Tulisan ini merupakan lanjutan
dari tulisan berjudul AGAR PEREMPUAN MEMBINGKAI MEDIA , disarikan dari materi PEREMPUAN DALAM MEDIA yang dibawakan oleh ibu Tenri A. Palallo pada pelatihan Analisis Media yang
diselenggarakan oleh AJI bekerjasama dengan Development and Peace pada tanggal
18 Januari 2014.
Media
massa (cetak, elektronik, dan e-media) adalah sarana untuk penegakan demokrasi
substansial. Saat ini demokrasi bahkan menjadi kekuatan keempat , setelah
kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Setelah
era reformasi terbuka pada tahun 1998, terjadi sebuah fenomena pada media
menjadi mediacracy (mediakrasi)
sehingga bukan hanya birokrasi yang mengurung masyarakat, melainkan juga
mediakrasi yang berpotensi menjadi korup. Jika “korup” pada birokrasi terkait
dengan uang, korup pada media terkait
dengan reproduksi makna yang dihasilkan. Lihatlah betapa dahsyatnya
pengaruh media saat ini, utamanya televisi terhadap berbagai persoalan.
Bu Tenri A. Palallo Foto: Icha Dian |
Olehnya
itu perempuan masih sering ditempatkan dengan tidak proporsional. Dalam iklan
misalnya, perempuan ditampilkan dalam konstruksi yang memanipulasi keadaan yang
sebenarnya. Bukan hanya fungsi dan nilai gunda sebuah produk yang ditonjolkan
tetapi bisa berupa citra diri individu, gaya hidup sekelompok orang, dan
kepuasan.
Komunikasi
periklanan memang dimaksudkan untuk memunculkan makna yang didasarkan pada
permainan simbol-simbol untuk membujuk-rayu calon konsumen. Tapi secara visual
lebih dibuat sebagai ekspresi cita rasa yang banyak mengeksploitasi tubuh
perempuan, terutama pada bagian-bagian khusus yang bisa “memuaskan” lelaki.
Ada
yang menarik dalam membicarakan bagaimana pengaruh media. Ini mengacu kepada
bagaimana media bisa mempengaruhi pikiran dan sikap audiensnya. Akibatnya,
media juga berpotensi kehilangan fungsinya sebagai “penjaga demokrasi”. Karena
justru atas nama demokrasi, mereka dapat mengkonstruksikan suatu peristiwa
sesuai kepentingannya.
Ada
pengaruh relasi kekuasaan dalam penggambaran citra perempuan di media. Bila
media mendeskripsikannya dengan tidak tepat maka terjadilah diskriminasi. Bila
dianalisis, perempuan sering menjadi
objek, baik secara perspektif maupun seksual. Relasi kekuasaan tidak hanya
tampak dalam institusional sosial dan praktiknya, tetapi mengakar pula pada
simbol-simbol dalam interaksi sehari-hari dan sistem kepercayaan yang
mendefinisikan identitas gender.
Budaya menjadi sentral
dalam analisis media, khususnya untuk memahami proses simbolisasi dan
representasi (cultural studies approach).
Dalam representasi, bisa muncul bentuk-bentuk ketidakadilan gender, seperti
marjinalisasi, subordinasi, pelabelan/stereotype,
beban ganda, dan tindak kekerasan.
Salah
satu contoh beban ganda adalah bagaimana perempuan tak henti-hentinya “bekerja”
di dalam rumahtangganya, sebelum suaminya bangun. Dari pagi sampai malam,
sampai setelah suaminya tidur, tak peduli apakah ia memiliki pekerjaan di luar
rumah atau tidak. Dan ini sudah menjadi seperti sebuah keharusan yang harus
diterima dengan lapang dada oleh banyak perempuan.
Media
yang”hidup” adalah media yang ada “isinya”. Artinya selalu ada sumber, baik itu
subyek pemandangan, diskusi, atau talking
news. Media tanpa isi hanyalah “ruang kosong”. Ruang kosong inilah yang
diperebutkan oleh berbagai kepentingan, dari dalam, dan dari luar redaksi.
Jadi,
selalu ada kisi-kisi untuk turut mempertanyakan arus utama (main stream). Dalam hal relasi kekuasaan
di tingkat individual, penulis dan wartawan bisa lebih memasyarakatkan hubungan
yang lebih demokratis. Contohnya “gerakan laki-laki baru” yakni gerakan yang
mendorong laki-laki memahami relasi kuasa di dalam rumahtangga, antara lain
dengan ikut bertanggung jawab atas kerja domestik yang tak pernah ada habisnya.
Situasi selama materi berlangsung Foto: Akun twitter AJI Makassar |
Dalm poin ini saya ingin
menambahkan, bahwa ini terkait dengan kesehatan dan kualitas diri perempuan,
Terlalu lelah karena beban ganda yang harus ditanggungnya tentu berdampak buruk
pada kesehatannya.
Seorang bapak bijak
mengatakan, “Keterlaluan laki-laki yang menuntut istrinya untuk tampak selalu cantik
sehingga ia berselingkuh dengan perempuan lain di luar sana. Padahal ia sendiri
yang menyebabkan istrinya tampak jelek dengan sehari-harinya disibukkan dengan
urusan domestik. Berapa gaji yang cukup untuk istri yang bangun sebelum
suaminya bangun lalu tidur setelah “sang tuan” tidur? Tidak ternilai! Maka
hanya kasih sayang yang bisa menebusnya!”
Perempuan
perlu cerdas dalam “berpolitik”. Jangan alergi dengan politik. Kenapa? Sebab
politik tidak berarti sempit. Politik adalah
strategi mencapai tujuan. Seluruh
persoalan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari terkait dengan kebijakan
politik pemerintah. Maka persoalan sampah, sanitasi, lingkungan, kesehatan ibu,
kesehatan anak, gizi, kekerasan dalam rumahtangga, dan kasus PHK adalah
politik. Maka untuk hal-hal yang terkait kebaikan diri dan keluarganya,
perempuan perlu cerdas dalam berpolitik.
Oleh karena itu,
berbekal ini semua para peserta pelatihan diharapkan untuk menjadi pembaca
kritis mengenai isu-isu gender/perempuan di media. Perempuan sendiri yang harus
memperjuangkan dirinya, sebab tak semua laki-laki bisa melihat perspektif perempuan.
Tentu
saja, pada posisi/peran/porsinya masing-masing. Tak dipertentangkan peran apa
yang dipilih perempuan dalam lingkungannya. Itu pilihan yang merdeka. Materi
ini ditutup dengan manis oleh bu Tenri dengan quote:
Perempuan harus
menjadi “bintang”.
Semua orang adalah guru dan semua tempat
adalah sekolah
Makassar, 11 Februari 2014
Bersambung
Share :
waaaah bersambung... bikin penasaran aja bund... setuju sekali dg penuturan di atas bahwa laki2 mang gak bisa nuntut istrinya bak bidadari kalo lakinya sendiri gak rawat istrinya dg baik. ditunggu lanjutannya bund :)
ReplyDeleteMash ada materi berikut An. Iya .. seharusnya sama2 berperan, sama2 tak menuntut :)
DeleteSetuju bgt dg kata2 bijak diatas,& seharusnya pr lelaki ( bl dia seorang muslim) hrs byk2 belajar dr Rosulullah, beliau yg seorang Nabi, selalu membantu pekerjaan istri2 beliau dirmh, menumbuk gandum, bahkan menjahit sendiri pakaian beliau yg sobek....toh tidak sedikitpun merendahkan derajat beliau, malah menambah keagungan sifat beliau yg mulia ya mak niar...
ReplyDeleteBenar Mak .. di situlah kemuliaan seorang suami. Laki2 yang paling baik adalah yang paling baik kepada istrinya. Dan yang paling baik kepada istrinya adalah Rasulullah :)
DeletePerempuan itu gak ada waktu cuti dan pensiun ya mbak :)
ReplyDeleteIya mbak Lid ... makanya butuh pengertian dari suami karena istri bukannya mesin :)
Deletemiris banget kalo setiap lihat iklan,yang dipejeng perempuan dgn busana minim...mbk niar,acaranya kok bagus2 ya,tapi makasih juga loh ilmunya ^^
ReplyDeleteIya mbak .. kalo dipikir2 ndak ada hubungannya dengan kegunaan produk ... miris memang ....
DeletePerempuan itu belajarnya kapan saja dan dimana saja, ibu saya yang gak lulus smp pun bisa belajar banyak hal dari luar sekolah, termasuk ilmu untuk mendidik anak :D
ReplyDeletePingin bertemu ibunya mas Imam ...
Deletesepakat, menjadi pembaca kritis yang bukan hanya pada bacaan, namun tontonan dan situasi yang tidak memihak perempuan. Seru Bu tulisannya
ReplyDeletewanita, ibu, dalah segalanya.. tanpa seorang wanita, ibu qt tidak akan terlahir ke dunia
ReplyDeleteTanpa seorang ibu kita tidak bisa lahir ke dunia.
ReplyDeletebetul banget mak, kita yang harus memperjuangkan diri kita sendiri (perempuan).
ReplyDeletemelalui blog kita bisa sharing banyak hal agar semakin banyak yang "memahami" perempuan.
dan tak lupa, agar perempuan sendiri menjadi lebih cerdas.
mengapa perempuan menjadi obyek? karena perempuan itu sendiri memang mau.
semoga banyak perempuan tercerahkan.