Speak up: 4 Hal yang Mendukung Penyelesaian Kasus Perundungan

Speak up: 4 Hal yang Mendukung Penyelesaian Kasus Perundungan Informasi viral mengenai tindakan perundungan (bullying) dan dugaan perundungan akhir-akhir ini mengerikan, ya. Dengar/membaca kabar-kabar seperti ini, saya ikut menangis. Soalnya sebagai ibu tiga anak, merasakan sekali bagaimana membesarkan tiga anak dan kalau ada yang macam-macam sama anak-anak saya, sepertinya lebih sakit hati saya dibandingkan mereka.

Bagaimana tidak ikut menangis bila kejadiannya seperti ini?
  • Ada dugaan bullying pada kejadian bunuh diri seorang siswi SMP yang melompat dari lantai 3 (ada yang menyebutnya lantai 4) sekolahnya.
  • Bullying yang terjadi menyebabkan dua jari seorang siswa SMP harus diamputasi. Menyedihkannya, kepala sekolah mengelak dan mati-matian membantah ada tindak perundungan tanpa menyelidikinya terlebih dulu.
  • Pemukulan yang terjadi oleh 3 siswa kepada seorang siswi di dalam kelas. Kata teman yang sempat melihat sedikit videonya, ada tendangan melayang yang mampir di kepala si anak. Duh!


Tak terbayang kayak apa perasaan orang tua dari anak-anak itu. Mungkin mereka menangis berhari-hari. Dan apa kabar luka batin anaknya? Entah berapa tahun lagi baru sembuh. Huhuhu.

Dua anak saya yang terbesar punya pengalaman di-bully beberapa kali. Untuk hal yang tak bisa mereka tangani sendiri, saya atau bapaknya, atau bahkan kami berdua turun tangan. Ya, kami berdua. Supaya yang kami datangi tahu, betapa penting hal ini.

Bukan hanya bagi kami tetapi juga bagi kepentingan anak-anak lain yang mengalami perundungan (bukan hanya anak kami) dan kepentingan kemaslahatan dunia kelak. Bonus demografi di negara kita jangan sampai diisi oleh sumber daya seperti ini. Penduduk usia produktif yang negatif perilakunya bisa menjadi bumerang bagi kita semua!

Sebagian anak pelaku perundungan
(berpotensi untuk) melakukannya
lagi dan lagi. Seperti candu.
Mereka adiksi – kata teman saya,
seorang doktor yang
meneliti tentang bullying.

Begitu pun kata suami saya yang punya beberapa pengalaman menjadi korban perundungan ketika masih sekolah. Dahulu dia bisa membela dirinya dengan melayani si tukang bully berkelahi. Kata pak suami, anak seperti itu sebenarnya pengecut dan mereka tidak akan seenaknya kalau dilawan berkelahi.

Lha iya kalau anak kami laki-laki dan dibekali olahraga bela diri. Kalau anak perempuan, piye?

Ketika saya kabari kepada kawan - Ida Ohan namanya - beliau meneliti tentang perundungan itu bahwa saya sedang mengurus satu lagi peristiwa bullying baru-baru ini, ibu doktor ini langsung menelepon dan menekankan kepada saya, betapa pentingnya saya menjaga mental putri saya. “Bagaimana Athifah sekarang?” tanyanya.

Hati ibu mana yang tak luka ketika anaknya mengalami perundungan?

Tindakan saya mengadukan perilaku 3 anak perempuan yang sering sekali melakukan tindakan ala preman kepada teman-teman sekelasnya sudah tepat menurutnya. Alasan saya mengadukannya karena saya tak ingin anak-anak itu keterusan sampai kelas 3 melakukan hal tercela tersebut. Mumpung masih kelas 1, kalau masih bisa dihentikan, saya minta guru-guru menghentikannya.

Saya tak serta-merta melaporkan tindakan anak-anak itu. Butuh 4 bulan lamanya saya observasi dan mempertanyakan penting tidaknya saya laporkan mereka. Sampai akhirnya putri saya tak bisa santai menghadapi mereka. Dia merasa takut dan tertekan.

Mengapa saya akhirnya bertindak melaporkan para pelaku setelah 4 bulan mengamati?

Alasannya adalah karena saya mengumpulkan bukti. Saya tak mau asal bicara. Beruntungnya, beberapa kawan putri saya dengan baik hati bersedia bersaksi untuk Athifah.

Saya tak mau anak-anak pelaku itu keterusan dengan perilakunya dan menjajah anak-anak yang mereka anggap lemah. Alasan lainnya adalah, saya menunjukkan kepada putri saya kalau dia harus berusaha membela dirinya dengan berani berbicara.

“Athifah tahu kenapa sampai kejadian bully parah efeknya?” saya lalu menceritakan kembali anak-anak yang mengalami kisah mengenaskan karena perundungan.

Masih banyak yang tak tahu kalau perundungan juga bisa berupa kata-kata.

“Karena mereka tidak berani bicara. Mereka tidak berani cerita sama siapapun. Kalau ada masalah yang seperti ini, kita harus berani bicara untuk diri kita. Cari orang yang bisa dipercaya!” lanjut saya lagi.

“Bilang sama Mama atau guru?” putri saya mengulangi apa yang sudah pernah saya sampaikan.

“Iya. Kita harus membela diri kita sendiri. Kalau tidak bisa membantu diri sendiri, cari yang bisa bantu kita,” ucap saya.

Yang paling sederhana adalah, saya ingin memberi pengertian kepada anak saya untuk BERANI SPEAK UP. Berani bicara. Karena takkan ada orang yang tahu apa masalah kita jika tidak menceritakannya kepada siapa pun. Jangan sampai ada dalam pikirannya kalau masalah yang dihadapinya tak ada jalan keluarnya.

Sesungguhnya dalam kehidupan, kita memperjuangkan sendiri kehidupan kita, tentunya dalam jalan yang diridhai sang Maha Pencipta.


Sering kali, kata-kata membekas sangat lama.

Nah, berdasarkan pengalaman saya, 4 hal ini mendukung perjuangan mengatasi masalah bully:
  1. Orang tua atau wali yang senantiasa berupaya menguatkan mental anak. Orang tua memosisikan dirinya sebagai sosok yang selalu ada ketika anak membutuhkannya. Orang pertama yang menyelesaikan masalah perundungan jika anak tak bisa menyelesaikannya sendiri tentunya orang tua kandung atau walinya.
  2. Kesediaan sekolah/guru memfasilitasi dan menyelesaikan masalah. Jika sekolah mau bersama orang tua menyelesaikan masalah ini niscaya akan lebih mudah.
  3. Metode penyelesaian. Kalau kata teman saya - ibu doktor yang concern meneliti soal bullying, jangan sama sekali lakukan metode konfrontasi. Jangan posisikan korban dan pelaku secara berhadap-hadapan. Mereka dihadapi secara terpisah. Analoginya adalah, “Mana ada maling yang mengaku ketika tertangkap sekali pun?”
  4. Pengetahuan anak untuk menguatkan mentalnya. Anak perlu dibekali pengetahuan mengapa dia harus speak up, mengenai apa yang harus dia lakukan dan kepada siapa dia harus bercerita atau meminta bantuan jika mengalami perundungan.
Sebenarnya, korban dan pelaku sama-sama sebagai “korban” yang perlu ditangani secara berbeda – begitu kata kawan saya. Pelaku perlu diberi pemahaman mengapa yang dia lakukan itu salah. Sanksi yang diberikan jangan hanya sebagai efek jera tetapi juga pembelajaran yang membuatnya menyadari kesalahan dan tak mau melakukannya lagi karena tahu itu salah.

Pastinya sulit ya jika berada di pihak orang yang harus memperbaiki si pelaku ini. Tetapi sebagai orang tua dari anak yang menjadi korban, sikap saya jelas: saya bersama anak saya. Sekarang, atas sikap dan tindakan yang sudah saya ambil (melaporkan anak-anak itu), saya akan mengingat terus pesan kawan saya: “dampingi dan pantau terus anakmu. Kalau ada apa-apa, cepat laporkan!”

Makassar, 14 Februari 2020

Mohon doanya ya Karib dan Kerabat. Semoga tak terulang lagi hal yang sama.         

Gambar-gambar berasal dari Pixabay.

Baca juga tulisan-tulisan lain terkait perundungan pada anak:





Share :

16 Komentar di "Speak up: 4 Hal yang Mendukung Penyelesaian Kasus Perundungan"

  1. Kalau saya lihat, guru-guru di sekolah anak-anak saya lebih perhatian.

    Beda dg bbrp sekolah negeri di sekitar kami. Beberapa kali saya dengar cerita anak dibully sampai tahap fisik tapi tidak dapat perhatian dr sekolah.

    Kejadiannya terulang lg.

    Tentu tdk semua sekolah negeri ya. Ini kasus saja.

    ReplyDelete
  2. Semoga tidak terjadi lagi perundungan yang menimpa anak mbak. Peran ortu, sekolah dan lingkungan sangat dibutuhkan untuk meredam perundungan yg kian marak akhir2 ini.

    ReplyDelete
  3. kasus bully kembali ramai, ada yang sampai meninggal, ada yang sampai diamputasi jariny, sedih liat anak sekarang seberani itu mereka dan emosinya meledak banget, nekat menyakiti orang lain

    ReplyDelete
  4. Sebagai orang tua, saya juga menjadi was-was jika bully terjadi. Apalagi anak saya berada di sekolah dasar. Menurutnya ceritanya dia pernah dibully, dikatain "payah" sama teman-teman futsalnya

    ReplyDelete
  5. Ngeri banget perundungan yg terjadi pada anak. Bisa kebawa sampai dewasa nanti ya. Kalau saya malah skrg sering dibully secara fisik, malah sama org terdekat. Niatnya becanda katanya, tp menusuk. Edukasi verbal itu is a must

    ReplyDelete
  6. Sekarang semakin banyak anak2 yang mengalami bully ya, mbak. Sedih banget dengernya, karena banyak anak2 yang menjadi tertekan dan minder. Semoga tidak ada kasus bully ya, mbak :)

    ReplyDelete
  7. Apa yang suami Mbak Niar katakan itu ada benarnya juga. Waktu SMP, Keke pernah mau dibully dengan diajakin berantem. Kemudian Keke bilang ayo aja kalau mau berantem. Tapi, harus 1 lawan 1 dan jangan di sekolah. Soalnya dia tau persis peraturan sekolah. Kalau sampai ketahuan berantem, kedua belah pihak akan dikeluarkan. Melihat keberanian Keke menjawab tantangan, malah yang membully itu berhenti mengganggu Keke.

    Semua anak saya ikut bela diri. Termasuk yang perempuan. Sebetulnya buka untuk berantem, sih. Tetapi, biar mereka memiliki rasa percaya diri.

    Salah seorang psikolog juga pernah bilang kalau salah satu penyebab seorang anak dibully karena terlihat kurang rasa percaya diri. Tentu ini gak bisa digeneralisir. Hanya salah satu penyebab saja.

    Tetap semangat ya, Mbak. Semoga masalah segera selesai :)

    ReplyDelete
  8. Setuju banget, kak Niar.
    Aku pernah dilaporin anakku yang kerap menangis tiap di sekolah perkara di ganggu teman. Dan aku lama-lama gak kuat juga, selain berkonsultasi ke guru, aku juga menemui orangtua beserta anaknya (qodarulloh, ketemunya di waktu yang tidak terduga).

    Jadi orangtuanya juga tau kalau anaknya hobi "usil" dengan anak lain.
    Dan diperkuat dengan teman-teman lainnya (nge-geng).

    Setelah anakku berani ngomong sendiri ke orangtua si anak bagaimana kejadiannya, alhamdulillah...anak tersebut perlahan berubah, kak.

    ReplyDelete
  9. pada umumnya perundungan yang terjadi di sekolah, khususnya di dalam kelas disebabkan karena tidak ada gurunya di dalam kelas, atau ada guru tapi kurang perhatian. Karena jika ada anak yang berpotensi melakukan perundungan kepada temannya jika secepatnya diatasi oleh guru pastilah tidak akan berlanjut, ini ditinjau dari sudut pandang guru. Entah jika ditinjau dari sisi lain.

    ReplyDelete
  10. Aduuh, bullying ini sepertinya gak pernah habis-habis ya. Kemaren baru lihat deh kasus anak perempuan SMP yang disiksa temen-temennya yang cowok. Memprihatinkan deh tingkat bullying-nya.

    ReplyDelete
  11. Akunsebel banget kalau sudah ngat permasalahan ttg bully
    Si bungsu wkt pertama kali kd murid baru jg sempat nih..setiap anak yg deket bahkan ngobrol.dgn anakku diintimidasi... Jd pada ga mau main sama anakku ...unttungnya anakku twrbuka padaku jd cpt selesai deh...

    ReplyDelete
  12. Miris dan ngeri kalau lihat video yang menayangkan perundungan anak itu. Saya kadang skip dan gak mau menonton. Sedih sekali.Karena saya membayangkan jika hal itu terjadi pada anak saya hiks.
    Semoga tidak ada lagi anak yang mengalami perudungan dan tidak ada lagi anak yang melakukan perundungan ya, Mbak
    Aamiin

    ReplyDelete
  13. Aku dulu seorang pekerja sosial profesional (dalam arti memang kuliah dan mendalami masalah ini). Yang nomor 4 itu, mungkin lebih tepatnya bagian ke 4 itu bukan pengetahuan anak, tapi kesadaran anak. yaitu kesadaran bahwa dia punya masalah sekaligus kesadaran dia untuk mengatasi masalah yang dia miliki.

    ReplyDelete
  14. Ya Allah turut sedih bun, tapi alhamdulillah ya bund sekarang sudah diatasi
    semoga bunda diberi kekuatan untuk menjaga, anak2 diberik kekuatan juga untuk kuat dan bersabar. Hal ini semoga tak terulang lagi, aku juga takut kadang bun kelak kalo ada anak kejadian begini.

    ReplyDelete
  15. Saya juga ikut sakit dan merasa sedih mendengar berita itu saja, apalagi amit amit itu terjadi pada orang terdekat kita, rasanya ingin marah, dan balas tampar/memarahi pelakunya. Akibat perundungan ini saya juga jadi agak takut menyekolahkan anak di sekolah umum mba, jadi saya dan suami cari lingkungan yang baik dan sekolah islam yang mengedepankan akhlak.

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah selama sekolah belum pernah mengalami perundungan, teman-teman saya ternyata baik-baik sehingga tidak melakukan hal-hal yang merugikan teman lainnya. Jika mengalami perundungan seperti Athifah, memang harus segera diselesaikan supaya tidak berlanjut hingga ke anak lainnya.

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^