Pembelajaran Daring: Dramanya Mamak-Mamak - Pembelajaran daring yang dihadapi anak-anak semoga tidak bikin saya darting (darah tinggi). Saya tak mau sampai ke tahap itu tapi tak saya pungkiri kalau merasa gemas sering. Karena di satu sisi saya memaklumi keadaan sekarang yang mana kita semua memang tidak terbiasa dengan pembelajaran jarak jauh ini.
Kedua anak terkecil saya baru
menjalani belajar dari rumah pada tahun ajaran baru 2020/2021. Jangan tanya ngapain saja
sebelumnya, sejak pembelajaran daring harus dilaksanakan pada bulan Maret lalu.
Tapi saya jawab saja, waktu itu mereka santai saja, tak ada arahan berarti dari
sekolah terkecuali saat menjelang ulangan umum kenaikan kelas.
Sekali lagi, saya memaklumi keadaan itu dan berusaha menjalankan peran saya sebagai ibu seoptimal mungkin. Saya tetap mengusahakan Athifah dan Afyad belajar dalam pengawasan saya. Menurut saya, tanggung jawab utama membelajarkan anak ada pada orang tua, tidak boleh semata-mata berharap pada sekolah.
Untungnya, Athifah masih duduk di
bangku SMP jadi saya masih bisa mengarahkan dan mengajarinya. Entah bagaimana
jika dia duduk di bangku SMA. Keadaan saat itu tak sama dengan sekarang, kalau
saat ini sudah mulai bertumbuh kursus online yang memudahkan orang
tua membantu anak selama pembelajaran jarak jauh.
Suatu hari kelak, masa-masa ini akan
dikenang sebagai bagian dari sejarah hidup kita. Olehnya itu, saya tertarik
menuliskannya di sini.
Ujian (Drama) Pembelajaran Daring Bagi Mamak:
1. Bersinggungan dengan orang
tua dengan berbagai karakter.
Orang tua siswa di dalam grup kelas
modelnya beraneka ragam. Wajar sih, ya. Manusia kan majemuk. Berada dalam satu
grup dengan berbagai macam orang, setidaknya membuat kita belajar bahwa dunia
ini warna-warni.
Ada orang tua yang suka bertanya padahal sudah dijelaskan oleh guru, ada orang tua yang tak pernah bertanya padahal belum tentu paham, ada orang tua yang bureng (istilah di zaman saya dulu “buru ranking”), ada orang tua yang sampai hari ini tak tahu caranya memasukkan nama anaknya di dalam daftar hadir di grup Whatsapp. 🙊
2. Menghadapi guru
dengan berbagai gaya dan karakter.
Sebagaimana orang tua, guru-guru yang
dihadapi pun beragam. Ada yang mengharuskan siswa secara berkala datang ke
sekolah untuk menyetor
tugas dan pekerjaan
rumah mereka meskipun selalu di-upload pekerjaannya by japri.
Ada guru yang mengatakan setoran
tugas di Google Classroom belum masuk-masuk juga padahal sudah 2 kali
dikerjakan dan 2 kali diunggah. Pada akun putri saya sudah terlihat tanda
pekerjaannya berhasil dikirimkan sementara oleh gurunya dikatakan belum.
Jadinya, terpaksalah form yang sama dikerjakan untuk ketiga kalinya. Lumayan makan waktu dan menguji kesabaran karena Athifah menggunakan ponsel yang saya pakai untuk bekerja. 😁
Pada hari lain, guru upload dua
video. Yang satu berupa penjelasan dari materi hari itu, yang satunya berisi
tugas hari itu. Video materi bisa dibuka dengan selamat sementara video tugas
tidak. Yang tampil di layar HP kami hanyalah gambar berwarna kelabu tua –
nyaris hitam yang tak bisa diapa-apain.
Ketika dikonfirmasi ke guru yang
bersangkutan beliau hanya berkata bahwa masalah ada di HP kami tanpa memberikah
solusi lain. Padahal bukan hanya kami yang tak bisa membuka soal yang
diberikannya, siswa-siswa lain juga tak bisa membukanya. Lagi pula HP saya
bukan HP yang jadul banget. Seharusnya cukup canggih kalau hanya sekadar
membuka video di Google Classroom.
Bersyukur ada satu kawan
Athifah yang membantu. Dia memberikan soal yang diberikan dalam bentuk
gambar. Saya sempat agak kesal karena soal saja mengapa dipersulit dengan
video. Padahal tinggal menuliskannya dalam bentuk teks di Google Classroom akan
lebih mempermudah.
3. Menghadapi anak
sendiri dengan karakter dan mood uniknya.
Salah satu tantangan besar adalah
menghadapi anak yang mood-nya bisa berubah-berubah. Namanya pembelajaran
daring, disuruh mandi belum tentu anaknya mau mandi karena belajar
dari rumah saja.
Anaknya santuyy bok, sesekali dia membuat mamaknya membelalak karena
dirinya tertidur di antara dua mata pelajaran.😅
By the way, itulah asyiknya belajar
dari rumah, bisa tertidur seperti itu. Paling mamaknya membelalak dan berseru
dengan setengah berteriak. Kalau di sekolah mana bisa?
Belum lagi kalau dia terdistraksi berkali-kali dengan terpancing menelusuri informasi berita terkini sehingga distraksi dan kesantaiannya berpadu menjadikannya molor mengerjakan tugas. Walau berkali-kali disampaikan supaya kasihan pada gurunya yang harus menunggu dalam waktu lama, hal itu masih saja berulang.🙊
Maka jadilah mamak ini sebagai satpam
yang harus sering berpatroli di antara kesibukannya sendiri dari tali jemuran –
dapur – ruang makan – laptop. Lagi-lagi, Mamak harus memaklumi hal ini karena
pasti ada rasa jenuh dalam diri anak.
Ini baru urusan satu
anak. Belum urusan anak lainnya hihi.
4. Ujian kesabaran bagi
Mamak.
Musuh eh bukan musuh sih. Tantangan,
lebih tepatnya. Tantangan terbesar adalah diri Mamak sendiri. Menyadari diri
bukan malaikat atau bahkan ibu peri yang harus tersenyum teduh setiap saat
namun di sisi lain menyadari peran sebagai madrasah utama bagi anak-anak
membuat saya senantiasa harus mempertebal kesabaran.
Banyak hal yang harus dilakukan untuk memberi pemahaman kepada anak terkait pelajaran-pelajarannya. Bagaimana memahami koordinat Kartesius, memetakan x ke f(x), yang mana pokok pikiran dalam sebuah paragraf beserta jenis-jenis paragraf, mencari tahu yang mana seja jenis serealia, dan sebagainya hanyalah sebagian kecil persoalan yang butuh bantuan ibu memecahkannya.
Perlu mengambil sisi menarik, yaitu bahwa dengan mendampingi anak belajar, ibunya juga belajar kembali.
Banyak hal yang harus dikerjakan selain urusan pembelajaran daring yang juga tak boleh terbengkalai. Katakanlah urusan rumah tangga, pun urusan pekerjaan. Untungnya pekerjaan bisa dilakukan di rumah saja, dari laptop dan HP meskipun harus berbagi dengan anak-anak.
Bersyukurnya si sulung sudah belajar
mandiri. Namun yang bikin kebat-kebit, dia harus ke kampus karena sebagai mahasiswa
vokasi, 70% aktivitas kuliahnya berupa praktik yang dilakukan di
kampusnya yang berjarak 15 km dari rumah.
Walaupun si sulung anak laki namun
tetap saja ya namanya orang tua, adaaa saja rasa khawatir kalau di atas jam 10 malam dia belum pulang dengan alasan mengerjakan tugas
sementara ponselnya sama sekali tak bisa dihubungi.
Untuk si sulung ini, saya tak melepas
begitu saja. Saya mempelajari kompetensi apa saja yang dia butuhkan, terutama soft
skill untuk hidup berkompetisi dan berkolaborasi pada zamannya nanti. Juga
memberi perhatian apakah ada kesulitan yang dia hadapi dalam mata kuliah-mata
kuliahnya. Sembari memperhatikan kesehatan mental dan juga spiritualnya.
Bukan mentang-mentang anak sudah
duduk di bangku kuliah lantas dilepas begitu saja kan ya. Fungsi ibu sebagai guru
pertama dan utama masih berjalan, tentunya pada porsi dan kesempatan yang pas.
💚💙💜💛💓
Masalah yang dihadapi bukan seputar
keempat hal ini saja. Namanya kehidupan, ya selalu saja ada masalah. Yang
namanya kehidupan ya, senang dan susah bergantian timbul dan tenggelam. Satu
masalah Drama
Ojek Online: 2 Hari, 2 Kecelakaan tiba-tiba saja menggugat kesabaran
dan kantong, belum lagi yang lainnya.
Allah yang Maha Penyayang masih
menyayangi mamak ini untuk terus sadar dan berusaha bersabar. Mau tak mau, ada skenario
yang harus dijalani. Seperti inilah seninya kehidupan dunia. Sebagai manusia
dewasa, dituntut sealu mencari cara menyelesaikan semua permasalahan hidup satu
demi satu.
6 hal berikut ini
bisa menjadi pegangan dalam menghadapi drama pembelajaran daring:
- Berapa pun masalah dan sesulit apapun, kembali kepada Allah untuk meminta pertolongan dan kemudahan. Berserah diri pada-Nya senantiasa memudahkan dalam menemukan solusi. Perlu meyakinkan diri bahwa semua ujian yang datang sesuai dengan batas kemampuan.
- Walaupun bukan ibu peri, apalagi malaikat, saya tak boleh mengabaikan peran sebagai ibu. Tiga buah hati kelak akan menjadi jalan saya ke surga atau neraka, tergantung bagaimana saya menghadapi mereka.
- Walaupun bukan ibu peri, apalagi malaikat, saya tak boleh mengabaikan peran sebagai anak yang hingga saat ini masih punya tanggung jawab terhadap orang tua.
- Walaupun bukan ibu peri, apalagi malaikat, saya tak boleh mengabaikan peran sebagai makhluk sosial dan khalifah di muka bumi. Meski kecil, saya berharap punya peran yang cukup signifikan.
- Di balik semua peristiwa pasti ada hikmah yang bisa dipetik. Minimal membuat saya belajar menjadi orang yang bijaksana.
- Jangan banyak menuntut. Pastikan dulu apakah peran atau kewajiban memang sudah terlaksana sebaik-baiknya? Jangan-jangan belum. 🙈
Daan, kehidupan harus terus berlangsung dengan segala drama ini. Drama pembelajaran daring hanya sebagian kecil dari semua drama kehidupan. Mau tak mau, kita harus bergerak maju dan tetap on the track di jalan kebaikan. Memang ada drama pembelajaran daring bagi mamak-mamak tapi jangan sampai membuat darting. Yuk, sama-sama semangat para pejuang pembelajaran daring. 💪💙
Makassar, 7
November 2020
Tulisan ini merupakan tulisan kesekian tentang drama pembelajaran daring. Kalau ingin membaca tulisan-tulisan lain, bisa klik keywords yang ditulis tebal di dalam tulisan ini atau ketikkan keywords "drama pembelajaran daring" pada kolom pencarian blog ini.
Share :
Karena Pandemi begitu banyak sistem tatanan hidup yang berubah, seperti proses belajar mengajar ini. kalangan ibu rumah tangga kerap kali merasa terkuras waktunya untuk mendampingi anaknya dalam proses PJJ tersebut
ReplyDeleteDari kedua anakku, yang bungsu saja yang banyak dramanya. Tapi itu awal-awal saja, dan waktu itu dia masih SD kelas 6 jelang mau ujian kelulusan. Sampai sekarang sudah SMP masih pandemi, udah nggak ada drama lagi. Mudah-mudahan pandemi ini segera berlalu, biar tidak ada lagi drama yang kelamaan hehe. Semoga kita semua diberi kesabaran dan kekuatan menghadapi semuanya ya mbak. Sehat dan semangat selalu mbak :)
ReplyDeletelengkap banget mbak, serasa ikutan jadi ortu
ReplyDeletehihihi saya ingat waktu anak anak masih kecil juga guru guruan :D :D
walau emang nggak berbulan bulan
Belajar daring memang ujian kesabaran ya Mbak. Jangankan untuk anak setingkat SD dan SMP, yang SMA pun terkadang masih dalam tahap pengawasan. Terutama dalam menghadapi tugas-tugas yang bertumpuk.
ReplyDeleteTapi beginilah yang harus kita hadapi saat ini selama pandemi ya
PJJ ini emang drama banget ya kayaknya, aku lihat sepupuku juga gitu padahal anaknya baru kelas 2 SD. Pas aku tanya keponakanku katanya Bunda marah-marah muluk kalau lagi ngajarin.
ReplyDelete