Belajar Monolog


Akhirnya jadi juga kami ngumpul untuk belajar monolog pada kak Luna Vidya – seorang seniman monolog, puisi, dan juga penulis. Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) mengizinkan kami menggunakan sebuah ruangannya meski hari itu hari Sabtu (9 Februari 2013) adalah hari libur kantor. Asyiknya, di BaKTI ini tak ada biaya pemakaian ruangan bagi komunitas.

Saya melihat nama kak Luna pertama kali pada buku Makassar di Panyingkul. Buku antologi keren yang berbicara tentang Makassar, ditulis oleh para jurnalis marga yang punya ikatan dengan Makassar. Saat hendak mengikuti Makassar International Writers Festival tahun lalu, nama kak Luna ada di antara para kurator yang menyeleksi para peserta MIWF.


Kak Luna yang amat “mencintai” panggung ini belajar teater sejak SD. Ia datang ke Makassar tahun 1984 dan menjadi mahasiswi FISIP UNHAS angkatan 1985. Ia mulai mendalami monolog dan ikut festival monolog pada tahun 2005 di Jakarta.

***

Kak Luna memperlihatkan sebuah skema pembelajaran monolog. Dari skema itu, ia memaparkan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam belajar monolog.

Setiap orang memiliki “U factor” – faktor unik dalam dirinya. Setiap orang punya cerita. Pengalaman dan imaji dari setiap orang bisa menjadi cerita.

Setiap di dalam kita ada scene gallery (galeri adegan). Tulisan saya yang berjudul Entertaining Afyad adalah contoh adegan. Dalam membuat pertunjukan monolog, tugas penampil adalah bagaimana membuat orang bisa membayangkan adegan dalam tulisan itu.

Selanjutnya butuh willing to express (keinginan mengekspresikan). Di sini dibutuhkan kemampuan memvisualisasikan galeri adegan dalam bentuk kemampuan mengekspresikannya dengan baik. Latihan teater adalah cara yang tepat untuk hasil yang memadai.

Untuk menampilkan karakter berbeda, butuh pendekatan intrapersonal. Salah satu resepnya, biasakan memperhatikan pengalaman emosional orang-orang di sekitar kita. Perhatikan bagaimana orang-orang yang berbeda bereaksi terhadap kejadian di sekitarnya. Bisa pula dengan cara mewawancarai sosok yang mewakili karakter yang hendak diperankan. Bila hendak memerankan karakter seorang bagsawan Bugis misalnya, cobalah berbincang-bincang dengan seorang bangsawan Bugis. Perhatikan bahasa tubuhnya, perhatikan tutur katanya.

Eksplorasi terhadap naskah yang hendak dibawakan itu penting. Kak Luna memberi contoh adegan-adegan ini:

Alkisah, sepasang suami-istri sedang memiliki “hawa panas” di sekitar mereka. Pasalnya sang istri sudah bete menunggu suaminya yang lama baru pulang kantor. Si istri duduk di ruang tamu (mungkin sedang manyun atau sedang menatap jam dinding, ... ya, sedang gelisahlah pokoknya).

Kemudian suaminya masuk. Si istri bertanya, “Kenapa pulang terlambat?” Lalu suami menjawab sekadarnya dan masuk kamar. Terakhir, ada adegan “PRANG PRANG PRANG” dari dapur (silakan persepsikan sendiri apa yang bisa berbunyi seperti itu).

Adegan-adegan itu bisa diberikan penekanan dengan mengeksplorasi detilnya.

Misalnya:

Satu

Saat istri bertanya, suami melengos. Istri membombardir suaminya dengan aneka pertanyaan dan omelan, sambil mengekori suaminya. Ya, seperti kebanyakan perempuanlah. Perkuat di percakapan/perdebatan saat itu. Ending-nya, adegan PRANG PRANG PRANG.

Dua

Saat istri bertanya, suami (mungkin) menjawab ala kadarnya. Suami masuk kamar. Istrinya duduk dengan elegan. Cuek saja dia padahal biasanya ia mempersiapkan makan malam untuk suaminya. Lalu suami keluar kamar. Melihat tidak ada lauk, ia bertanya, “Mana makan malam?” Istri melengos, menaikkan dagunya dengan anggun. Tidak berkata apa-apa, dengan sikap yang sangat terjaga dan amat elegan, ia masuk ke dapur dan mencuci piring.

Dan berbagai kemungkinan lain.

Ternyata bisa terjadi banyak kemungkinan dari contoh yang diberikan. Berdasarkan contoh ini, mengacu pada peta di tulisan Entertaining Afyad, kak Luna memberikan pe er yang kami sepakati bersama, untuk kelanjutan pembelajaran monolog ini. Yaitu, mengeksplorasi tulisan itu dengan memperhatikan peta, apakah hendak memperkuatnya di nomor 1, 2, 3, dan seterusnya.

Tantangan yang menarik. Siapa tahu ke depannya ibu-ibu dan calon ibu-ibu ini bisa tampil membawakan monolognya sendiri.

Makassar, 23 Februari 2013

Silakan juga dibaca:




Share :

10 Komentar di "Belajar Monolog"

  1. ayolah ibu-ibu dan para calon ibu,,,kalian bisa kok tampil membawakan monolog...,
    tak ada yang susah sebenarnya dalam membawakan monolog...bukankah terkadang dalam kehidupan kita..sering berguman atau berbicara sendiri saat menggerutu..., sekali lagi tak ada yang susah kalau hal itu dianggap sesuatu yang mudah...namun jangan dipandang enteng.....oke sukses selalu buat ibu2 dan para calon ibu se kota Makassar :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sulit lagi Pak, kan harus ada basic ilmu teaternya, paling tidak belajar dulu :D

      Delete
  2. kalau monolog nya pas di atas motor, ngomong sendiri seharian ngapain ajah,masuk monolog gag yaa mbak :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haduh itu mah kurang kerjaan atau sedang stres :D

      Delete
  3. Saya sejak SMA suka sekali sama monolog Mbak. Pernah beberapa kali main monolog. Sekarang udah gak pernah lagi. Tapi sekarang, sukanya nulis monolog. Monolog memang mengasyikan...

    ReplyDelete
  4. belajar monolog ke pemain srimulat aja
    tapi jangan ding tar malah ga kreatip
    dari dulu sampe sekarang pakemnya ga pernah berubah
    pasti diawali monolog pembantu ngomongin juragannya
    hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ahahaha benar .. benar ... iya gak kreatif ya, pembantu pasti ngomongin majikan :D

      Delete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^