadi bagian dari kelompok itu, dan mengajarkan anak untuk lebih berbudi pekerti luhur.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin semoga kita terhindar dari hal2 yang demikian ya Mak Injul

      Delete
  7. dunia semakin edan yah...
    smoga kita smua tetap dlilindungi dr hal2 seperti itu...
    smoga kita smua bs mendidik anak2, amanah dr Allah dgn baik...

    ReplyDelete
  8. Pada dasarnya negeri ini sudah terlalu banyak orang-orang yang merasa memiliki. Jadi menempati rumah dinas merasa menjadi miliknya dan ketika harusnya dialihkan ke yang lain tidak mau. Tinggal dilihat saja kepemilikannya punya siapa dan akad di awalnya bagaimana.

    Ngomong2 captchanya susah banget mbak huruf2nya terlalu panjang dan merepotkan. Kalau boleh saran diganti :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Berarti ada kerancuan ya Mbak kenapa terjadi dua pemahaman seperti ini.

      Saya bingung Mbak. Sy tidak pernah pasang captcha ataupun moderasi. Saya baru2 ngecek lagi, tidak ada juga terpasang di setting blog saya. Sepertinya ini "ulah" blogspot, memasang security-nya, Mbak :)

      Delete
  9. Kejadian raja tega dan ratu tega ini tidak bisa jadi merupakan penjumlahan kumulatif dari kejadian-kejadian sebelumnya. Kurangnya kepekaan dan rasa kekeluargaan sebagai salah satu budaya dalam penyelesaiaan masalah.
    Masalah yang ada seharusnya masih bisa dibicarakan, namun apa daya, ada yang salah terhadap nilai-nilai di masyarakat kita

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Bang Mandor. Sepertinya memang ada ketimpangan dalam budaya keluarga. Pastinya saluran komunikasi tersumbat sehingga membicarakan masalah bukan solusi. Orang Indonesia kan tidak terbiasa mengutarakan pendapatnya. Keluarga Indonesia banyak yang tidak membiasakan anak2nya membicarakan berbagai hal

      Delete
  10. Yah.. begitulah dunia.
    Semoga peristiwa2 itu bisa jadi pelajaran berharga utk kita semua, sehingga kita tidak jadi seperti mereka yg tega dan bisa mencegah generasi penerus menjadi seperti mereka, amiiin.

    ReplyDelete
  11. Putra dan putri mahkota yang tega pada raja dan ratunya juga banyak lho, Bu ... :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lah, itu di atas ada saya ceritakan, Kakak, hanya saya menyamaratakan penyebutan mereka dengan raja dan ratu tega. Kan kalo tegaan bagai raja dan ratu saja :D

      Delete
  12. Nyeseeeeek bacanya Mbak. Moga keluarga kita terhindar dari kejadian-kejadian seperti itu yah Mbak, aamiin...

    ReplyDelete
  13. Naudzubillah... Smg kita dijauhkan dari orang2 yang demikian.

    ReplyDelete
  14. Demikian halnya kehidupan tempo doeloe ketika anak-anak nabi Adam (Habil dan Qabil) yang di antaranya mebunuh yang lain, sekiranya memang sudah menjadi bagian dari drama kehidupan...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pelajaran dari masa lalu, berharga sekali ya Mas

      Delete
  15. kadang kalo ada berita yg macam begituan aku nggak menyimak mbak...nggak tega sebenarnya sih,,,cuma ntr komen kok bisa ya..kok tega ya....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Susahnya, begitulah faktanya, Mak. Setan tidak akan berhenti menggoda manusia sampai hari kiamat. Semoga kita terhindar dari yang seperti ini

      Delete
  16. Saya kalau melihat atau mendengar berita seperti itu sering ngelus dada. Kadang saya juga emosian dengan anak, tapi tak tega lah kalau seperti itu..

    ReplyDelete
  17. Saya baru aja kemarin baru sadar kena bohongi sama orang yang dulu numpang di rumah orang tua saya, Mak... Kecewa benar rasanya dibohongi, ditanya sodara saya kan mau meluruskan masalah, eeh, dianya malah fitnah saya.. Saya sms aja kan. Bukannya minta maaf malah dia balik marah. Pake sumpah bawa kata "demi Allah" pula. Astagfirullah... Kesal saya dibuatnya.

    Sesuai seperti kata Mak Mugniar ini, karena salah didikan. Org yg saya ceritakan ini dimanja sama nenek dan orang tuanya dari kecil dulu. Apa-apa keinginannya dituruti. Waktu kecil aja barang pemberian Mama' saya untuknya dibuangnya di depan Mama' saya, karena tidak suka. Neneknya bukan menegur, malah bilang ke Mama' saya, ganti barang yang dikasih. Jadi tak heran juga sih kalau begitu hasilnya. Naudzubillah. Semoga Allah melindungi kita dan keturunan kita dari kelakuan tidak tahu diri dan tega, aamiin...

    Thanks Mak Mugniar, udah sharing. Maaf ya, saya agak curcol.. :D

    ReplyDelete
  18. hanya satu yang bisa diucapkan mbak: naudzubillaahi min dzaalik.

    terima kasih sudah mengingatkan mbak.

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^