Di Depan Diam, Di Belakang Menegur

Sudah 9 tahun ini (dalam 12 tahun pernikahan), saya dan keluarga kecil saya tinggal bersama orangtua saya. Saya bersaudara 3 orang, adik-adik saya tak ada yang tinggal satu kota dengan kami.
            Perbedaan generasi dan karakter membuat perbedaan pola pengasuhan antara kami (saya dan suami) dengan orangtua saya. Misalnya saja beberapa kali ibu saya marah besar kepada sulung saya - Affiq (10 tahun). Ibu memperlakukannya persis seperti memperlakukan saya. Affiq berbeda dengan saya. Sejak usia batita (di bawah tiga tahun) sudah terlihat karakter 'keras hati'-nya. Sebagai orangtua, saya tahu kapan harus tegas/keras kepadanya dan kapan harus melunak. Namun tidak demikian dengan ibu saya, ia berlaku seperti apa yang selama puluhan tahun ini dianggapnya benar.

            Seringkali ada rasa tidak enak karena dalam penilaian saya, anak saya tidak sepenuhnya salah dan ibu saya tidak sepenuhnya benar sehingga membuat beliau semarah itu . Namun saya berusaha sekuat tenaga untuk tidak membuat konflik baru. Saya harus diam 'menelan' amarah ibu.
            Setelah saya rasa ia cukup memuntahkan amarahnya, saya tarik anak saya ke kamar kami. Saya marahi (atau tegur, tergantung seberapa besar kesalahannya) ia atas kesalahannya, terkadang dengan intonasi naik - sekalian sebagai shock therapy. Lalu perlahan suara saya melunak, menasihatinya sambil memeluk/mengelusnya. Tanpa saya sadari, saya pernah menangis saat menasihatinya. Saya katakan, saya tak suka ia berlaku seperti itu kepada ibu saya, saya sedih. Ia juga pasti sedih jika ada yang berlaku seperti itu kepada saya.
            Jika saya menangis, Affiq tertegun. Ia terlihat berpikir. Setelah itu, saya berusaha tenang dan memintanya supaya minta maaf kepada ibu saya. Alhamdulillah ia mau.
            Selama ini ada tiga kali Affiq membuat saya sport jantung karena ia memancing murka ibu saya. Bagi saya, sikap ibu tidak tepat, tapi mau bagaimana lagi, sudah seperti itulah ibu. Sebisa mungkin Affiq yang saya kondisikan untuk mengikuti 'alur' dalam rumah besar orangtua saya. Alhamdulillah ... segala puji bagi Allah yang menggerakkan hati. Hati Affiq tergerak untuk dikondisikan oleh saya.
            Kini, sesekali masih ada konflik antara Affiq dengan ibu. Tetapi Affiq kelihatannya sudah lebih memahami karakter neneknya, apalagi ia sesekali butuh 'merayu' neneknya untuk mendapatkan sesuatu - semisal es krim . 
            Mudah-mudahan seterusnya seperti itu.



Keterangan:


Tulisan ini diikutkan salah satu lomba yang disponsori INDOSAT (kontes Srikandi Keluarga) dan alhamdulillah berhasil menjadi salah satu pemenang (berdasarkan isi tulisan, jumlah poin dan voter). Berdasarkan ketentuan, tulisan yang diikutkan lomba ini menjadi milik penyelenggara (yaitu pihak INDOSAT).


Terimakasih kepada teman-teman yang sudah memberikan vote-nya kepada saya di kontes ini. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan yang berlipat. Terimakasih pula kepada INDOSAT.


Share :

0 Response to "Di Depan Diam, Di Belakang Menegur"

Post a Comment

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^