Selamat Nak, Satu Pelatihan Kehidupan Telah Kau Lalui

Beruntungnya Athifah, sekarang banyak lomba yang bisa diikutinya. Banyak pula kesempatan tampil di depan orang banyak yang dimanfaatkannya. Bukan sekadar beruntung, sih. Dia memang senang. Dia senang berbicara di depan orang (biasanya membawakan cerita) dan berlomba. Kadang-kadang, belum mendengar instruksinya, baru ditanya oleh gurunya, “Siapa yang mau ikut lomba?” – dia langsung tunjuk tangan. Belakangan urusan dia bisa melakukan yang disuruh atau tidak.


Menjelang peringatan Hari Kemerdekaan ini, banyak lomba yang diselenggarakan. Ada di sekolahnya, ada pula di sekitar lingkungan kami. Hari Ahad kemarin, dia mengikuti lomba antar TPA semakassar di masjid yang berada di lorong (gang) sebelah. Event-nya dilaksanakan oleh persatuan remaja masjid IMMIM. Ada dua lomba yang diikutinya, yaitu lomba tadarrus dan Ranking 1. Lomba masih berlanjut hingga Senin kemarin, ada lomba makan kerupuk dan tusuk jarum tapi Athifah tidak bisa ikut karena sekolahnya masuk siang.

Pengalaman seru yang dialami Athifah adalah ketika mengikuti lomba Ranking 1. Lomba Ranking 1 itu seperti nama acara di salah satu stasiun televisi swasta. Semacam cerdas cermat begitu. Lombanya berlangsung cukup alot, selama kira-kira lebih dari sejam.

Mulanya banyak anak bersiap mengikuti lomba. Athifah gugur pada pertanyaan pertama. Dia lupa nama walikota Makassar, yang ditulisnya malah nama gubernur Sulawesi Selatan. Sesi lomba itu tidak meninggalkan 3 anak di detik-detik terakhir. Hanya ada satu anak yang tersisa, yang menulis jawaban benar. Dialah juara satunya.

Lalu semua yang sudah gugur dipanggil lagi untuk mengikuti lomba sesi berikutnya, untuk mencari juara dua dan tiga. Athifah lolos sampai beberapa pertanyaan dan kembali gugur lagi hingga pada detik-detik terakhir bukan dua anak yang tersisa, melainkan hanya satu anak. Satu anak itulah yang menjadi juara duanya.

Lalu semua yang gugur dipanggil kembali untuk mengikuti sesi lomba untuk mencari juara tiganya. Kali ini Athifah beruntung, bisa masuk sampai 4 besar. Lalu masuk 3 besar. Lomba berlangsung alot di sini karena sering kali ketiga anak menjawab sama-sama benar hingga kemudian satu anak gugur. Tinggallah Athifah bersama seorang anak yang badannya jauh lebih besar daripadanya, bernama Dila. Pada sesi Athifah dan Dila, lomba berlangsung alot lagi. Banyak pertanyaan yang bisa mereka jawab dengan benar dan ada beberapa pertanyaan yang mereka sama-sama tidak tahu jawabannya. Saya senang sekali melihat wajah Athifah yang semringah ketika ia mengetahui jawaban dari pertanyaan yang diberikan. Ketika wajahnya mendung karena tak mengetahui jawaban dari pertanyaan yang diberikan, saya diam saja memperhatikannya. Dalam hati saya berujar, “Tidak apa, Nak. Proses adalah hal penting dalam sebuah perlombaan.” Kalau tatapan mata kami bertemu, saya tersenyum menyemangatinya.

Lomba Ranking 1
Seorang ibu – mungkin saja dia ibunya Dila mengatakan kepada Dila, “Malu-malu ko kalau kalah sama anak TK.” Hahaha, Athifah dikira anak TK. Memang badan Athifah jauh lebih kecil daripada Dila. Athifah duduk di kelas 4 sekarang sementara usia Dila, kira-kira 2 atau 3 tahun di atasnya. Tiba waktunya lomba harus di-pending karena sudah masuk waktu ashar. Dan ketika mulai lagi, juri memberikan 3 pertanyaan pemanasan berturut-turut. Terlihat wajah Athifah yang kelelahan. Dia makin tegang.

“Siapa yang mendukung Athifah?” tanya seorang juri. Tak ada yang bersuara padahal ada teman-teman Athifah, yang sama-sama mewakili TPA Babul Jannah di sekitarnya.

“Siapa yang mendukung Dila?” tanya juri itu lagi. Riuh anak-anak bertepuk tangan. Jelas saja, Dila berasal dari TPA yang berkedudukan di masjid itu, pendukungnya tentu saja banyak. Namun yang agak “menyakitkan”, teman-teman Athifah malah mendukung Dila. Mereka bertepuk tangan untuk Dila. Wohoo, masih kecil begini ternyata sudah bisa dilihat, ya mana yang benar-benar kawan dan mana yang bukan.

Saat pertanyaan terakhir diberikan, Dila bergegas menuliskan jawabannya. Athifah tak berkutik. Dia blank. Jelas saja, Dila dinyatakan sebagai pemenang.

Wajah Athifah suram tetapi dia masih memberikan ucapan selamat kepada Dila. Saya merangkulnya, “Tidak apa-apa. Dalam berlomba itu, tak penting menang atau kalah. Yang penting, Athifah sudah berani berlomba. Menang atau kalah sama saja, bukan masalah. Athifah sudah bagus bisa sampai ke tahap ini. Dila menang karena dia jauh lebih besar daripada Kamu.” Dengan badan yang jauh lebih besar, jelas saja, pengetahuannya jauh lebih luas daripada Athifah, kan? Hehehe.

"Capek, Ma," keluhnya.
"Memang capek, Nak. Berlomba itu capek. Mama saja yang menunggu capek, Apalagi Athifah," jawab saya.
Kami lalu membicarakan mengenai soal-soal yang diberikan tadi.

“Masa, teman-temanku tidak ada yang mendukung, Ma?”
“Tidak apa-apa, Nak. Tidak penting itu dukungan orang-orang. Yang penting dirimu yang berlomba, berusaha dengan baik.”

Lomba adzan
Lomba kali ini melelahkan. Saya saja yang mengantar Athifah berlomba, sembari menjaga Afyad yang tak bisa diam merasa sangat lelah. Apalagi Athifah yang energinya terkuras selama berlomba.

Tetapi saya bahagia, Athifah belajar banyak hal kali ini. Tentang sportifitas, tentang proses, tentang perjuangan, tentang dukungan, dan lain-lain. Saya bahagia karena, dengan demikian dia bisa belajar untuk berproses menjadi perempuan tangguh. Karena, kehidupan yang akan dihadapinya kelak bisa jadi merupakan kehidupan keras yang membutuhkan pribadi tangguh untuk menjalaninya. Ketangguhan itu membutuhkan latihan. Bukan sesuatu yang tiba-tiba turun dari langit ketika dibutuhkan.

Selamat, Nak. Satu pelatihan kehidupan telah kau lalui.


Makassar, 16 Agustus 2016


Share :

16 Komentar di "Selamat Nak, Satu Pelatihan Kehidupan Telah Kau Lalui"

  1. Peer pressure sudah dimulai sejak kanak-kanak ya, Mbak. Mungkin kawan-kawannya tidak menyatakan dukungan karena minder lihat lawan yang mungkin nampak lebih keren.

    Senang mendengar contoh Mbak Mugniar mendukung anaknya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mbak. Ternyata sejak kecil sudah ada.

      Saya duga juga seperti itu.

      Saya hanya bertanya2, apakah tidak ada "rasa senasib sepenanggungan" karena berasal dari tempat yang sama ya dalam diri anak-anak itu? Saya pikir sincerity dalam berteman sudah ada sejak kecil :)

      Tapi entahlah. Tugas saya, "hanya" mendukungnya dalam segala situasi, Mbak.

      Terima kasih atensinya.

      Delete
  2. Anaknya hebat banget bu. Semoga suatu saat kelak anaknya bisa jadi orang yang besar di negeri ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin. Terima kasih Mukhsin.
      Athifah maupun saya, masih harus banyak belajar :)

      Delete
  3. jd inget pertama kali nganterin nadia lomba kalah terus mutung dia mak tp aku kasih semangat biar ga kapok dan ikut lomba belajar berani dan sportif jg kan...
    puk ..puk kak Athifah insyaallah lain x menang ya kak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup, tugas ibu ya begitu, ya Mak Muna.

      Hayo Nadia, berlomba lagi :)

      Delete
  4. Semangat kaka Athifah... Mengikuti lomba kadang sebagian orang hanya melihat menang kalahnya, tapi justru karena kalah kadang orang lebih bisa berproses mempelajari banyak hal. Hebat kakak Athifah sudah berani tampil. Walau teman tidak mendukung, bunda dan adik pasti mendukung sepenuh hati. Sekali lagi semangat dan selamat kakak Athifah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih, Tante Inge.
      Yup, insya Allah mamaknya dan adeknya mendukung sepenuh hati ^__^

      Delete
  5. waah... Athifah hebat! walau gak juara, tapi tetap Athifah sudah menang, selamat ya... :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih, Tante Santi :)
      Athifah tetap juara di hati Mama :)

      Delete
  6. Aku juga pengen anak2 ikut kompetisi, bukan dgn tujuan hrs menang tp buat tau prosesnya.
    Anak yg bisa terima kekalahan emang akan belajar suatu hal.
    TFS Mbak :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup, benar sekali Mbak April :)

      Setiap situasi sebenarnya bisa membuat kita belajar. Tergantung bagaimana kita memandangnya.

      Delete
  7. Aku kok ikut sedih Athifah gak didukung temen2nya. Hiks

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yah, ada sedikit rasa sedih juga Mbak Diba. Tapi yah ... namanya juga anak2 hehehe.

      Delete
  8. Anak saya dulu nggak sering ikut lomba sih mbak, karena selalu kalah seleksi. Lebih seringnya ikut lomba jenis seni seperti menyanyi itupun jarang menang. Mungkin kalah menang ngga begitu penting ya yang lebih penting melatih keberanian, kemandirian dan mental :)

    Buat Athifah tetap semangat ya :)

    ReplyDelete
  9. Rasanya saya harus latihan biar nggak baper kalau anak mengalami kejadian serupa, biar bisa tetap jadi penguat dan penyemangat anak.

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^