Showing posts with label Pengembangan Diri. Show all posts
Showing posts with label Pengembangan Diri. Show all posts
Pendidikan Karakter, dari Rengkuhan Pemerintah Hingga Keluarga

Pendidikan Karakter, dari Rengkuhan Pemerintah Hingga Keluarga

Degradasi Moral Memicu “Pendidikan Karakter” Didengungkan

Akhir-akhir ini marak didengungkan frasa “Pendidikan Karakter”. Pendidikan yang menekankan dimensi etis spiritual dalam proses pembentukan pribadi ini dicetuskan oleh seorang pedagog Jerman FW Foerster (1869-1966). Pentingnya pendidikan karakter melecut pemerintah kita untuk mencanangkannya pada hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2010[1] lalu.   Hampir bisa dipastikan, ini karena tanda-tanda degradasi moral yang terjadi di negara ini sungguh menyita perhatian dan membuat keresahan yang meluas di seantero negeri. Betapa tidak, sepuluh tanda degradasi moral yang melanda suatu negara dan merupakan tanda-tanda kehancuran suatu bangsa - menurut rumusan Thomas Lickona (Sutawi, 2010), sangat nyata di negeri ini. Kesepuluh tanda tersebut adalah:
Baca selengkapnya

Pendidikan Kita: Menyoal STANDARDISASI, Adilkah?

           Saat-saat menjelang ujian akhir semester (kenaikan kelas) anak saya merupakan satu momok yang menggemaskan. Bagaimana tidak. Sejak ia kelas 3 SD, soal ujian untuk mata pelajaran yang diujian-nasionalkan yang diberikan kepada mereka seragam (baca: STANDAR), dibuat oleh departemen DIKNAS kota Makassar. Saya bersama anak saya – Affiq, sama-sama ‘jungkir-balik’ menyongsongnya.
            Untuk menyuruhnya belajar saja, saya harus menguras energi. Sebab ia anak yang tidak bisa diam. Memanggilnya duduk di samping saya membutuhkan waktu bermenit-menit sampai berpuluh menit. Terkadang saat ia sudah duduk di sisi saya, sementara perhatian saya beralih ke hal lain – semisal adiknya, begitu saya menoleh ke arahnya hanya angin yang saya dapatkan. Maksudnya, ia sudah tidak berada di situ, sudah raib alias tak kelihatan. Jadi saya harus starter lagi meneriakkan, “AFFIQ!” dan menyuruhnya konsentrasi pada pelajarannya. Ini tak hanya berlangsung sehari sebelum ujian, tetapi berhari-hari sebelumnya, bahkan berbulan-bulan sebelumnya. Karena padatnya tuntutan kurikulum, sejak awal semester saya berusaha menemaninya belajar. Hari-hari menjelang ujian bukannya makin ringan, malah membuat saya jungkir-balik.
Baca selengkapnya

K****m yang Eyecatching

Ada satu hal yang menjadi perhatian saya sekarang, sehubungan dengan pendidikan anak saya (dan juga anak-anak lain) kelak.
            Apa itu?
            Yaitu, produk yang sekarang terpampang dengan bebas di mana-mana, dan pas dengan tinggi badan anak balita hingga anak usia SD. Produk itu, selalu ada di bagian depan, dekat sekali dengan kasir. Jadi sangat eye catching buat anak-anak. Apalagi disain warna kemasannya banyak yang menarik, ditambah dengan tulisan ‘rasa’, ‘aroma’ atau model produk yang bersangkutan.
Baca selengkapnya

Motivasi Ia Agar Percaya Dirinya Menawan

Seorang anak, sebut saja namanya Cindy – tumbuh menjadi wanita yang sangat tidak percaya diri dan minderan. Ia selalu merasa tak pernah bisa melakukan apapun, serba takut salah dalam memutuskan apa-apa. Ia selalu merasa ‘aman’ berada di belakang orang lain atau memiliki pendapat yang sama dengan kebanyakan orang. Ia takut membela pendapatnya jika pendapatnya akan menimbulkan kontroversi, untuk itu ia rela ‘berganti’ pendapat. 

Baca selengkapnya
Emosi Sang Kakek, Emosiku Juga ?

Emosi Sang Kakek, Emosiku Juga ?

Suatu Ahad pagi di bulan Mei 2011.
            Saya berusaha secepat mungkin menyelesaikan urusan pagi-pagi rumah agar bisa menghadiri Blogilicious Fun Makassar hari kedua tepat waktu.
            Saya ke warung sebelah untuk membeli roti buat anak-anak. Sambil menunggu empunya warung melayani pembeli yang sudah lebih dulu berada di tempat itu, saya memperhatikan seorang kakek, tetangga sebelah yang sedang ‘ribut’ dengan cucu laki-lakinya berusia 3 tahun yang tengah mengendarai sepeda roda tiganya. Entah apa yang diinginkan si cucu, sang kakek tak mengerti. Cucunya merengek-rengek keras. Sang kakek mulai bersuara keras, berupaya menghentikan rengekan cucunya sambil menawarkan makanan yang ada di genggamannya. Cucunya menolak. Masih tetap merengek keras. Sang kakek kesal. Sang kakek meletakkan kakinya ke sisi kanan sepeda dan melakukan sedikit gerakan mendorong sepeda itu ke arah kiri, sambil mengancam dengan suara keras. Walau tak jatuh, cucunya akhirnya menangis dengan suara sangat keras.
Baca selengkapnya