Insinyur Sastra dan Psikologi


Kesukaan saya pada mata pelajaran Matematika sejak SD hingga SMA, membawa saya kuliah di jurusan Elektro fakultas Teknik. Padahal saya tak suka Fisika, nekat saja. Pertimbangannya adalah, saya amat tak suka dengan pelajaran hafalan. Saya lebih enjoy berkutat dengan angka-angka ketimbang dengan deretan teori yang harus dihafal. Pilihan saya hanyalah fakultas Teknik. Dan karena saya tak pintar menggambar, saya harus menjauhi jurusan yang banyak mata kuliah gambarnya. Maka terdamparlah saya di jurusan Elektro pada suatu masa.

Saya cukup menikmati kuliah yang minim hafalan di jurusan itu. Tapi hati saya sebenarnya tak yakin, apakah saya memang berminat dengan jurusan itu? Apakah memang itu yang saya cita-citakan? Tapi saya menjalani saja semester demi semester, selalu berusaha mempersembahkan IP yang bagus untuk orangtua yang sudah menyekolahkan saya.

Berawal karena merasa gagu berhadapan dengan publik, selama di kampus saya berusaha aktif di HMJ. Ini, agar saya berani mengemukakan pendapat di depan umum. Sejak kecil saya sangat introvert, sangat kesulitan mengemukakan pendapat. Saya tertarik dengan diskusi-diskusi mengenai apa saja yang dilakukan oleh senior-senior ketika itu. Entah itu mengenai pengkaderan, politik, pengembangan sumber daya manusia, dan sebagainya. Banyak sekali pencerahan yang saya peroleh.

Acara pengkaderan maba (PPD - Program Pengembangan Diri)

Saya pun betah di HMJ. Setiap pergantian kepengurusan, ada saja “pos” yang saya isi. Lepas dari tingkat eksekutif, saya menjajagi tingkat lain kepengurusan. Waktu itu istilahnya “Dewan Pakar”, anggotanya para senior yang loyal terhadap tujuan pengkaderan HMJ (psst, padahal saya tidaklah pakar sama sekali J), lalu dari organizing committee menjadi steering committee. Setiap pengkaderan mahasiswa baru tingkat jurusan, ada saja materi yang menjadi bagian saya untuk dibawakan, biasanya seputar administrasi atau psikologi populer.

Saya menjadi suka dengan bacaan-bacaan psikologi dan pengembangan diri. Saya membaca tentang psikologi citra diri, Personality puzzle, dan lain-lain. Menarik juga, membuat saya merasa semakin mengenali psikis saya juga membuat saya mengenali orang-orang di sekitar saya. Akhirnya saya merasa lebih berminat pada psikologi dibanding jurusan yang sedang saya jalani. Tentu saja sudah terlambat karena kuliah saya sudah hampir rampung.

Saya lulus kuliah pas negeri ini krisis parah, menjelang kejatuhan Soeharto. Koran Ahad yang biasanya banjir berita lowongan saat itu nihil. Untungnya ada perusahaan kecil yang bergerak dalam bidang jasa komputer mau menerima padahal saya tak punya keahlian komputer. Teman yang sudah lebih dulu bergabung, dengan tulus mengajari saya dan seorang teman lainnya berbagai hal tentang komputer. Lumayanlah, akhirnya saya bisa juga mengajar kursus komputer “khusus akhwat” yang mendaftar kursus di situ.

Pose bareng berbagai angkatan
Selang dua tahun setelah lulus, saya menikah dan ikut suami ke pulau Sumatera. Saya masih suka dengan bacaan seputar psikologi populer. Saya membaca Emotional Intelligence karya Daniel Goleman, Spiritual Intelligence karya Danah Zohar, dan ESQ (Emotional-Spiritual Quotient) karya Ary Ginanjar Agustian. Saya tertarik pada kisah-kisah Torey Hayden yang mengajar anak-anak berkebutuhan khusus dan memiliki spesialisasi pada elective mutism (anak yang menolak berbicara, padahal mampu), juga tertarik pada kisah-kisah orang yang memiliki kepribadian majemuk seperti Sybil dan Billy.

Saya sampai mencari kemungkinan jalur S2 dalam bidang Psikologi namun di Indonesia kelihatannya tak memungkinkan lulusan S1 Teknik membelot ke Psikologi. Tak seperti di luar negeri. Torey Hayden yang saya kagumi itu, memiliki basic jurusan science tapi S2 dan S3-nya bidang psikologi. Saya sampai berpikir gila hendak kuliah S1 lagi khusus Psikologi ! Ck ck ck, sebenarnya mau jadi apa saya ya ...

Sekarang, saya tak punya banyak waktu untuk membaca seperti dulu karena ribet-nya berhadapan dengan tiga buah hati sehari-hari. Tetapi saya menyempatkan membaca, apa saja yang menarik hati, kecuali fiksi. Jarang bacaan fiksi yang menarik bagi saya. Ini masalah selera saja, bukan berarti bahwa sekarang banyak fiksi jelek lho ya, justru semakin banyak penulis fiksi bermutu di negeri ini. Saya tak terlalu tergila-gila pada psikologi lagi tetapi saya makin suka mengamati sikap dan perilaku orang-orang di sekitar saya, juga mencoba menganalisanya.

Rasanya baru kemarin padahal sudah ... berapa tahun ya ... :)
Saya malah punya kebiasaan baru yang sekarang bagai refreshing buat saya, yaitu: menulis. Sampai-sampai seorang kawan lama mengatakan: “Niar, ternyata Kamu ini insinyur sastra ya.” Ahahaha, saya bukan insinyur walau di ijazah saya tertulis “Sarjana Teknik”, bukan pula orang yang paham sastra. Sekarang, saya hanyalah seorang ibu tiga anak yang sederhana yang tergila-gila menulis. Itu saja.

Saya lagi doyan ngeblog dan berharap bisa ngeblog seumur hidup karena bagi saya ngeblog juga berarti mendokumentasikan sejarah keluarga juga pemikiran serta renungan saya ke dalam blog. Alhamdulillah bila suatu saat bisa bermanfaat buat anak-cucu saya. Double alhamdulillah bila bisa bermanfaat buat orang lain. Harapan lainnya, semoga saya selalu dalam ridha Allah dalam menjalani peran saya sebagi ibu yang ternyata makin besar tantangannya.

Dirimu sendiri kawan, bagaimanakah masa lalu, kehidupan sekarang, cita-cita, dan harapan masa depanmu? Kalau berminat menuangkannya ke dalam blog, masih ada waktu nih buat ikutan giveaway-nya Cah Kesesi AyuTea. Batas akhirnya tanggal 31 Mei 2012 J

Selamat milad untuk Noorma FItriana M. Zain alias Cah Kesesi Ayu Tea. Semoga sepanjang usia berkah dunia-akhirat dan menjadi orang yang lebih baik lagi. Senang bisa ikutan giveaway-nya. Semoga tulisan saya berkenan buatmu yah J.

Makassar, 30 Mei 2012

Tulisan ini diikutsertakan dalam GiveAway Cah Kesesi AyuTea yang diselenggarakan oleh Noorma Fitriana M. Zain



Silakan dibaca juga:



Share :

8 Komentar di "Insinyur Sastra dan Psikologi"

  1. Kalau saya baca bukunya bisa genre fiksi/nonfiksi..mana yg isinya menarik menurut saya.

    Eh, seru lho mbak dpt gelar Insinyur sastra. Justru lebih cool, sastranya ada warna tekniknya jadi lebih atractive. Angan-2 saya, membawa sastra dalam ranah teknik atau sebaliknya...

    Sukses utk GAnya ya Mbak:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Seru ya mbak? Ahaha ... gelarnya dari teman sendiri :D
      Makasih ya, sukses juga buat mbak Ririe :D

      Delete
  2. Poto yang dipoto itu nampak klasik, dan masa lalu yg dikenang itu nampak asyik!

    Moga sukses GA-nya, Bu'... ;-)

    ReplyDelete
  3. mbak niar nggak suka dengan hapalan makanya masuk ke jurusan teknik elektro ya....berarti kebalikan dengan saya mbak...dari SD sampe kuliah saya malah paling suka menghapal, makanya saya ambil jurusan ekonomi manajemen mbak...hehe...

    ReplyDelete
  4. wow, keren yaa mbak niar *dejavu kyak kenal nama nya* wakakakkakaka

    eeh psikologi keren lho mbak, walaupun ndak kul psikologi baca2 buku nya bikin tambah ilmu lho :D

    ReplyDelete
  5. Subhanallah...
    Kisahnya sangat menarik mbak ^^
    Saya juga suka dengan buku2 psikologi, sedangkan saya jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan :)
    Dan saat ini aktif di komunitas kepenulisan di Sumut.
    Mempelajari ketiga bidang ini sangat menyenangkan bagi saya.

    Suka sekali dengan tulisan2 mbak di blog ini :)

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^