Nah, begitu pun dengan hamil.
Jujur, membawa “benda” asing di dalam diri, rasanya aneh. Badan tidak enak.
Bisa dari kepala sampai kaki. Ada rasa mual, pegal-pegal, dan lain-lain. Badan
si ibu harus tuning dengan keberadaan
si jabang bayi, menyesuaikan sendiri pada “frekuensi” berapa ia merasa nyaman.
Singkatnya, si ibu harus mengusahakan sendiri kenyamanannya lah.
Tapi, kehamilan itu sesuatu
yang indah. Jadi, biarpun badan terasa tidak enak, hati bisa di-set bahagia terus. Apalagi
menanti-nantinya, dengan mengkhayalkan rupa si jabang bayi setelah mengintipnya
pada hasil pemeriksaan USG. Seru!
Membaca perkembangannya dari
minggu ke minggu, dari bulan ke bulan. Sambil berjuang mengatasi rasa tidak
nyaman. Sambil tak menghiraukan keanehan yang tiba-tiba timbul (misalnya saya
waktu hamil si bungsu, tiba-tiba saja suka mengendusi semua jenis bau sabun
mulai dari sabun cuci hingga sabun mandi, termasuk pelembut pakaian), atau
menghindari berbagai ancaman kesehatan yang mungkin terjadi (seperti pre
eklampsia – keracunan kehamilan karena tekanan darah yang tiba-tiba naik, ini
hampir saya alami waktu hamil si sulung, didahului bengkak-bengkak pada kaki
sejak usia kehamilan 6,5 bulan hingga melahirkan).
Tak nyaman tapi bahagia Sumber: 123rf.com |
Dan akhirnya tak terasa 9
bulan berlalu. Waah. Tegang, tapi
asyik.
Seperti apa ya wajahnya?
Apa dia mirip papa atau
mamanya?
Seperti apa alisnya?
Lengkapkah jari-jarinya?
Berapa berat badannya?
Benarkah jenis kelaminnya
sama dengan yang terbaca di USG?
Lalu tibalah saat itu.
Detik-detik ketika saya berada di ruang bersalin, berjuang mengeluarkan
anak-anak yang selama ini bersemayam dalam rahim saya. Alhamdulillah dalam
proses normal.
Affiq (tahun 2001).
Rasa mulas makin kuat, makin
menggila karena pil induksi yang harus saya telan. Ini karena usia kehamilan
sudah mendekati 42 minggu, sudah saatnya ia dikeluarkan secara “paksa”.
Tanda-tanda persalinan normal belum muncul, hanya kontraksi palsu.
Rupanya ia terlilit tali
pusarnya sendiri sebanyak 3 kali. Bukan hanya terlilit, tapi tercekik. Ya, tali
pusar mengikat lehernya dengan cukup erat, sebanyak 3 lilitan. Masya Allah,
bidan Ola yang menangani saya amat cekatan dan tenang. Ia terus mengajak
ngobrol saya dengan santai sembari mencari cara agar jabang bayi yang sudah 1
jam terjebak di “pintu lahir” segera bisa menghirup udara bebas secara normal.
Bila tidak saya harus dioperasi, dan bisa berakibat fatal bagi saya dan sang
bayi.
“Ngedan, Bu. Dorong,”
perintah bidan Ola.
Saya mengedan sekuat tenaga
hingga kepala bayi muncul sampai batas leher. Bidan Ola menggunting tali pusar
yang tinggal 2 lilit di leher si jabang bayi. Lalu ditariknya badan bayi saya
hingga si bayi benar-benar berpindah alam.
Kesan pada pandangan pertama ... wow ... amazing! Segala rasa tercampur-baur
melihatnya!
Athifah (tahun 2006)
Pukul 4 subuh, pada suatu
hari di bulan Ramadhan. Rasa mulas perlahan menguat. Air ketuban pecah.
Menjelang subuh saya, suami, dan kedua ibu kami bergegas ke rumah bersalin. Terdengar
erangan sakit dari seorang ibu yang sedang menunggu kelahiran putra ketiganya
di bilik sebelah. Haduh, sudah anak
ketiga masih kesakitan? Saya baru melahirkan anak kedua.
Bukaan demi bukaan
berlangsung dengan alami dan amat cepat. Rasa sakitnya tak sesakit waktu
persalinan pertama. Tapi ... karena sudah 5 tahun berlalu sejak kelahiran
Affiq, saya lupa bagaimana cara mengedan! Sempat proses mengedan itu
terkonsentrasi di leher. Untungnya cepat saya sadari, segera saya ubah
konsentrasinya. Harus konsentrasi di daerah perut. Bisa mendadak kena gondok
saya kalau berkonsentrasi di daerah leher. Bayi saya kan ada di perut, bukan di
leher?
“Ya ... DOROOONG,” perintah
bidan. Saya mengedan yang kesekian kalinya. Daaaan, terasa si jabang bayi
meluncur keluar. Bayi saya telah sempurna berpindah alam kira-kira pukul 7.30
pagi itu. Proses yang amat cepat, kami tiba di rumah bersalin tadi masih pukul
4 lewat. Sebelum dimandikan, saya boleh melihatnya.
Inilah pandangan pertama yang saya tunggu-tunggu.
“Bayinya cantik, Bu,” kata
bidan.
Iya, Athifah bayi mungil yang
cantik. Dengan berat badan 3,35 kg dan panjang hanya 46 sentimeter, ia terlihat
sangat tembem dan putih. Dengan cepat dan lahap, ia mampu menyusu. Waah lapar sekali kah, Nak? Segala rasa
tercampur-baur melihatnya!
Afyad (tahun 2009)
Terasa mulas makin sering,
sepertinya jabang bayi sudah minta keluar. Bergegas kami menuju rumah bersalin.
“Mau bidan atau dokter?”
tanya bidan yang bertugas setelah serangkaian pertanyaan ia ajukan untuk
mengisi formulir.
“Bidan saja. Nanti kalau ada
apa-apa baru dokter,” jawab saya mantap. Saya lalu memberitahu nama dokter yang
akan menangani saya “bila ada apa-apa”.
Pembukaan-pembukaan
berlangsung seperti umumnya pada proses persalinan normal. Kontraksi makin
sering. Makin sakit. Pada pembukaan 10 (pembukaan lengkap), saya hanya satu
kali mengedan untuk mengeluarkan bayi ketiga saya. Alhamdulillah amat lancar.
Prosesnya pun tidak lama, lebih cepat 2 jam dari perkiraan dokter.
Pandangan pertama saat melihatnya, segala rasa tercampur-baur dalam diri saya! Dirinya
penghibur pada proses setelahnya. Tiba-tiba saja saya mengalami internal bleeding dan harus dioperasi
saat itu juga, tanpa dibius! Karena ternyata “ada apa-apa” usai proses
persalinan itu. Tentang ini sudah pernah saya tulis di Pelatihan
dan Ujian yang Berkesinambungan.
***
Saat ketiganya lahir, sungguh
tak bisa menebak mereka mirip siapa. Wajahnya mereka terlihat begitu sembab, sepertinya
karena telah berendam dalam cairan ketuban selama 9 bulan. Tapi pandangan pertama kepada mereka,
menghapus semua rasa sakit yang sebelumnya terasa amat menyiksa. Juga
mengalahkan rasa sakit saat dijahit pada tindakan episiotomi pasca melahirkan
bahkan pada saat dioperasi tanpa bius usai melahirkan.
Campur baurnya perasaan lebih
kepada haru, bahagia, takjub, dan bersyukur. Mengalahkan semua rasa tidak
nyaman selama 9 bulan membawa mereka di dalam perut. Melihat mereka juga
membawa harapan, semoga saya bisa menjalankan tugas sebagai ibu, mendampingi
mereka selama usia saya di dunia ini.
Permata-permata hatiku ...
adakah kalian ingat pandangan pertama kalian pada Mama? Ah tak penting ya,
mudah-mudahan kita bisa sama-sama berjuang ya? Bantu Mama agar kita sama-sama
bisa menjadi lebih baik. Menjadi lebih berkualitas, di dunia dan di akhirat.
Makassar, 8
Januari 2013
Tulisan
ini diikutkan pada Giveaway Langkah
Catatanku
Silakan juga dibaca:
Share :
subhanallah.. betapa bahagianya pandangan pertamanya... aduuh kok saya sedikit merinding ya dengarnya dijait tanpa dibius ...
ReplyDeleteSiapa pun yang membaca ceritanya, merinding Hima ^__^
DeletePengalaman seru :)
semoga saya juga diberikan amanah untuk mengalami pengalaman luar biasa seperti bunda ^_^
ReplyDeleteAamiin. Insya Allah :)
Deleteahhhh, pengen banget merasakannya suatu hari nanti :)
ReplyDeleteAamiin. Insya Allah :)
DeleteSemoga sukses dalam perjuangannya... :)
ReplyDeleteSama2. Sukses juga buat anda :)
Deletenice day :)
ReplyDeletehargailah hari kemaren,
mimpikanlah hari esok,
tetapi hiduplah untuk hari ini.
bagi-bagi motivasinya yaah...
Terimakasih motivasinya :)
DeleteWaah ... salut sama pak Djangan. Tak semua suami yang meresapi peristiwa melahirkan istrinya seperti itu.
ReplyDeleteIya sih, kalo normal, setelah melahirkan sudah bisa mondar-mandir sendiri ke kamar mandi. Kasihan kalo operasi, pemulihannya agak lama.
Hehehe ... jadi ibu masih mau nambah lagi?
DUH BENER KATA MONIK, JADI pengen bunda hehe,,,
ReplyDeleteSmoga mereka menjadi anak yg sholeh dan shalihah
dan pastinya menjadi peljaran berharga bagi saya certa mbak
:))
smoga sukses GAnya. ku pikir lagi certa bukan buat GA.
Sukkkaaaaaa
Aamiin. Insya Allah suatu saat nanti ya :)
Deletekaya benda asing ya..?
ReplyDeletega tau dah belum pernah hamil. tapi emang ngeri kalo nungguin istri melahirkan...
Iya mas Rawins, kan "diinvasi" :D
DeleteWaah, nungguin Citra dan Cipta waktu mo lahir ya? Alhamdulillah ... pasti jadinya makin sayang kan sama ibunya anak2?
Aamiin, mudah2an .. *eh, pingin di-aminkan gak, Pak?* :D
ReplyDeletesetiap cerita kehamilan dan melahirkan selalu ada cerita tersendiri ya mbak.. dan menakjubkan semua :)
ReplyDeleteIya mbak Chi. Semua ibu pasti punya cerita yang menakjubkan :)
DeleteSelamat siang, Mba. . . ;)
ReplyDeleteMaha Suci Alloh. .. perjuangan seorang Ibu memang tiada tandingannya, Mba. Membayangkan lilitan tali pusar itu koq jadi takut, merinding.
Penantian yang beakhir dengan indah, meski prosesnya berbeda2. :)
Terimakasih sudah ikut meramaikan syukuran GA Langkah Catatanku, Mba. ^_* Salamku untuk Affiq, Athifah, Afyad (3A). :*
Astaga saya lupa kalo belum balas komen ini, beberapa hari yang lalu sempatt liat via e-mail. Pikirnya sudah sy balas.
DeleteMakasih yaa. Makasih juga salamnya. Moga tulisan ini menggerakkan hati Idah .. aamiin :)
suka sama tulisan bunda........begitulah perjuangan seorang ibu
ReplyDeletesemoga sukses GA nya
sejak awal kehamilan ga pernah ngerasa ada benda asing kak...
ReplyDeleteTapi sekarang debay nya makin rajin gerak emang berasa ada mahluk hidup lain di dalam perut... bikin senyum2 sendiri :D
Makanya blom bisa mudik ke makassar dulu, nunggu launching :D