Showing posts with label Memantaskan yang Pantas. Show all posts
Showing posts with label Memantaskan yang Pantas. Show all posts

Celaka ... Celaka

Tadi malam ada berita, anak usia 14 tahun mengemudikan mobil dan menabrak 15[i] orang di 5 lokasi berbeda di Makassar. Sampai tulisan ini dibuat saya belum tahu nasib semua korbannya, yang pasti banyak yang masuk rumah sakit dan belum ada – mudah-mudahan tidak ada, yang meninggal. Mengapa sampai 15 orang di lokasi-lokasi berbeda? Karena ia dari sebuah tempat, menabrak orang kemudian lari lalu menabrak lagi, lari lagi, menabrak lagi, lari lagi. Begitu hingga lima kali.

Saya jadi ingat cerita seorang sopir taksi mengenai anak perempuannya yang baru kelas 5 SD tetapi berbadan bongsor. Beberapa kali putrinya itu meminta izin supaya bisa mengendarai sepeda motor ayahnya tetapi tidak pernah diizinkan. Suatu siang saat ayahnya sedang tidur, ia  mengambil diam-diam kunci motor ayahnya dan mengendarai sepeda motor itu. Namun malang, sampai di kanal ia tak bisa menguasai kendaraan itu sehingga membawanya terjun bebas, masuk ke dalam kanal. Peristiwa itu mendatangkan hikmah, anak itu jera membawa sepeda motor lagi.
Baca selengkapnya

Peran Orangtua Bagi Anak Penyandang Disabilitas dalam Menjawab Pandangan Masyarakat

 Disabilitas dan Pandangan Masyarakat’. Saat membaca tema kontes menulis blog semi SEO dari Kartunet ini, saya langsung teringat pernah menonton kisah tentang seorang personil grup vokal akapela yang terlahir menyandang disabilitas pada kaki dan tangannya. Waktu itu dikisahkan sang ibu gigih mengajar anak penyandang disabilitas itu untuk menyetir mobil. Pandangan masyarakat kebanyakan memberi tanggapan seperti:  “Koq tega ya, masa anak penyandang disabilitas seperti itu diajar nyetir mobil, kan kasihan ...”
Menanggapi hal ini, sang ibu berkata, “Selama Saya masih ada, Saya bisa menolong anak Saya. Bagaimana kalau Saya tidak ada kelak. Siapa yang mau membantu anak Saya?” Saya salut dengan sang ibu. Ia dengan ‘tega’-nya mengajar anaknya yang menyandang disabilitas supaya bisa menyetir agar anaknya tidak bergantung kepada siapa pun. Supaya sang anak bisa mandiri. Sangat beruntung sang anak yang memiliki orangtua seperti ini. Bukan karena tidak sayang, tetapi justru inilah wujud kasih sayang sejati. Karena dunia ini keras, bahkan penyandang disabilitas sekali pun harus memenangkan pertarungan.
Baca selengkapnya

Tentang Ayam Goreng Bau di Restoran Terkenal



Awalnya tulisan Tentang Ayam Goreng Bau di Restoran Terkenal ini saya publish di Kompasiana. Tak terduga, tulisan ini menembus angka lebih dari 1000 (pembaca) pada saat ini sejak di-posting lewat tengah malam tadi.
Untuk berbagi kepada khalayak, agar menjadi bahan pelajaran. Bukan untuk menyerang merek dagang tertentu. Harapan saya, ke depannya pihak restoran mampu memberikan penyelesaian masalah yang bijak.
Baca selengkapnya
Hubungan Antara Subyek Perkasa dan Obyek Penggoda

Hubungan Antara Subyek Perkasa dan Obyek Penggoda

Percakapan imajiner tentang sebuah masalah nyata:

Tanya   : Ada iklan oli, di situ ada tiga komponen: produk, subyek perkasa berupa laki-laki pengendara motor dan obyek penggoda berupa perempuan berkulit kuning langsat nan mulus yang memperlihatkan belahan dada sekaligus pahanya. Nah, Kamu tahu apa hubungan logis dari ketiganya?
Jawab   : Tidak ada.
T          : Tidak ada? Lha, kenapa diiklankan seolah ketiganya berhubungan secara logis?
J          : Tidak tahu. Hubungannya bukan hubungan logis.
T          : Lantas, hubungan apa dong ?
J          : Hubungan syahwat.
T          : Hubungan syahwat?
J         : Iya. Sebenarnya kasihan juga si subyek perkasa itu. Dan ada yang tak beres dengan si pembuat iklan. Atau malah semuanya tidak beres.
T          : Memangnya kenapa?
J       : Kasihan dong. Laki-laki kan selalu dilambangkan sebagai makhluk yang mengedepankan logika. Pastinya laki-laki tak mau disebut sebagai makhluk yang mengedepankan emosi, tapi bukan berarti juga laki-laki itu makhluk yang tak memiliki rasa/emosi. Banya juga laki-laki yang peka/halus perasaannya. Nah, di iklan itu koq mau mengedepankah syahwat, berarti logikanya dilemahkan dong
Baca selengkapnya

Tertawalah di Saat yang Pantas, Teman !

Sumber gambar:
www.sacredwaste.com

Setelah membaca tulisan saya yang berjudul Ketika Maaf Harus Terucap, Maka Runtuhlah Dinding Superioritas Itu di blog saya, seorang kawan yang sedang berada di negari sakura membagi pengalaman serupa dengan itu kepada saya. Pengalaman saat dirinya didera rasa bersalah karena sempat memperturutkan sensitivitas yang mendadak timbul dalam hatinya.
Saat itu ada pembagian alat musik di klub musik sekolah anak sulungnya. Si sulung kebagian alat musik ‘tamborin’.
Beberapa waktu kemudian, terjadi percakapan dengan sesama warga Indonesia yang anak-anaknya sekolah di sekolah yang sama dengan si sulung. Kawan saya menceritakan kejadiannya :
Baca selengkapnya