Makassar Adalah Pulang Kampung

Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu kedua.

Saya cinta kota ini. Karena saya lahir dan besar di sini. Saya pernah dua tahun hidup di Riau tapi selalu saja merindu Makassar.

Tapi kalau ditanya orang apa/mana, saya bingung juga menjawabnya. Soalnya kedua orangtua saya perantau, bukan asli Makassar. Ayah saya dari tanah Bugis (campuran Wajo – Soppeng) sementara ibu saya dari Gorontalo. Meski Bugis dan Makassar adalah dua suku yang “bersaudara”, bahasanya berbeda.

Saya sendiri?

Memang saya tak bisa bercakap dengan bahasa Makassar, pun tak mengerti bahasa ini. Saya sehari-harinya bercakap dengan bahasa Indonesia dialek Makassar, seperti kebanyakan masyarakat sini. Dan ... saya suka dialek ini.

Kedua orangtua saya punya dialek bawaan, berasal dari bahasa ibu mereka. Merantau ke Makassar (Ayah tahun 1950-an, Ibu tahun 1960-an), membuat logat bicara mereka terpengaruh dialek Makassar. Hingga sekarang tetap terdengar kalau mereka bukan penutur asli dialek ini.

Sementara saya dan adik-adik, jelas sangat fasih dengan bahasa Indonesia dialek Makassar. Seperti tetangga kami yang orang Jawa, orangtua mereka masih terdengar logat Jawanya tetapi anak-anaknya sudah berbicara persis seperti kami. Tak ada dialek Jawa dalam cara bertutur mereka.

Musik tradisional di acara pernikahan
Kalau meneliti cara bertutur Ayah, masih terdengar cukup wajar bila dialek Bugisnya berbaur dengan dialek Makassar. Yang agak aneh, dialek Ibu. Untuk orang sini, pasti kentara kalau Ibu saya bukan asli dari sini. Sementara kalau Ibu pulang kampung, orang-orang Gorontalo merasai logat bicara Ibu aneh. Lucu juga, “jati diri” bertuturnya jadi punya karakter unik setelah sekian tahun hidup di Makassar.

Begitu pun pilihan redaksi kata-katanya. Ambil contoh jika Ibu berbicara dengan Ayah seperti ini: “Ngana ini Pak. Jangan begitu, ambil mo.”[1] Agak aneh, yang lebih tepat adalah, “Ngana ini Pak. Jangan begitu, ambil mi.

Beberapa kali, saya bisa mengenali logat orang-orang utara, terutama Gorontalo ketika berbicara dalam dialek Makassar. Saya pernah menebak seorang ibu begini, “Ibu dari utara ya? Dari Gorontalo?” Ia heran kenapa saya bisa tahu. Saya bilang, terdengar dari logatnya.

Oya, komunitas orang Gorontalo di sini banyak sekali lho, ada banyak pertemuan mereka. Untuk arisan saja Ibu saya mengikuti 3 macam arisan khusus orang Gorontalo. Belum komunitas lain. Bahkan sepupu-sepupu saya banyak yang hidup di sini karena menikah dengan orang sini atau bekerja di sini. Bahkan ada sebidang tanah yang dijadikan kuburan orang-orang Gorontalo di Samata (Gowa). Makassar sudah menjadi kampung mereka, mereka ingin menghembuskan nafas terakhirnya di kota ini. Orang Gorontalo cukup banyak mewarnai Makassar, seperti halnya orang-orang dari daerah lain mewarnai kota ini.

Inilah sekelumit latar belakang saya, Kawan. Bagaimana pun itu, kota Makassar ada di nomor urut satu kota kecintaan saya. Pernah merantau di awal pernikahan, membuat saya benar-benar menyadarinya. Bagi saya, pulang ke Makassar adalah pulang kampung. Makassar adalah senyaman-nyamannya kota bagi saya.

Makassar, 20 April 2013

Postingan ini disertakan dalam  #8MingguNgeblog Anging Mammiri

Silakan juga disimak:







[1] Ngana ini Pak. Jangan begitu, ambil mo.”Maksud kalimat ini adalah: “Kamu ini Pak. Jangan begitu, ambil saja.”



Share :

18 Komentar di "Makassar Adalah Pulang Kampung"

  1. Makassar memang ok....rindu kampung halaman....

    ReplyDelete
  2. kalau yang model kebalik - balik itu makasar juga bukan ya misalnya "mau kemana kamu andi"... umumnya kan "andi mau kemana"...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kebalik ya kdengarannya mas? Kalo di sini, wajar saja hehehe. Iya, kalo dalam dialek sini, "Mo ko ke mana Andi?" Tapi ndak selalu begitu juga sih. Kalo Andinya ndak nengok2 ditegur maka kalimat itu jadi, "ANDI, MO KO KE MANAKAH?"

      Delete
  3. waah sya sudah lama tidak balik makassar Sob,,,mungkin nanti kalau ada tes CPNS baru saya balik lagi ke Makassar...

    ReplyDelete
  4. makassar itu mengingatkanku pada Pantai Losari n masjid terapungnya :)

    ReplyDelete
  5. Makassar itu kayak rumah kedua, saking agak miripnya budayanya dng Kendari.

    ReplyDelete
  6. apalagi saya, blasteran campur aduk, yang tak ada sedikitpun darah makassarnya, juga bugisnya,
    namun bagaimanapun Makassar adalah kampung halaman-ku yang tercinta, i love makassar :-)

    ReplyDelete
  7. saya belum pernah ke makassar, tapi pengen ke sana, icip2 kulinernya bang, habis kata temen saya yang ayahnya kerja di sana makanannya enak2 ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kulinernya asyik2 mbak. Tapi hiks ... diriku bukan seorang "BANG". Diriku pernah melahirkan 3 orang anak :(

      Delete
  8. kota yang dari 5 tahun yang lalu pingin saya kunjungi salah 1 nya makasar mbk :D

    ReplyDelete
  9. makassar itu sesuatu, aseekkkk....mudik adalah sesuatu yang sangat dinantikan olehku, jika perlu lebaran itu tiap bulan saja, hahahahaha :D

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^