Showing posts with label Memantaskan yang Pantas. Show all posts
Showing posts with label Memantaskan yang Pantas. Show all posts

Hati-Hati dengan Dunia Malam, Anak Muda

Pengaruh minuman keras membuatnya terkapar di tepi jalan
Menjelang subuh, di suatu hari menjelang pertengahan Desember 2012, seorang pemuda didapati sedang terbaring di sebuah persimpangan gang di depan masjid, dekat sekali dengan rumah kami. Telepon genggamnya ditemukan oleh seorang tetangga berada tak jauh dari tempatnya berbaring.

Pemuda ini konon pada malam sebelumnya, minum bersama temannya. Dan tahu-tahu ia terbangun pagi hari itu di tepi jalan. Kawan minumnya sudah pergi, entah ke mana. Uangnya sudah tak ada di dalam dompet. Untungnya ia tinggal di rumah kos yang tak jauh dari tempatnya terbaring. Karena belum memiliki kekuatan, ia menelepon teman-temannya untuk menjemputnya.
Baca selengkapnya

Dalam Dada Mereka Juga Ada Indonesia


Imlek tahun ini sunyi, tak seperti tahun lalu. Tahun lalu, menjelang tengah malam, bunyi petasan dan kembang api ramai terdengar dari segala penjuru kota. Walau saya senang karena malam itu tenang sekali namun saya bertanya-tanya dalam hati, “Ada apa gerangan?” Tak biasanya sesunyi ini.

Saat suami saya berbelanja keperluan bungsu kami di sebuah toko, ia berbincang-bincang dengan pemilik toko. Pergantian tahun baru Cina yang tenang menjadi topiknya. Pemilik toko, sebut saja Hadi berkata bahwa, mereka takut terjadi pengganyangan. Saat seorang calon kalah pada pemilihan gubernur baru-baru ini ada yang melempari rumah-rumah di jalan Sulawesi – kawasan pecinan di Makassar.

Siapa pun bisa jadi pelaku, belum tentu suruhan calon tersebut. Bisa jadi si A, si B, C, E, dan seterusnya. Kita mengusutnya, bukanlah hal yang penting. Yang penting di sini adalah kenyataan masih banyak orang yang mau diperbudak oleh emosinya. Masih banyak orang yang diperbudak keakuannya, merasa lebih baik dan lebih tinggi derajat sukunya daripada suku lain. Menyedihkan.

Perayaan Cap Go Meh pada tahun ini pun tak semeriah tahun lalu. Tahun lalu, suami saya sempat menyaksikannya dan pulang membawa oleh-oleh ratusan foto yang saya olah menjadi bahan untuk 4 tulisan di blog ini (Bissu pun Berkarnaval - Kemeriahan Cap Go Meh (4), Atraksi Sepak Raga - Kemeriahan Cap Go Meh (3), Pesta Budaya - Kemeriahan Cap Go Meh (2), dan Karnaval - Kemeriahan Cap Go Meh (1)).
Baca selengkapnya

Yang Tersisih, Yang Mengharumkan Nama Bangsa


Farid Satria, salah seorang pembicara dalam Tedx Makassar
Sumber gambar: Halaman facebook Tedx Makassar
Sesekali saya menunduk, menuliskan ke dalam buku catatan saya mengenai penampil terakhir, Farid Satria dari Pagolo Football Club di ajang Tedx Makassar[i] pada Sabtu kemarin.

“Pagolo Football Club beranggotakan orang-orang dengan HIV/Aids - ODHA, mantan pecandu narkoba, dan orang miskin kota,” Farid menjelaskan tentang klub di Makassar, tempatnya bergabung. Alasan mereka memilih sepakbola adalah untuk mematahkan stigma bahwa sepakbola hanya untuk orang yang bertubuh sehat, tanpa masa lalu narkoba atau aids.

“Apa yang ada di pikiran Anda ketika mendengar tentang ODHA? Apakah Anda membayangkan orang dengan tubuh kurus kering yang hanya tinggal tulang dan dosa? Yang hanya tinggal menunggu miscall dari Mungkar?” Farid tersenyum saat menuturkan tentang stigma ODHA yang banyak hinggap di pikiran orang-orang. Saya ikut tersenyum, membenarkan apa yang dikatakannya.

Saya masih menunduk menekuni buku catatan saya ketika sebuah pengakuan Farid yang dituturkannya dengan lugas membuat saya tersentak seketika sehingga langsung menegakkan kepala dan menatap wajahnya dengan mata membelalak. Farid mengakui dirinya sebagai ODHA dan mantan pecandu narkoba!
Baca selengkapnya

Sebuah Modus Penipuan?

Sumber: http://wales.nhs.uk

Pukul 10.30, telepon rumah berdering.
“Halo,” saya menyebut kata standar dalam menerima telepon.
Suara di seberang sana kurang jelas terdengar.
“Ya, halo,” saya mengulangi menyapa si penelepon.

“Halo. Ini dari sekolahan,” sapa suara seorang perempuan di seberang sana. Sepertinya bukan suara seorang gadis muda. Mungkin ibu-ibu atau perempuan berusia di atas 25 atau 30 tahun.
“Ya, kenapa?” tanya saya.
“Anak ta’ jatuh di sekolah,” perempuan itu mulai menjelaskan.
“Jatuh di mana?”
“Di sekolah.”

“Anak Saya yang mana?” saya memancing reaksi perempuan itu. Rasanya ada yang tak wajar.
“Anak ta’ yang laki-laki.”
“INI SIAPAKAH?” saya bertanya dengan nada suara meninggi.
Baca selengkapnya

Hei, Kalian Sedang Demo Apa?

Suasana di fly over

Maafkan saya adik-adik mahasiswa yang saat itu berdemo di bawah fly over (jalan layang). Saya melewati kalian dengan perasaan geli. Bukannya meremehkan perjuangan kalian berserak-serak suara, menantang gerahnya kota Makassar di siang hari pada 12 November itu. Bukan.

Tapi karena saat melewati kalian, saya melihat seseorang di antara kalian sedang cuap-cuap menggunakan toa. Saya sama sekali tak mendengar apa yang ia katakan. Seperti tengah menonton film bisu. Kalian sedang mendemonstrasikan apa?

Sekian hari berikutnya baru saya tahu apa yang kalian demonstrasikan. Itu pun setelah melakukan zooming in sebuah foto yang saya dapatkan. Ada tulisan “Turunkan SBY – Boediono dari jabatannya karena tidak mampu memimpin negeri ini”.
Baca selengkapnya