Menakar dan Menitip Asa Tentang Layanan Publik di Puskesmas

 If you do build a great experience, customers tell each other about that. Word of mouth is very powerful (Jeff Bezos, CEO Amazon.com) 

Ada Masalah!

 “Mau cabut gigi anak saya, Pak,” kata saya kepada salah seorang petugas yang sedang berjaga di loket sebuah Puskesmas.
Petugas itu tak mengatakan apa-apa, dia mempersiapkan pencatatannya. Saya menjelaskan kalau putri saya bersekolah di sebuah sekolah dasar yang terletak sangat dekat dengan Puskesmas tersebut.

Sumber foto: http://www.aktual.com/
“Tinggal di mana ki’?” seorang petugas Puskesmas – dia duduk di belakang petugas yang mulai mencatat data putri saya, bertanya. Saya menyebutkan nama jalan tempat tinggal kami.

“Tidak bisa di Puskesmas ini, Bu. Ibu mesti ke Puskesmas di kelurahannya!” si bapak yang duduk di belakang petugas pencatat mulai rese.

“Tapi kan anak saya sekolahnya di dekat sini, Pak. Masa saya harus ke sana lagi? Ini pas dia pulang sekolah jadi saya langsung ke sini. Lagi pula banyak anak es de itu yang cabut gigi ke sini,” saya menjelaskan lagi.

“Tidak boleh. Harusnya Ibu ke Puskesmas sana!” si bapak masih ngotot. Saya mulai gamang. Namun melihat petugas yang duduk tepat di depan saya tetap mencatat data diri putri saya, saya pun bergeming. Walau tanpa senyum sama sekali, dengan raut wajah sedikit tegang dia tetap melayani kami. Ah, saya tak perlu mendengarkan si bapak rese itu. 😤 Memangnya Puskesmas ini miliknyakah? Lagian, saat ini Puskesmas sedang sepi, mengapa kami tak boleh minta cabut gigi di sini saja?

Syukurlah, putri saya akhirnya boleh cabut gigi di Puskesmas tersebut. Beruntung sekali kami bisa menghemat waktu karena sedang tidak ada pasien lain yang ditangani di bagian Gigi jadi kami cus saja, langsung masuk. Di sana, seorang ibu berjas putih tanpa senyum memeriksa gigi Athifah yang goyang. Kami disuruh masuk ke ruangan sebelahnya. Ibu berjas putih itu menyebutkan “nomor gigi” dan menginstruksikan pegawai yang berada di sana untuk mencabut gigi putri saya. Seketika, peralatan sang petugas mencabut dengan cepat gigi Athifah ... tanpa kapas yang dibubuhkan cairan dingin serupa es yang biasa dipakai sebagai pereda sakit saat gigi yang sudah goyang akan dicabut!

Sontak tangisan kesakitan si putri mungil pecah, tanpa bisa dibendung😭. Suaranya membahana, memenuhi seantero ruangan di Puskesmas. Susah-payah saya dan suami membujuknya sampai berhenti menangis. Baiklah, kami akan pikir panjang lagi kalau membawa putri kami cabut gigi di Puskesmas ini.

Dua hal yang sangat saya sayangkan saat itu: adanya petugas yang ngotot menolak kami cabut gigi dan pelayanan yang kurang bersahabat bagi anak di bagian Gigi. Pelayanan yang perberbedaannya sebesar 180 derajat dibandingkan dengan dokter gigi anak yang praktik swasta 😳


Kisah serupa itu saya dengar dari seorang kawan. Saat bayi keduanya yang berusia satu bulan hendak dia bawa periksa bulanan ke Puskesmas di dekat rumahnya bersama anak balitanya (bawah lima tahun). Puskesmas tersebut menolaknya dengan alasan dia bukan warga kelurahan situ. Sementara untuk ke Puskesmas di kelurahannya, jarak yang ditempuh jauh lebih jauh lagi. Rumah kawan ini terletak di dekat perbatasan dengan wilayah kelurahan tetangga. Tak ada belas kasihan untuk seorang ibu yang membawa bayi dan anak balita. Tak ada pengecualian. Padahal sama sekali bukan hal mudah bagi seorang ibu yang sendirian membawa dua anak kecil sekaligus, meninggalkan ayahnya yang sudah sepuh  yang juga butuh perhatian khusus untuk datang ke Puskesmas itu.

Kawan saya membutuhkan Puskesmas terdekat dari rumahnya, bukannya Puskesmas dalam kelurahan yang sama tetapi letaknya jauh dari rumah. Pulang ke rumah dia masih harus mengurus makan siang keluarganya lagi. Membawa bayi dan anak batita naik kendaraan umum, antre, lalu ditolak, lantas pulang ke rumah dan harus pergi ke Puskesmas yang jauh lebih jauh jaraknya bukanlah hal mudah. Anda yang sudah dikaruniai anak pasti bisa membayangkan kesulitan yang dialami kawan saya (kebangetan kalau tidak 🙈). Bayangkan bagaimana bila dua makhluk mungil itu perasaannya tak nyaman dalam waktu yang bersamaan karena harus ke sana ke mari untuk urusan imunisasi saja? Apakah pelayanan Puskesmas tak bisa lebih manusiawi dan fleksibel untuk yang seperti ini?

Pelayanan publik dalam bidang kesehatan seperti yang saya ceritakan di atas kelihatannya seperti bukan hal terukur yang dapat dicatat hingga membuat yang melakukannya bangga sehingga belum menjadi prioritas. Padahal pelayanan kesehatan merupakan sesuatu yang langsung menyentuh masyarakat dan membuat masyarakat menilai kinerja yang bersangkutan. Mungkin memang benar kata orang, bahwa pelayanan kesehatan identik dengan harga yang dibayar pasien. Dan pelayanan terbaik adanya di rumah sakit/dokter praktik swasta. Tetapi apakah kemanusiaan boleh dinilai berdasarkan uang? Mari kita renungkan bersama-sama.


Memang, sih, tidak semua orang di Makassar mendapatkan pelayanan yang kurang memuaskan di Puskesmas namun tidak semua orang juga puas dengan pelayanan kesehatan yang ada. Di satu sisi, peningkatan penyelenggaraan kesehatan sebenarnya sudah terlihat di kota ini sejak kepemimpinan walikota Danny Pomanto. Ada inovasi dilakukan. Contohnya adalah pelayanan kesehatan gratis ke rumah dengan mobil selama 24 jam bernama Home Care - Dottoro' ta. Di dalam mobil tersebut ada peralatan medis canggih. Saking menariknya program ini, Danny mendapatkan apresiasi yang besar dari para peserta pameran dan simposium Pelayanan Publik Jawa Timur 2017 di Gelora Joko Samudro, Gresik pada bulan Mei lalu. inovasi ini konon hanya membutuhkan kurang dari 10 menit untuk diagnosa pasien dan benar-benar gratis dan tanpa embel-embel. Program ini sedianya untuk memecahkan kesulitan masyarakat yang butuh perawatan urgent tetapi harus mengantre di rumah sakit/Puskesmas.

Inovasi dalam Bidang Kesehatan (Oleh Astra)

Inovasi seperti yang dilakukan pemerintah kota Makassar sudah pernah dilakukan oleh Mobil Kesehatan Astra (Mokesa), dalam bentuk lain. Pada tahun 2013 lalu, Mokesa memberikan pengobatan gratis kepada sekira 1.500 pasien di tiga kelurahan di wilayah Jakarta Utara (di kecamatan Sungai Bambu, Warakas dan Papanggo). Saat itu pasien diperiksa secara lengkap mulai tekanan darah hingga kadar gula darah dan kolesterol. Selain itu, melayani pemeriksaan pascabanjir seperti batuk, pilek, gatal-gatal, diare, dan sebagainya.

Sumber: Laporan Tahunan Astra 2016 (file PDF)
Mengapa saya berbicara tentang Astra di sini? Karena Astra merupakan grup perusahaan yang CSR (Corporate Social Responsibility)-nya sangat peduli pada bidang kesehatan di Indonesia. Sejak berdiri 60 tahun lalu, Astra senantiasa berupaya menjadi inspirasi pembangunan. Kegiatan bisnisnya dibuktikan bukan hanya berarti pertumbuhan profit semata, melainkan juga tentang bagaimana berkontribusi untuk pembangunan bangsa Indonesia melalui 4 pilar utama, yaitu: kesehatan, pendidikan, lingkungan, dan kewirausahaan. Inilah visi pendiri Astra yang tetap menjadi Visi Astra 2020.

Dalam bidang kesehatan - Astra untuk Indonesia Sehat memfokuskan program CSR-nya pada kesehatan ibu dan anak serta akses kesehatan bagi lapisan masyarakat pra-sejahtera. Astra untuk Indonesia Sehat diterapkan melalui Mobil Kesehatan Astra (Mokesa), Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan berbagai rangkaian kegiatan donor darah. Sekadar informasi saja, kegiatan CSR Astra di bidang kesehatan terdiri atas pembinaan terhadap 1.577 posyandu, dukungan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis bagi 125.818 pasien dan donasi 216.263 kantong darah.

Pembinaan kader posyandu Avicenna Astra. Foto: Dok.PT Astra International
Peta KBA, di pulau Sulawesi hanya ada 2. Foto: dari Laporan Keberlanjutan Astra 2016
Nah, kalau berbicara tentang kepuasan – saya beruntung menjadi salah satu warga yang wilayahnya dipilih Astra sebagai Kampung Berseri (Bersih, Sehat, Cerdas & Produktif) Astra (pengumuman: saya warga jalan Rappocini Raya, kelurahan Rappocini 😅). Astra telah mengembangkan 4 pilar tadi (kesehatan, pendidikan, lingkungan, dan kewirausahaan) pada satu komunitas melalui Kampung Berseri Astra (KBA). Saat ini Astra telah membina 49 KBA di 17 Provinsi di seluruh Indonesia. Untuk Sulawesi Selatan, Astra memilih Rappocini sebagai KBA-nya. Kalau Anda pernah membaca tulisan saya yang berjudul Astra: Menyemai Inspirasi di Usia Matang, Anda pasti tahu tingkat kepuasan saya seperti apa terhadap program ini😇. Berkat program KBA, lorong-lorong di sekitar rumah saya tertata bersih dan rapi dan kami bisa memiliki plang penunjuk nama lorong setelah bertahun-tahun lamanya banyak pendatang yang tersesat di dalam lingkungan yang bagaikan labirin ini.

Plang lorong 3, jalan Rappocini Raya
Salah satu penataan lorong di dekat rumah saya (setahun lalu)
Salah satu penataan lorong di dekat rumah saya (update 4 November 2017)
Sampah-sampah plastik dikemas tetangga saya di depan rumahnya, untuk dibawa ke
bank sampah di Rappocini.
Apakah semua warga puas? Ternyata tidak. Tapi saya tak akan menuliskan alasannya di sini karena alasannya sungguh tak logis. Cukup saya, sebagai pengelola blog ini saja yang Anda  tahu – saya puas, berdasarkan pengalaman, pikiran, dan perasaan saya. Di dalam tulisan saya - Astra: Menyemai Inspirasi di Usia Matang saya menceritakan beberapa jenis kegiatan yang dilakukan Astra di sekitar tempat tinggal saya. Bahkan belum lama ini, Astra Motor Makassar, bekerja sama dengan Kelurahan Rappocini meresmikan dan mengaktifkan kembali Pos Kesehatan Kelurahan (Poskeskel) di lorong 7 yang sempat terbengkalai selama 2 tahun.



Salah satu program kesehatan Astra

Menakar Kepuasan Publik dalam Pelayanan Kesehatan

Berbicara tentang kepuasan pelayanan publik (termasuk dalam bidang kesehatan), kita bisa merujuk Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) Nomor 63/Kep/M.PAN/7/2003 (Menpan, 2003:2) tentang Pedoman Umum Penyelenggaraaan Pelayanan Publik yang meliputi Kesederhanaan, Kejelasan, Kepastian Waktu, Akurasi, Keamanan, Tanggung Jawab, Kelengkapan Sarana dan Prasarana, Kemudahan Akses, Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan serta Kenyamanan.


Di dalam Kepmen tersebut disebutkan 14 Indeks Kepuasan Masyarakat. Dua di antaranya adalah:
  • Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.
  • Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati.
Pada kenyataannya, dua hal ini masih saja belum menjadi perhatian penting di sekitar kita. 😥

Sumber: https://www.thefreshquotes.com

Dari empat unsur penting dalam proses pelayanan publik selain penyedia, penerima, dan jenis layanan (Bharata, 2004:11), adalah kepuasan pelanggan: dalam memberikan layanan penyedia layanan harus mengacu pada tujuan utama pelayanan, yaitu kepuasan pelanggan. Hal ini sangat penting dilakukan karena tingkat kepuasan yang diperoleh para pelanggan itu biasanya sangat berkaitan erat dengan standard kualitas barang dan atau jasa yang mereka nikmati.

Sebagai warga negara, saya sangat berharap hal-hal yang saya ceritakan pada bagian awal tulisan ini mendapatkan perhatian. Besar harapan saya (tanpa bermaksud mengecilkan peran Astra selama ini karena Astra telah berbuat banyak untuk negeri), Astra bisa turut memperbaiki apa yang masih kurang dalam pelayanan kesehatan selama ini – mengingat yang saya ceritakan di atas terkait ibu dan anak (seperti concern Astra juga) – seperti yang disebutkan dalam halaman 69 Laporan Berkelanjutan 2016: Membangun Sinergi  MENEBAR INSPIRASI) sebagai berikut:
Public Contribution Roadmap 2020 dengan fokus program pada: Pilar Kesehatan, pengembangan program peningkatan kesehatan ibu dan anak.

Entah itu melalui pelatian terkait manner petugas pelayan kesehatan, penelitian mengenai Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di tingkat kelurahan (yang kemudian nantinya bisa menjadi masukan bagi pemerintah kota), memperbanyak Poskeskel (yang didesain "ramah terhadap ibu dan anak"), ataukah yang lainnya. Bukan tanpa alasan saya berharap demikian. Sekali lagi, karena bukti “sepak terjang Inspirasi 60 Tahun Astra” melalui CSR Astra sudah banyak dan saya yakin akan berkelanjutan maka saya berani menitip asa pada Astra. Selain itu, harapan saya pun sesuai dengan redaksi yang tertera dalam halaman 48 Laporan Tahunan 2016: Merintis Jalan Menuju Tingkat PERTUMBUHAN SELANJUTNYA:
Program AFC memiliki fokus pada empat pilar kegiatan, yaitu kesehatan, pendidikan, lingkungan dan kewirausahaan, yang mendorong proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan yang terintegrasi dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan penerima manfaat agar sesuai dengan kebutuhan dan selaras dengan kompetensi dan ketersediaan sumber daya.

Saya menggarisbawahi dan menuliskan dengan cetak tebal “agar sesuai dengan kebutuhan”. Maksud saya adalah untuk menekankan bahwa kepuasan akan pelayanan kesehatan pun adalah kebutuhan. Setuju?

Makassar, 31 Oktober 2017

Tulisan ini diikutkan Lomba Blog Inspirasi 60 Tahun Astra


Jangan lupa, ya baca tiga tulisan saya terkait Astra yang lainnya:


Daftar referensi:
  • Laporan Berkelanjutan 2016: Membangun Sinergi  MENEBAR INSPIRASI (file PDF, dari https://www.astra.co.id/CSR/Sustainability-Report)
  • Laporan Tahunan 2016: Merintis Jalan Menuju Tingkat PERTUMBUHAN SELANJUTNYA (file PDF, dari https://www.astra.co.id/Investor-Relations/Annual-Report)
  • https://www.astra.co.id/CSR (diakses pada 31 Oktober 2017, pukul 15:44)
  • http://satuindonesia.azurewebsites.net/kesehatan.php (diakses pada 31 Oktober 2017, pukul 17:04)
  • http://dinkeskotamakassar.com/index.php/component/content/article/45-berita/174-dinkes-sosialisasi-dottoro-ta-home-care-di-rw-rt?Itemid=101 (diakses pada 31 Oktober 2017, pukul 14:57)
  • https://daerah.sindonews.com/read/1206278/192/teori-home-care-dottorota-makassar-jadi-rebutan-1495122430 (diakses pada 31 Oktober 2017, pukul 14:59)
  • http://www.beritasatu.com/kesra/251088-mobil-kesehatan-astra-layani-1500-pasien-di-tiga-kelurahan-jakarta-utara.html (diakses pada 31 Oktober 2017, pukul 16:09)
  • Mengukur Kepuasan Masyarakat & Kualitas Pelayanan Publik-Arisman (file PDF), dari https://jakarta.kemenkumham.go.id/download/karya-ilmiah/pelayanan-publik/71-mengukur-kepuasan-masyarakat-dan-kualitas-pelayanan-publik/file, mengutip Zeithaml,Valarie A and Bitner. (2000). Service Marketing 2nd edition : Integrating Customer Focus. New York.McGraw-Hill Inc.
  • http://www.kajianpustaka.com/2013/01/pelayanan-publik.html (diakses pada 31 Oktober 2017, pukul 16:0309)
  • http://www.mugniar.com/2016/10/astra-menyemai-inspirasi-di-usia-matang.html
  • http://fajaronline.com/2017/08/26/astra-motor-aktifkan-kembali-pos-kesehatan-kelurahan-rappocini (diakses pada 31 Oktober 2017, pukul 20:27)
  • https://www.slideshare.net/pelayanan/kepmen-pan-nomor-25-tahun-2004-tentang-pedoman-umum-penyusunan-ikm-unit-pelayanan-instansi-pemerintah (diakses pada 31 Oktober 2017, pukul 20:47)



Share :

52 Komentar di "Menakar dan Menitip Asa Tentang Layanan Publik di Puskesmas"

  1. semoga pelayanan kesehatan semakin maju dan merata ke semua lapisan masyarakat Makassar ya Kak.. Aamiin

    ReplyDelete
  2. Wuihhh..jadi unik begitu nama lorongnya hahahah. Astra ini memang banyak berperan yaa. Kemarin saya di sini juga baru saja mengunjungi sejumlah UKM binaan Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA).

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya doong, nama lorong ta' di sini antimainstream :)

      Delete
  3. Saya berharap semoga ada perbaikan pelayanan di puskesmas yg lebih manusiawi.

    Wah, kampungnya rapi dan catnya cerah euy.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama harapan kita Mbak Pit. Pelayanan yang tidak terlalu kaku.

      Delete
  4. Kampungnya kece, sesuai instagram..eh.
    Harapan terbaik tentunya pelayanan kesehatan ini terus berkesinambungan tentunya, jadi semua pihak dapat merasakan manfaatnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ahaha iya benar, saya pernah share di IG, ya Mbak Lidha

      Delete
  5. Iya mba Niar, kadang2 pelayanan puskesmas bikin elus2 dada. Agak ceroboh juga. Makanya suka mikir kalau harus ke puskesmas. Seneng ya ada perusahaan yang membantu masyarakat terutama di bidang kesehatan. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bikin banyak orang mikir panjang. Huft.

      Iya, adanya CSR seperti dari Astra ini sangat membantu.

      Delete
  6. Saya pernah mengalami kejadian serupa, Kak. Memang benar sih, tidak semua orang mengalami hal yang sama. Itu pula yang membuat saya enggan ke puskesmas kalau sakit gigi. Sakitnya sungguh menguras energi, eh bisa bikin emosi karena peraturan. Semoga saja kegiatan CSR Astra bisa dinikmati semua masyarakat di pelosok.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya nih, kalau harus ke sana ke mari saja untuk Puskesmas haduh, bukan hal mudah. Mana Puskesmas kelurahan entah di mana, harus nyari dulu.

      Delete
  7. asiknya ada program kesehatan dari Astra seperti ini, semoga merata di seluruh wilayah ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga, ya Mbak. Saya berharap Kampung Berseri Astra makin banyak di sini.

      Delete
  8. Aku pernah juga dulu dapat pelayanan ngga menyenangkan di Puskesmas, padahal itu Puskesmas percontohan. Tapi Alhamdulillah, skrg pelayanan sudah baik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Syukurlah, Mbak kalau sudah berubah. Moga makin baik ya

      Delete
  9. Itulah sebabnya aku lebih suka ke klinik swasta. Soalnya pelayanannya jauh lebih baik sih. :'D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makanya, anggapan kalau pelayanan berbanding lurus dengan pelayanan itu tidak bisa disalahkan ya Mbak Nisa hehe

      Delete
  10. Semoga para pegai puskesmas di seluruh Indonesia yang "merasa" memberi pelayanan kurang baik bisa segera insyaf. :p

    ReplyDelete
  11. Memang iya Kak Niar, pasien sebaiknya ke Puskesmas sesuai kelurahan tempat tinggal. Karena tercatat ki, apalagi kalau berurusan soal BPJS yang harus sesuai Puskesmas faskes tingkat pertamanya.
    Pusingki biasa itu kodong petugas Puskesmas bikin laporannya.
    Kalau mau dilayani di Puskesmas tak sesuai wilayah tempat tinggal, maka kita akan berlaku sebagai pasien umum dan biasanya dikenakan biaya.
    Padahal harusnya bisa gratis, kalau periksanya di Puskesmas yang sesuai dengan tempat tinggal ta.
    Waktu masih kerja, seringka ke Puskesmas, terkait program EKG dan USG di Puskesmas, jadi tahu sedikit mengenai masalah ta'.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masalahnya kodong, Ica, anak-anak sekolah di sekolahnya Athifah pergi ji cabut gigi di Puskesmas itu dan konon ada ji bukunya. Lagi pula, saya mau ji ndak pakai BPJS. Nah, kenapa anak lain boleh, anak saya tidak boleh? Ataukah pas ada perubahan peraturan? Lagi pula bapak yang satu tidak memusingkannya, hanya bapak yang satunya - dan untungnya bukan dia yang melayani. Jujur, saya bingung, ini masalahnya di mana? :)

      Delete
  12. Di usianya yang ke 60, astra sudah banyak melakukan program2 CSR yang sangat bermanfaat bagi masyarakat ya kak, khususnya dibidang kesehatan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mbak Atik, sudah banyak yang merasakan manfaatnya.

      Delete
  13. Itulah Kak, yang bikin malas berobat ke puskesmas ya begitu itu. Senyum pegawai di sana mahal2 beneeer -___-. Coba kalau ke swasta, dokternya murah senyum dan ramah, ruangan warna-warni, dan sesudah periksa atau cabut gigi anak dapat hadiah pula. Semoga ke depannya pelayanan kesehatan masyarakat di puskesmas bisa jauh lebih baik.

    Untuk Astra, bravo!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup. Kalaupun anak tidak dapat hadiah di klinik gigi swasta, anak diperlakukan dengan baik, seperti seharusnya anak-anak diperlakukan. :)

      Delete
  14. Ada pengalaman yang mirip denganku. Waktu itu si bungsu sakit gigi, rewel banget. Kalau pagi tidak ada dokter gigi yang buka. Jadilah kami keliling 2 puskesmas dan semuanya menolak. Padahal anaknya sudah nangis di tempat. Sampai sekarang aku lebih memilih ke klinik swasta. Nggak pakai ribet dengan macam-macam aturan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waah pengalaman kita mirip ya Mbak. HArusnya kalau anaknya sudah nangis2 seperti itu tidak boleh ditolak. Di mana mereka meletakkan rasa belas kasihan mereka, ya. Dan ternyata bukan masalah di satu daerah saja yang seperti itu, di daerah2 lain pun demikian.

      Delete
  15. wah saya baru tahu kalau berobat hrs sesuai dg kelurahan, gmn kalau yang darurat. Jd anaknay dicabut tanpa penghilang rasa sakit , aduh keterlaluan ya, kl masih gigi susu, biasanya pakai pengholang rasa sakit yg ditaruh di kapas terus diolekan di gigi yang mau dicabut. membayangkan sakitnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sepertinya kita perlu banyak Poskeskel, Mbak Tira, pos kesehatan antara supaya yang bisa ditangani - yang darurat misalnya, tidak perlu ke Puskesmas. Atau kita perlu sedikit kelenturan untuk kasus seperti itu.

      Delete
  16. Beda sekalimi di rappocini yang dulu dan sekarang. Semoga makin baik

    ReplyDelete
  17. Pembenahan terus dilakukan oleh pemerintah. Karena kesehatan adalah hak mendasar setiap warga negara. Beruntung, pihak swasta seperti Astra secara berkesinambungan melakukan program sosial yang sangat membantu peningkatan pelayanan kesehatan. Ulasannya keren kak Niar :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup, ada yang memang utk kesehatannya langsung, ada pula yang kebersihan. Kebersihan pun akhirnya untuk kesehatan.

      Delete
  18. ternyata harus sesuai kelurahan yaa..sy dulu mesti ke puskesmas kassi2 berobat. Rappocini jadi keren semenjak dibina sama Astra. salam tetangga. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa, kalau sekarang di Ballaparang katanya, tetangga. Ah Nhiee hahaha kenapa kita baru baku tahu kalau kita tetanggaan (dulu) ya :D

      Delete
  19. semoga semua masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas yang ada dengan sebaik-baiknya

    ReplyDelete
  20. Kalau pelayanan kesehatan baik, masyarakat akan sangat senang. Berharap kedepannya pemerintah programnya terlaksana, dan Astra pun turut membangun negara

    www.ayuindah.com

    ReplyDelete
  21. Huaaa, saya baca tulisannya Kak Niar lengkap bangeeet. Mantap kak semua ulasannya kena. Astra dan Makassar semoga makin maju yah kak. Aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamin
      Semoga semua makin maju, untuk rakyat yang maju :)

      Delete
  22. Hiks, sedihnya baca Atifah yang dicabut giginya dengan cara begitu. Semoga pelayanan kesehatan semakin membaik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya sendiri pernah harus djahit bagian kepala saya tanpa anestesi, alasannya karena ini kecelakaan biar tobat...kata para medis yang melayani saya..

      Delete
    2. Semoga hanya Athifah saja yang sedang tidak beruntung waktu itu :)

      Delete
  23. 4 pilar kegiatan astra kalau berjalan baik emang beneran keren sih

    ReplyDelete
  24. Kepuasan atau ketidakpuasan seseorang tentunya tidak bisa secara langsung menjadi ukuran berhasilnya program ini atau tidak. Pertama karena ada beberapa sisi yang harus dilihat. mungkin juga perlu waktu untuk melihat menaffat program ini. Bagaimana rogram ini menyentuh dan memperbaiki kehidupan sekitarnya itulah yang mesti jadi pertimbangan...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup. Kepuasan bukan satu-satunya atau yang terpenting. Tapi bukan juga hal yang tidak penting :))

      Delete
  25. Astra menginspirasi yang lain untuk ikut andil dalam pembangunan masyarakat berkemajuan khususnya di bidang kesehatan berbasis puskesmas

    ReplyDelete
  26. Sepertinya pernah lewat disekitar sini waktu ambil jalan pintas.

    Tapi, ngomong-ngomong salut sama lorongnya yang masih rapo, indah dan berseri sampai sekarang. Patut di pertahankan tuh biar semakin menginspirasi

    ReplyDelete
  27. Keren banget Astra
    Semoga pelayanan kesehatan di Seluruh Indonesia semakin membaik dan merata... amiin

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^