5 Kenangan Tentang Seminar

Bukan hanya kampus yang membangkitkan kenangan saat tanggal 4 Januari lalu saya, suami, dan Afyad ikut Seminar Nasional Mengolah Industri Kreatif Berbasis Teknologi Menuju Makassar Kota Cerdas dan Berbudaya di auditorium Prof. Amiruddin UNHAS. Kelangsungan acara seminarnya pun bikin saya bernostalgia. Mengapa? Karena semasa kuliah dulu, saya sering jadi panitia seminar dan simposium. Terutama pada tahun 1995. Di tahun itu, mahasiswa-mahasiswa di jurusan saya (Teknik Elektro) – termasuk saya kerap jadi panitia di acara-acara seminarnya Senat Mahasiswa Fakultas Teknik. Jadinya waktu ikut seminar tempo hari itu, selalu muncul kata-kata “kalau dulu, kami begini, sekarang begitu, yah”, layaknya seseorang yang sedang bernostalgia.


Dulu saya pernah kebagian mengurusi seksi acara. Untuk mempermudah, muncul ide untuk membuat skenario kegiatan. Dalam skenario itu ditulis dengan rinci apa yang harus dilakukan, siapa-siapa yang bertanggung jawab, waktu/durasi pelaksanaan, dan perlengkapan apa saja yang dibutuhkan jadi secara perencanaan, tak akan keteteran nantinya. Namun tidak selalu mulus juga, biasanya ada saja kekurangan dalam pelaksanaannya.

Ada 5 hal tentang penyelenggaraan seminar yang teringat kembali:

1.  Pendamping nara sumber dan tamu.


Dulu, selalu ada senior (biasanya dari SC (steering committee) acara atau super senior) yang menjadi pendamping bagi nara sumber dan tamu. Ia bertindak sebagai tuan rumah yang baik. Mulai dari menjemput ketika turun dari kendaraan, menemani masuk ke dalam ruangan, duduk di dekat/sekitar nara sumber/tamu, mengajak ngobrol, mempersilakan nara sumber/tamu menikmati makanan yang disiapkan untuknya hingga mengantar nara sumber/tamu sampai di kendaraannya.

2.  Sambutan dan seni.

 
Dulu hanya kata-kata sambutan yang diskedulkan sebelum petinggi (daerah/kampus) yang diundang membuka acara.

Sekarang lebih variatif. Ada paduan suara yang membawakan mars UNHAS, mars FTUH, dan mars Elektro FTUH. Mars-mars yang dibawakan bisa membangkitkan semangat. Saya pun menjadi bersemangat mendengarnya. Juga ada pertunjukan tari tradisional. Dulu, sama sekali tidak ada yang seperti ini.

3.  Gong.


Tahun 1990-an dulu, seminar dibuka dengan memukul gong. Sekarang pun masih demikian. Entah, ya, apakah di setiap seminar masih dibuka dengan gong. Salah seorang nara sumber di Seminar Nasional Mengolah Industri Kreatif Berbasis Teknologi Menuju Makassar Kota Cerdas dan Berbudaya memberi masukan kepada panitia untuk menggunakan cara lain. Untuk seminar yang menggunakan teknologi, cocoknya digunakan alat yang mengacu kepada kata “teknologi”, begitu masukannya.

4.  Baki dan kenang-kenangan.


Dulu, kami menggunakan baki untuk memberikan makanan/minuman kepada nara sumber dan tamu. Begitu pun ketika memberikan kenang-kenangan kepada nara sumber. Dulu, kenang-kenangan yang diberikan umumnya berbentuk plakat bertuliskan nama acara, ucapan terima kasih, dan nama nara sumber.

Sekarang, kotak makanan dan minuman diberikan langsung dari tangan panitia tanpa menggunakan baki atau alas sama sekali. Kenang-kenangan yang diberikan berwujud hiasan phinisi, salah satu simbol daerah ini. Saya tidak tahu apakah ini berlaku di semua seminar yang dilaksanakan oleh mahasiswa pada era ini atau hanya pada Seminar Nasional Mengolah Industri Kreatif Berbasis Teknologi Menuju Makassar Kota Cerdas dan Berbudaya ini saja.

5.  Kesigapan petugas perlengkapan acara


Dulu, diusahakan secepatnya kekurangan  yang berurusan dengan perlengkapan dibenahi. Misalnya jika ada feed back suara di sound system, jangan sampai berlangsung lama dan pada prosesi tanya-jawab, diusahakan secepat mungkin mikrofon berpindah ke tangan orang yang akan berbicara.

***

Saya senang sekali bisa hadir di Seminar Nasional Mengolah Industri Kreatif BerbasisTeknologi Menuju Makassar Kota Cerdas dan Berbudaya. Saya mendapatkan informasi yang saya inginkan di sini. Mengenai pelaksanaan, barangkali saja ada hal-hal yang sekarang sudah lebih lazim atau layak terjadi di zaman ini. Saya tak mengklaim penyelenggaraan seminar dulu jauh lebih baik. Hanya berharap, tulisan ini ada manfaatnya – mudah-mudahan bisa jadi ajang refleksi adik-adik mahasiswa Elektro FTUH. Masa-masa mahasiswa adalah masa-masa belajar, tentang apa saja. Masih terbilang wajar kalau kesalahan yang dilakukan hingga kelak saat tiba waktunya terjun ke masyarakat, tak ada lagi kesalahan yang terjadi.




Share :

9 Komentar di "5 Kenangan Tentang Seminar"

  1. Karena saya g pernah jadi panitia kadang saya malah negative thinking menilai seminar itu cuma seremonial saja... Maaf ya he he

    ReplyDelete
    Replies
    1. Memang mudah negative thinking kalo hanya melihat dari luar, Mas. Terima kasih sudah berterus terang, hehehe

      Delete
  2. mengganti Gong dengan sesuatu yang lebih ber-teknologi....aduhhh..tidakkah mereka tahu bahwa Gong itu juga hasil karya anak bangsa yang sarat dengan teknologi, bayangkan logam dilebur, lalu ditempa dan dibentuk bulat hingga menjadi gong...dan proses itu adalah teknologi..., lagi pula gong juga sebagai simbol warisan budaya bangsa, yang wajib kita lestarikan...
    sungguh sedih kalau ada yang berpendapat..harus mengganti gong dengan yang lain untuk pembukaan seminar.....,
    keep happy blogging always..salam dari makassar-banjarbaru :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tentunya konteksnya tidak dalam maksud menyepelekan proses pembuatan gong, pak Hariyanto. Saya paham maksud nara sumber. Soalnya yang dibicarakan dalam seminar adalah teknologi canggih. Sementara gong sudah dipakai sebagai alat pembuka sejak tahun 80-an. Zaman presiden Soeharto dulu, kalo beliau buka acara, biasanya pake gong kalau bukan pengguntingan pita. Maksudnya tentunya supaya adik2 mahasiswa bisa melakukan sesuatu yang sesuai jurusannya (Teknik Elektro) apalagi ini membahas mengenai teknologi canggih yang diterapkan di Makassar, begitu Pal :)

      Delete
  3. mba Niar waktu kuliah, aktif ya... suka ikut seminar :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya dulu suka mengumpulkan sertifikatnya, Mbak Santi. Di samping itu asyik juga dapat wawasan baru, terutama dalam hal pengembangan diri. Apa-apa yang kita lakukan untuk menyelenggarakan sebuah seminar kan tidak diajarkan di bangku kuliah :)

      Delete
  4. Rasa paling membahagiakan itu ketika jadi panitia seminar dan acaranya sukses. Seneeeng bgt pokoknya :v

    ReplyDelete
  5. Kayanya dari segi apa pun, emang bagusan zaman dulu, ya? :D Indonesia banget dari segi tata krama dan sopan santun. #curcol

    ReplyDelete
  6. Senang juga ikuti seminar, walau sekarang sudah mulai jarang.
    Topik seminarnya menarik banget. Semoga industri kreatif di Makassar berkembang terus.

    Salam,

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^