Gerakan Gebrak Malaria dan Pejuang Legislasi Malaria dari Halmahera Selatan

Tulisan ini merupakan tulisan ke-6, catatan saya selama mengikuti Festival Forum KTI tanggal 17 – 18 November lalu. Silakan baca tulisan pertama, kedua, dan ketiganya: Graphic Recorder, Profesi Kreatif Keren Abad Ini, KTI, Masa Depan Indonesia, Pengelolaan Air dan Penanggulangan Bencana di Kaki Rinjani, Inspirasi dari Timur: Rumah Tunggu Penyelamat dan Wisata Eksotis, dan Inspirasi dari Penjaga Laut Tomia.

Kejadian Luar Biasa (KLB), bila itu kabar baik tentu sangat menggembirakan. Bagaimana bila itu kabar buruk seperti yang terjadi Halmahera Selatan? Abdullah Majid tampil di panggung inspirasi Festival Forum Kawasan Timur Indonesia (KTI) menceritakan kembali latar belakang mengerikan yang kemudian menghasilkan perubahan signifikan mengenai penanganan malaria di Halmahera Selatan.
Kabupaten Halmahera Selatan mengalami Kejadian Luar Biasa akibat serangan malaria pada tahun 2003 hingga 2007. Pada masa itu daerah ini kehilangan 268 jiwa akibat penyakit malaria. Bahkan pada tahun 2005, Halmahera Selatan mengalami angka insiden tahunan malaria (Annual Malaria Incidents) tertinggi, yakitu 80,2 persen![1]

Abdullah Majid, pejuang legislasi malaria dari Halmahera Selatan
KLB yang terjadi bukanlah hanya sekali atau dua kali, tapi beberapa kali!

Tahukan kawan kalau KTI itu wilayah perairannya lebih banyak daripada daratan? Nah, begitu pun halnya dengan wilayah perairan Provinsi Maluku Utara, luasnya meliputi 76,27% dari 140.225,32 km². Sebagian besar warganya bermukim di daerah pesisir ketimbang di pegunungan. Kebanyakan daerah pesisir yang mereka tempati, dulunya adalah bekas rawa dengan banyak genangan air, merupakan lokasi ideal bagi perkembangbiakan nyamuk malaria. Khusus Halmahera Selatan, kabupaten ini terdiri atas 400 pulau yang dihuni oleh 200.000 orang. Sekitar 75 persen wilayahnya adalah laut[2].

Selain masalah geografis di atas, sanitasi yang buruk, kemiskinan kronis, dan rendahnya tingkat imunisasi membuat masyarakat di kabupaten ini rentan terhadap wabah penyakit. Malaria adalah masalah kesehatan terbesar di daerah ini.

Bupati Halmahera Selatan ketika itu, Dr. Muhammad Kasuba, bertekad membasmi malaria di daerahnya. Malaria Center didirikan. Bersama UNICEF Indonesia, Kasuba mengkampanyekan suatu gerakan antimalaria berbasis masyarakat sejak tahun 2007, bernama Deklarasi Labuha Gebrak Malaria. Targetnya, Halmahera Selatan mencapai “bebas malaria” atau eliminasi di tahun 2025. Pak bupati kemudian mengeluarkan Surat Keputusan Bupati untuk menggunakan 40% dana ADD dalam pemberantasan malaria di desa guna mendukung gerakan ini.


Penanganan terpadu malaria di Halmahera Selatan,
video diunggah oleh BaKTI

Program ini meliputi distribusi kelambu berinsektisida untuk wanita hamil dan anak-anak yang diimunisasi, pemantauan aktif oleh masyarakat, dan serangkaian pelatihan kader kesehatan. Hasilnya, jumlah kematian akibat malaria berhasil ditekan, dari 226 kasus pada tahun 2003 menjadi hanya 4 kasus pada 2008. Jika pada tahun 2005 angka insiden tahunan 80% maka pada tahun 2009 dipangkas menjadi 40,2%. Jika pada tahun 2003 malaria menekan korban 205, di tahun 2009 korban meninggal tinggal 1 orang. Kasus malaria ditekan dari 30 per 1000 penduduk pada tahun 2007 menjadi 9 per 1000 penduduk di tahun 2011.

Dengan berhasilnya Halmahera Selatan menekan angka kematian akibat malaria terlihat upaya keras pemerintah dan dukungan masyarakat. Tak berhenti sampai di situ saja, Abdulah Majid aktif menginisiasi lahirnya peraturan daerah untuk menganggulangi malaria.

Abdullah Majid, akrab disapa Pa Dula, adalah lelaki kelahiran Siko (Halmahera Selatan) tahun 1962 lulusan IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Ia kemudian mengabdikan diri menjadi guru, lalu menjadi kepala sekolah di madrasah di kampungnya. Setelah terpilih menjadi anggota DPRD periode 2009 – 2014, ia aktif mengupayakan peraturan daerah untuk penanggulangan malaria agar terjadi kesinambungan.

“Bagi kami itu bukan prestasi tapi itu tanggung jawab,”
pungkas Abdullah Majid
“Harus menghasilkan sebuah perda sebagai upaya komprehensif dan menyeluruh dan melibatkan seluruh stake holder dan masyarakat,” ungkapnya lantang dari atas panggung inspirasi.

“Biasanya selesai program, dilupakan lagi maka harus ada paksaan kepada pemerintah daerah agar itu menjadi sebuah kewenangan khusus. Maka siapa pun nantinya yang berada di dalam pemerintahan eksekutif dan legislatif, upaya pemberantasan malaria bisa tetap dilangsungkan,” lanjut Abdullah Majid lagi.

Usulan itu hampir tak berhasil namun berkat usaha yang sangat keras dengan melibatkan sesama anggota DPRD, Dinas Kesehatan setempat, dan Malaria Center, akhirnya lahirlah Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2011 tentang Penanggulangan Malaria. Dalam Perda ini terdapat penguatan-penguatan program pengendalian malaria, di antaranya pemberdayaan masyarakat, keterlibatan lintas sektor dan dunia usaha, strategi eliminasi malaria dengan pembebasan desa atau pulau dari malaria secara bertahap, perlunya Renstra penanggulangan malaria, dan program malaria wajib dibiayai oleh APBD. Perda No. 8 Tahun 2011 tentang Penanggulangan Malaria ini ternyata merupakan perda malaria pertama di Indonesia.

Malaria dalam Gambar di Halmahera Selatan
Sumber: http://www.batukarinfo.com/
“Tanggung jawab penanganan malaria kini menjadi tanggung jawab lintas sektoral di daerah kami. Semua dilibatkan. Dinas Pendidikan telah menjadikan ‘malaria’ sebagai ‘muatan lokal’ sehingga anak-anak kami dari mulai dari TK sampai SMA, diajarkan bagaimana mencegah penyakit malaria,” tepuk tangan bergemuruh menyusul paparan Abdullah Majid.

Alhamdulillah, dari KLB itu kami berhasil menverifikasi malaria sampai pada tingkat nol persen. Alhamdulillah Halmahera Selatan mendapatkan piagam penghargaan dari Kementerian Kesehatan tentang daerah yang berhasil menangani penyakit malaria,” lanjut Abdullah Majid.

Halmahera selatan juga telah menjadi daerah studi banding para stake holder dari dalam negeri hingga luar negeri. Mereka datang ke Halmahera Selatan untuk mempelajari strategi dan teknis yang dilakukan segenap komponen penduduk di kabupaten tersebut.

“Bagi kami itu bukan prestasi tapi itu tanggung jawab,” pungkas Abdullah Majid. Kata-katanya ini membuat saya merinding. Batin saya bergetar, seiring tepuk tangan membahana dari hadirin.

Luar biasa, ya. Andai semua anggota DPRD seperti Abdullah Majid, yang peduli kepada penanganan masalah masyarakat dalam jangka panjang dan menyadari sepenuhnya tanggung jawabnya ...




Bersambung ke kisah inspiratif berikutnya, tentang Kedaulatan Pangan di Salassae, Bulukumba, Sulawesi Selatan.


Catatan:
  • Video presentasi Abdullah Majid di panggung inspirasi Festival Forum KTI VII bisa disimak di https://www.facebook.com/MalariaCenter/videos/984800111561189/.
  • Sekadar info, kepada warga Indonesia yang ingin tahu tentang Malaria Center atau berminat berdonasi terhadap penanggulangan malaria, silakan mengunjungi website-nya di http://www.malariacenter.or.id. Atau fan page Facebooknya:  https://www.facebook.com/MalariaCenter/?fref=nf
  •  Mengenai BaKTI, penyelenggara Festival Forum KTI yang punya visi “meningkatnya efektivitas pembangunan di Kawasan Timur Indonesia”, bisa diintip di: http://www.bakti.or.id dan http://www.batukarinfo.com/.

Sumber referensi tambahan:
  • Booklet Festival Forum KTI VII, Inspirasi dari Timur untuk Indonesia.
  • Majalah BaKTI News edisi 94, Oktober – November 2013, halaman 12 (judul artikel: Upaya Terpadu Memerangi Malaria di Halmahera Selatan).
  • http://www.unicef.org/indonesia/id/reallives_13428.html
  • http://www.batukarinfo.com/sites/default/files/Buletin%20Malaria%20Center%20Edisi%201%202012.pdf
  • http://www.malariacenter.or.id/p/visi-misi.html

Silakan dibaca tulisan-tulisan sebelumnya sehubungan dengan Festival Forum KTI VII di Makassar (17 – 18 November):

Catatan kaki:



[1] Sumber: Majalah BaKTI News edisi 94, Oktober – November 2013, halaman 12 (judul artikel: Upaya Terpadu Memerangi Malaria di Halmahera Selatan).
[2] Data tahun 2010, bersumber dari http://www.unicef.org/indonesia/id/reallives_13428.html. 


Share :

12 Komentar di "Gerakan Gebrak Malaria dan Pejuang Legislasi Malaria dari Halmahera Selatan"

  1. Selalu ada orang-orang seperti Pak Abdullah di mana-mana, yang ingin menanggulangi masalah kesehatan seperti ini. Mungkin media agak luput untuk mengetahui sosok ini. Membaca ini saya pun senang, ada orang yang mau bergerak tanpa menunggu Pemerintah untuk bergerak terlebih dahulu. Sangat menginspirasi. Apa yang dilakukan beliau kini menjadi 'kiblat' baik dalam maupun luar negeri dalam menangani malaria..

    ReplyDelete
  2. Merinding bacanya.. Andai semua anggota DPR berpandangan seperti pak Abdullah.. Makasi ya mba sudah berbagi :)

    ReplyDelete
  3. Menginpsirasi banyak orang yg sudah dilakukan oleh pak Abdullah ini. Semoga makin banyak yg tergerak mengikuti jejaknya.

    ReplyDelete
  4. Baru tau kalo di sulawasi juga KLB malaria mbak syukur deh kalo sekarang udah ada gerakan spt ini. Moga2 sulawesi segera bebas malaria

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau di Sulawesi, alhamdulillah tidak sampai KLB, Mbak. Ini kisah tentang Kabupaten Halmahera Selatan di Maluku Utara, bukan bagian dari pulau Sulawesi :)

      Delete
  5. wah senang sekali bisaa mampir lagi ke blog mbak niar :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih Mbak Ninda, sudah mampir di mari :)

      Delete
  6. Anggota DPRD seperti bapak Abdullah Majid ini seharusnya lebih sering diberitakan ya mbak, karena bisa jadi teladan buat yang lain.

    Semoga menang GA nya mbak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mbak Ely, supaya orang2 muda yang belum masuk ke dalam kancah perpolitikan juga bisa belajar dari inspirasi Pak Abdullah Majid ini, ya Mbak Ely.

      Terima kasih Mbak :)

      Delete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^