“Lupa anak” di sini maksudnya bukan melupakan sudah punya anak atau melupakan nama anak. Kalau mau dijelaskan tidak sesingkat itu namun untuk mempermudah penulisan, saya singkat saja istilahnya menjadi “lupa anak”. Nanti saya ceritakan apa saja kejadian terkait 2 kata itu.
Lupa Menjemput Anak di Sekolah
Nah,
kalau dituliskan sepanjang sub judul di atas, mungkin
sudah kebayang ya yang bagaimana yang saya maksud? Suami saya beberapa
kali lupa menjemput anak pada waktu seharusnya si anak dijemput. Ketiga anak
kami memiliki respon yang berbeda-beda ketika ayahnya lupa menjemput. Anak sulung diam saja tapi wajahnya terlihat bete. Dia tidak komplain satu
patah kata pun, cukup lihat saja dari wajahnya. Dia pernah menunggu sampai
lebih satu jam sampai ayahnya datang menjemput. Untungnya, dia mudah ditemukan
karena berada di tempat biasanya menunggu. Di antara ketiga anak kami, si
sulung ini yang paling sering mengalami kejadian lupa dijemput pada waktunya.
Reaksi anak perempuan kami, adik persis di bawah si sulung berbeda. Kalau terlambat dijemput karena ayahnya lupa, wajahnya terlihat sangat sebal. Selain itu mulutnya mengomel panjang-pendek. Di antara dua saudara laki-lakinya, dia memang yang paling ekspresif. Sudah begitu, dia melanglang buana seantero sekolah, tidak berada di tempat yang sudah disepakati di mana dia harus menunggu jadi ayahnya harus berpusing-pusing mencarinya. 😄
Reaksi
anak bungsu juga berbeda. Dia komplain secara verbal tetapi tidak setajam si
tengah. Hanya saja dia akan berulang kali menasihati ayahnya dalam sepanjang
perjalanan pulang ke rumah agar besok-besok jangan terulang lagi kejadian
serupa.
Lupa Menyediakan Makanan
Walaupun
aktivitas mempersiapkan makanan merupakan urusan saya sehari-hari, ada kalanya
saya lupa ketika ada urusan lain yang harus saya kerjakan. Beruntung saya di-support
oleh suami yang penuh pengertian, biasanya beliau sigap mengurus makanan
anak-anak. Sekarang lebih mudah lagi karena anak-anak sudah bisa dititipi
memasak lauk sederhana seperti telur mata sapi atau mie goreng. Anak sulungku bisa
memasak mie goreng dengan bumbu yang diracik sendiri dan masakannya enak.
Pernah saya memintanya memasakkan mie goreng untuk neneknya dan makan siang
mereka ketika saya ada undangan untuk menghadiri acara Bawaslu
Sulsel.
Lupa Mencuci Baju Seragam
Waktu
anak-anak masih kecil, sangat banyak urusan rumah berseliweran di benak saya.
Waktu itu masih ada kedua orang tua saya dan kami tak memiliki asisten rumah
tangga. Beberapa kali pakaian kotor menumpuk, lupa dicuci padahal kami
menggunakan mesin cuci. Memang menjadi lebih mudah dengan adanya mesin cuci
tapi kan tetap saja harus orang – yaitu saya yang mengoperasikan mesin
cuci kami.
Alhasil
di pagi hari terjadi kegaduhan tambahan: mencari pakaian seragam yang harus
dipakai hari itu. Lupa mencuci bukan berarti secara otomatis saya ingat seragam
yang dicari itu ada di tumpukan pakaian kotor yang belum dicuci di dalam mesin
cuci bukaan depan kami. Yang biasanya terjadi saya merasa pakaiannya sudah dicuci,
sudah kering, dan sudah dilipat, setidaknya di keranjang pakaian.
Mau tak mau, ketika akhirnya menemukan pakaian yang dicari ada di tumpukan pakaian kotor, si anak harus mengenakan kembali pakaiannya tanpa dicuci. Masih bagus kalau pas lagi ada parfum, bisa disemprotkan dulu ke pakaiannya sebelum berangkat sekolah. Kalau tidak, cuma bisa berharap baunya tidak tercium oleh orang lain. 😵
Mungkin
membaca ini ada yang menganggap saya ibu yang sembrono. Di sini saya perlu
membela diri ya. Saya tidak merasa sepenuhnya salah saya karena saya
sudah berulang kali mengatakan kepada anak-anak agar pakaian sekolah yang mau
dipakai keesokan harinya harus sudah disiapkan pada malam sebelumnya.
Seandainya
ketahuannya pada hari sebelumnya kan masih bisa diproses cepat karena hasil
akhir mesin cuci kami sangat bagus – pakaian sudah “terperas” sedemikian rupa,
tidak ada lagi air yang menitik. Dengan demikian, diangin-anginkan semalaman
pun aman, bisa dipakai setelah diseterika keesokan paginya. Bisa ditebak,
kegaduhan mencari pakaian seragam di pagi hari beriringan dengan suara saya
mengomeli anak-anak hahaha.
Lupa Anak Belum Pulang
Seiring
makin besarnya anak-anak dengan aktivitas sekolah/(pasca) kuliah yang berbeda, lupa
anak belum pulang ini terjadi beberapa kali. Siang hingga sore hari biasanya
rumah masih sepi karena anak-anak sepulang dari aktivitas mereka biasanya masuk
di dalam kamar, baru keluar lagi menjelang makan malam.
Saking merasa damainya pada situasi demikian, saya kadang lupa salah satu anak belum pulang. Tiba-tiba saja terbersit keinginan untuk mengecek mereka satu-satu. Kalau sudah begitu baru kaget, lha anakku yang satunya mana? 😲
Waktu si sulung masih kuliah, alpa itu terjadinya di malam hari. Saking
seringnya dia mengerjakan tugas berkelompok sampai-sampai pulangnya di atas jam
12 malam, saya pernah baru ngeh pada jam 10-11 malam. Geregetannya kalau
ditelepon-telepon eh handphone-nya tak aktif. Alhasil jadi susah tidur,
terpaksa begadang menunggui dia. Saat pulang dan diinterogasi, pasti dalihnya: “Lowbat
HP-ku.” Ih!
Lupa Membangunkan Anak
Kejadian konyol lupa membangunkan anak baru terjadi kemarin. Masih fresh! 😁 Seperti biasa, karena masih mengantuk, setelah shalat subuh dan berdzikir,
saya tidur lagi. Biasanya anak-anak bangun sendiri dan mempersiapkan diri untuk
bersekolah. Khusus si bungsu – dia saja yang masih dikontrol. Anak tengahku
tidak saya kontrol dengan ketat lagi karena dia sudah tahu kewajibannya dan
biasanya memang dia mempersiapkan dirinya sendiri.
Sempat terlelap beberapa saat, tiba-tiba saya terbangun lalu bergegas ke
kamar si bungsu untuk membangunkannya. Eh, dianya masih mager (malas
gerak). Kemarinnya dia tak sekolah karena sakit. Sebenarnya hari itu dia sudah
tidak demam lagi tetapi masih ada saja keluhannya. Ya sudah, saya biarkan saja.
Saya kembali ke kamar karena masih mager juga.
Nah, gongnya terjadi pada pukul setengah sepuluh. Saya
baru ingat si tengah tidak pamit tadi. Barulah saya bertanya-tanya, anak ini
sudah pergi sekolah atau belum ya? Kemarin minta izin mau mengendarai motor ke
sekolah. Dia memang sudah punya surat izin mengemudi sepeda motor sehingga
sesekali dia membawa sepeda motor kakaknya ke sekolah.
Bergegas saya keluar dari kamar dan melongok ke arah motor terparkir di
ruang tamu. Barulah saya terperanjat, motornya masih ada di sana! Saya gedorlah
pintu kamar si tengah, “Hei, sudah jam setengah sepuluh itu, kenapa belum pergi
sekolah?”
Terdengar suara baru bangun milik si putri, “Yaaaa? Tidak ada yang bangunkan saya.” Spontan mamaknya ini mengomel, “Lha kan biasanya kamu sudah bisa mengurus diri sendiri. Kemarin kan tidak dibangunkan. Mama kan ngantuk juga ini!” Mamak tak terima sebab dia sudah kelas 12. Masa urusan bangun tidur masih bergantung sama Mamak? 😏
“Tidak enak badanku juga. Saya minta tolong temanku minta izinkan,”
ujarnya.
“Perlu Mama WA ke grup kelas, minta izinkan sama wali kelas?” tanya
saya.
“Tidak usah. Bisa ji lewat temanku saja,” jawabnya.
Rupanya hari itu bukan hanya dia yang tak sekolah. Banyak teman sekelasnya
tak masuk. Hari itu juga bertepatan tak ada satu pun guru yang mengajar.
Kloplah kalau begitu.
***
Jadi, demikian cerita lupa anak dari saya. Apa kalian punya cerita lupa
anak yang serupa? Share, yuk di kolom komentar di bawah. 😊
Makassar, 8 Maret 2025
Share :
Judul yang singkat
ReplyDeleteSaya jadi ingat saat awal menulis, bikin judul singkat. Lupa jika persaingan judul di google itu sungguh luar biasa banyaknya. Bahkan ada kesamaan judul dengan situs lainnya.
Soal lupa, ya pada umumnya sama. Itulah seninya berkeluarga dan punya anak. Kalau hanya sekedar diomelin anak, ya cukup diam plus senyum-senyum. Enaknya jadi orang tua, ya itu kena omelan anak. Lebih baik onak ngomel ke orang tua, daripada anak ngomel ketetangga hahaha lebih bahaya kan
Kalau judul saya tidak banyak yang memakainya, Mas soalnya tidak lazim dan istilahnya saya bikin-bikin sendiri. Dan iya benar ... daripada anak ngomel ke tetangga kan berabe ya.
Delete