Menanti yang Terasa Tapi Tak Terlihat

Pernah merasakan dalam badan Anda ada “benda” asing? Ya, misalnya tertusuk tulang ikan, atau ketulangan saat makan? Pasti tak enak ya? Hanya sebagian kecil bagian tubuh kita yang diinvasi benda itu tapi bisa sekujur tubuh merasakannya. Apalagi kalau “benda” itu dibawa sampai berhari-hari. Wiiii ... bisa meriang, kan?

Nah, begitu pun dengan hamil. Jujur, membawa “benda” asing di dalam diri, rasanya aneh. Badan tidak enak. Bisa dari kepala sampai kaki. Ada rasa mual, pegal-pegal, dan lain-lain. Badan si ibu harus tuning dengan keberadaan si jabang bayi, menyesuaikan sendiri pada “frekuensi” berapa ia merasa nyaman. Singkatnya, si ibu harus mengusahakan sendiri kenyamanannya lah.

Tapi, kehamilan itu sesuatu yang indah. Jadi, biarpun badan terasa tidak enak, hati bisa di-set bahagia terus. Apalagi menanti-nantinya, dengan mengkhayalkan rupa si jabang bayi setelah mengintipnya pada hasil pemeriksaan USG. Seru!

Membaca perkembangannya dari minggu ke minggu, dari bulan ke bulan. Sambil berjuang mengatasi rasa tidak nyaman. Sambil tak menghiraukan keanehan yang tiba-tiba timbul (misalnya saya waktu hamil si bungsu, tiba-tiba saja suka mengendusi semua jenis bau sabun mulai dari sabun cuci hingga sabun mandi, termasuk pelembut pakaian), atau menghindari berbagai ancaman kesehatan yang mungkin terjadi (seperti pre eklampsia – keracunan kehamilan karena tekanan darah yang tiba-tiba naik, ini hampir saya alami waktu hamil si sulung, didahului bengkak-bengkak pada kaki sejak usia kehamilan 6,5 bulan hingga melahirkan).

Tak nyaman tapi bahagia
Sumber: 123rf.com

Dan akhirnya tak terasa 9 bulan berlalu. Waah. Tegang, tapi asyik.
Seperti apa ya wajahnya?
Apa dia mirip papa atau mamanya?
Seperti apa alisnya?
Lengkapkah jari-jarinya?
Berapa berat badannya?
Benarkah jenis kelaminnya sama dengan yang terbaca di USG?

Lalu tibalah saat itu. Detik-detik ketika saya berada di ruang bersalin, berjuang mengeluarkan anak-anak yang selama ini bersemayam dalam rahim saya. Alhamdulillah dalam proses normal.

Affiq (tahun 2001).

Rasa mulas makin kuat, makin menggila karena pil induksi yang harus saya telan. Ini karena usia kehamilan sudah mendekati 42 minggu, sudah saatnya ia dikeluarkan secara “paksa”. Tanda-tanda persalinan normal belum muncul, hanya kontraksi palsu.

Rupanya ia terlilit tali pusarnya sendiri sebanyak 3 kali. Bukan hanya terlilit, tapi tercekik. Ya, tali pusar mengikat lehernya dengan cukup erat, sebanyak 3 lilitan. Masya Allah, bidan Ola yang menangani saya amat cekatan dan tenang. Ia terus mengajak ngobrol saya dengan santai sembari mencari cara agar jabang bayi yang sudah 1 jam terjebak di “pintu lahir” segera bisa menghirup udara bebas secara normal. Bila tidak saya harus dioperasi, dan bisa berakibat fatal bagi saya dan sang bayi.

“Ngedan, Bu. Dorong,” perintah bidan Ola.
Saya mengedan sekuat tenaga hingga kepala bayi muncul sampai batas leher. Bidan Ola menggunting tali pusar yang tinggal 2 lilit di leher si jabang bayi. Lalu ditariknya badan bayi saya hingga si bayi benar-benar berpindah alam.

Kesan pada pandangan pertama ... wow ... amazing! Segala rasa tercampur-baur melihatnya!

Athifah (tahun 2006)

Pukul 4 subuh, pada suatu hari di bulan Ramadhan. Rasa mulas perlahan menguat. Air ketuban pecah. Menjelang subuh saya, suami, dan kedua ibu kami bergegas ke rumah bersalin. Terdengar erangan sakit dari seorang ibu yang sedang menunggu kelahiran putra ketiganya di bilik sebelah. Haduh, sudah anak ketiga masih kesakitan? Saya baru melahirkan anak kedua.

Bukaan demi bukaan berlangsung dengan alami dan amat cepat. Rasa sakitnya tak sesakit waktu persalinan pertama. Tapi ... karena sudah 5 tahun berlalu sejak kelahiran Affiq, saya lupa bagaimana cara mengedan! Sempat proses mengedan itu terkonsentrasi di leher. Untungnya cepat saya sadari, segera saya ubah konsentrasinya. Harus konsentrasi di daerah perut. Bisa mendadak kena gondok saya kalau berkonsentrasi di daerah leher. Bayi saya kan ada di perut, bukan di leher?

“Ya ... DOROOONG,” perintah bidan. Saya mengedan yang kesekian kalinya. Daaaan, terasa si jabang bayi meluncur keluar. Bayi saya telah sempurna berpindah alam kira-kira pukul 7.30 pagi itu. Proses yang amat cepat, kami tiba di rumah bersalin tadi masih pukul 4 lewat. Sebelum dimandikan, saya boleh melihatnya.

Inilah pandangan pertama yang saya tunggu-tunggu.
“Bayinya cantik, Bu,” kata bidan.
Iya, Athifah bayi mungil yang cantik. Dengan berat badan 3,35 kg dan panjang hanya 46 sentimeter, ia terlihat sangat tembem dan putih. Dengan cepat dan lahap, ia mampu menyusu. Waah lapar sekali kah, Nak? Segala rasa tercampur-baur melihatnya!

Afyad (tahun 2009)

Terasa mulas makin sering, sepertinya jabang bayi sudah minta keluar. Bergegas kami menuju rumah bersalin.

“Mau bidan atau dokter?” tanya bidan yang bertugas setelah serangkaian pertanyaan ia ajukan untuk mengisi formulir.
“Bidan saja. Nanti kalau ada apa-apa baru dokter,” jawab saya mantap. Saya lalu memberitahu nama dokter yang akan menangani saya “bila ada apa-apa”.

Pembukaan-pembukaan berlangsung seperti umumnya pada proses persalinan normal. Kontraksi makin sering. Makin sakit. Pada pembukaan 10 (pembukaan lengkap), saya hanya satu kali mengedan untuk mengeluarkan bayi ketiga saya. Alhamdulillah amat lancar. Prosesnya pun tidak lama, lebih cepat 2 jam dari perkiraan dokter.

Pandangan pertama saat melihatnya, segala rasa tercampur-baur dalam diri saya! Dirinya penghibur pada proses setelahnya. Tiba-tiba saja saya mengalami internal bleeding dan harus dioperasi saat itu juga, tanpa dibius! Karena ternyata “ada apa-apa” usai proses persalinan itu. Tentang ini sudah pernah saya tulis di Pelatihan dan Ujian yang Berkesinambungan.

***

Saat ketiganya lahir, sungguh tak bisa menebak mereka mirip siapa. Wajahnya mereka terlihat begitu sembab, sepertinya karena telah berendam dalam cairan ketuban selama 9 bulan. Tapi pandangan pertama kepada mereka, menghapus semua rasa sakit yang sebelumnya terasa amat menyiksa. Juga mengalahkan rasa sakit saat dijahit pada tindakan episiotomi pasca melahirkan bahkan pada saat dioperasi tanpa bius usai melahirkan.

Campur baurnya perasaan lebih kepada haru, bahagia, takjub, dan bersyukur. Mengalahkan semua rasa tidak nyaman selama 9 bulan membawa mereka di dalam perut. Melihat mereka juga membawa harapan, semoga saya bisa menjalankan tugas sebagai ibu, mendampingi mereka selama usia saya di dunia ini.

Permata-permata hatiku ... adakah kalian ingat pandangan pertama kalian pada Mama? Ah tak penting ya, mudah-mudahan kita bisa sama-sama berjuang ya? Bantu Mama agar kita sama-sama bisa menjadi lebih baik. Menjadi lebih berkualitas, di dunia dan di akhirat.

Makassar, 8 Januari 2013

Tulisan ini diikutkan pada Giveaway Langkah Catatanku



Silakan juga dibaca:








Share :

22 Komentar di "Menanti yang Terasa Tapi Tak Terlihat"

  1. subhanallah.. betapa bahagianya pandangan pertamanya... aduuh kok saya sedikit merinding ya dengarnya dijait tanpa dibius ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Siapa pun yang membaca ceritanya, merinding Hima ^__^
      Pengalaman seru :)

      Delete
  2. semoga saya juga diberikan amanah untuk mengalami pengalaman luar biasa seperti bunda ^_^

    ReplyDelete
  3. ahhhh, pengen banget merasakannya suatu hari nanti :)

    ReplyDelete
  4. Semoga sukses dalam perjuangannya... :)

    ReplyDelete
  5. nice day :)
    hargailah hari kemaren,
    mimpikanlah hari esok,
    tetapi hiduplah untuk hari ini.
    bagi-bagi motivasinya yaah...

    ReplyDelete
  6. Waah ... salut sama pak Djangan. Tak semua suami yang meresapi peristiwa melahirkan istrinya seperti itu.

    Iya sih, kalo normal, setelah melahirkan sudah bisa mondar-mandir sendiri ke kamar mandi. Kasihan kalo operasi, pemulihannya agak lama.

    Hehehe ... jadi ibu masih mau nambah lagi?

    ReplyDelete
  7. DUH BENER KATA MONIK, JADI pengen bunda hehe,,,

    Smoga mereka menjadi anak yg sholeh dan shalihah
    dan pastinya menjadi peljaran berharga bagi saya certa mbak
    :))
    smoga sukses GAnya. ku pikir lagi certa bukan buat GA.
    Sukkkaaaaaa

    ReplyDelete
  8. kaya benda asing ya..?
    ga tau dah belum pernah hamil. tapi emang ngeri kalo nungguin istri melahirkan...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mas Rawins, kan "diinvasi" :D
      Waah, nungguin Citra dan Cipta waktu mo lahir ya? Alhamdulillah ... pasti jadinya makin sayang kan sama ibunya anak2?

      Delete
  9. Aamiin, mudah2an .. *eh, pingin di-aminkan gak, Pak?* :D

    ReplyDelete
  10. setiap cerita kehamilan dan melahirkan selalu ada cerita tersendiri ya mbak.. dan menakjubkan semua :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak Chi. Semua ibu pasti punya cerita yang menakjubkan :)

      Delete
  11. Selamat siang, Mba. . . ;)

    Maha Suci Alloh. .. perjuangan seorang Ibu memang tiada tandingannya, Mba. Membayangkan lilitan tali pusar itu koq jadi takut, merinding.

    Penantian yang beakhir dengan indah, meski prosesnya berbeda2. :)

    Terimakasih sudah ikut meramaikan syukuran GA Langkah Catatanku, Mba. ^_* Salamku untuk Affiq, Athifah, Afyad (3A). :*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Astaga saya lupa kalo belum balas komen ini, beberapa hari yang lalu sempatt liat via e-mail. Pikirnya sudah sy balas.

      Makasih yaa. Makasih juga salamnya. Moga tulisan ini menggerakkan hati Idah .. aamiin :)

      Delete
  12. suka sama tulisan bunda........begitulah perjuangan seorang ibu
    semoga sukses GA nya

    ReplyDelete
  13. sejak awal kehamilan ga pernah ngerasa ada benda asing kak...
    Tapi sekarang debay nya makin rajin gerak emang berasa ada mahluk hidup lain di dalam perut... bikin senyum2 sendiri :D
    Makanya blom bisa mudik ke makassar dulu, nunggu launching :D

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^