Karena Tak Mau Disalahkan

Athifah sudah mulai bisa protes bila menurutnya perlakuan kepadanya tidak adil. Ia sudah sering mengucapkan, “Kenapa Saya yang disalahkan?”

Waktu air ditumpahkan Afyad ke sekitar laptop milik kawan papanya sementara ia asyik main game terus dan tidak melapor sama sekali kepada saya, ia disalahkan. Karena biasanya ia tahu, untuk hal yang seperti itu ia harus melaporkannya supaya laptop tidak rusak.

Waktu ia dijatuhi hukuman tak boleh main game lagi oleh saya, ia diam saja. Tetapi ketika papanya iseng mengatakan, “Tidak boleh main hape!” Kontan nona mungil ini ngambek dan protes, “Kenapa Saya yang disalahkan? Kenapa tidak boleh main hape?”

Saat bertengkar dengan Affiq, ia beberapa kali mengatakan hal ini. Affiq memang suka usil padanya. Kalau dia memprediksi kata-katanya bakal membuat Athifah sewot, ia akan melakukannya berulang kali sampai Athifah menjerit-jerit. Benar-benar nona mungil ini, tak mau disalahkan sama sekali. Eh, memangnya ada yang mau saja disalahkan? He he he.


Mirip juga ceritanya dengan Ifa, ponakan saya (kelas 6 sekolah dasar, usianya 11,5 tahun). Kalau protes sama umminya (umminya itu adik saya, Mirna) ia berkata, “Tidak enak jadi kakak, selalu saja disalahkan. Lebih enak jadi adik.”

Mirna kemudian mengajaknya merenung …
“Siapa yang mau Ifa jadi anak pertamanya Ummi dan Abi?”
 “Allah,” jawab Ifa.
“Jadi, siapa yang Ifa salahkan kalau Ifa jadi anak pertamanya Ummi dan Abi?”
“Allah.”
“Benarkah itu Ifa salahkan Allah?”
“Salah,” jawabnya jujur.

Kalau Mirna mengkritik hasil ulangannya yang tidak begitu bagus, Ifa akan dengan lihai mencari jawaban dengan menyebut nama-nama kawannya yang hasil ulangannya lebih jelek. Apa lagi alasannya, kalau tak mau disalahkan.

Tentu saja Mirna kemudian mengarahkan, memberi penjelasan kepada Ifa bahwa ia tak asal menyalahkan. Kritiknya itu karena usaha Ifa belum terlihat maksimal. Kalau memang proses belajarnya sudah maksimal dan hasilnya jelek, apa boleh buat. Kalau proses belajarnya belum maksimal, berarti kan harus ditingkatkan lagi cara belajarnya.

Entah ya, apa anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan, kalau dengan Affiq, saya tak ada pengalaman seperti ini. Kali ini, Athifah dan Ifa punya kemiripan. Saya dan Mirna sering berkomunikasi tentang anak-anak kami. Saya mencoba mengambil pelajaran dari cerita-ceritanya tentang keponakan-keponakan saya.

Setelah perbincangan kami tentang persepsi Athifah dan Ifa tentang “menyalahkan”, saya jadi berpikir … Athifah baru 7 tahun saja sudah mulai suka protes. Kalau dia seusia Ifa (insya Allah), macam apa nanti kalau ia berkilah ya?


Makassar 20 Maret 2014


Share :

2 Komentar di "Karena Tak Mau Disalahkan"

  1. Anak-anak sekarang lebih kritis, Mak. Tapi bisa jadi juga mereka sebenarnya minta/mencari/membuat penjelasan yang masuk logika mereka sebagai anak-anak, tapi masih terbatas dalam penyampaian.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya ... benar sekali mask Sary :)
      Mereka butuh memang didampingi dan diarahkan oleh orangtuanya :)

      Delete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^