Belajar dari Sroedji dan Rukmini

Saya tak akan jatuh cinta pada sosok pasangan suami – istri Sroedji – Rukmini jika tak membaca novel Sang Patriot – Sebuah Epos Kepahlawanan yang ditulis oleh cucunya – Kak Irma Devita. Kak Irma berhasil menuangkan episode penting dalam kisah hidup kakek dan neneknya ke dalam bacaan yang mudah dicerna dan sarat nilai edukasi dan sejarah.

Jalan kehidupan yang berliku ditempuh oleh Sroedji, sejak kecil hingga wafatnya sangat layak dijadikan teladan bagi bangsa ini di tengah kemerosotan nilai-nilai moral yang terjadi di mana-mana.

Rukmini – sang istri, mendampingi Sroedji dengan tegar. Rukmini tidak seperti perempuan kebanyakan. Ia sangat cerdas dan baik hati sehingga mampu menjadi partner selayaknya “rekan kerja” bagi suaminya dalam mengarungi bahtera rumah tangga, pun dalam posisinya sebagai warga negara yang tenaga dan pikirannya dibutuhkan untuk memenangkan perjuangan kemerdekaan.


Selain novel, Kak Irma - cucu alm. Letkol (Inf) Sroedji juga menerbitkan komik.
Alhamdulillah saya menjadi salah satu pemenang kuis twitternya

Sroedji pun amat menghargai istrinya. Ia memperlakukan Rukmini sebagai kekasih hati dan pendamping hidup yang setara dengannya. Tempatnya membagi segala resah dan teman berdiskusi mengenai bermacam hal. Kecerdasan Rukmini mampu mengimbangi peran Sroedji sebagai pemimpin.

Nasionalisme Sroedji dan Rukmini

Sroedji adalah nasionalis tulen. Ia melarang istrinya berkomunikasi dalam bahasa Belanda dan bahasa Madura walaupun di dalam rumah karena mereka hidup di tanah Jawa. Padahal Sroedji amat fasih berbahasa Belanda karena dia tamatan HIS dan Ambachtsleergang. Rukmini pun fasih berbahasa Belanda. Amat fasih, malah. Guru-gurunya mengatakan kalau aksen bahasa Belandanya tak kalah dengan orang Belanda asli.

Ada berapa banyak orang seperti Sroedji? Sepertinya tidak ada. Bahkan sebagian orang, tetap berkomunikasi dalam bahasa daerah mereka meskipun di antara mereka ada satu orang yang tidak berasal dari suku yang sama dengan mereka.

Rukmini adalah pendukung pertama Sroedji. Walaupun lebih muda 6 tahun dari suaminya, Rukmini selalu punya analisis yang tajam dan pertimbangan yang matang. Dia mendukung sepenuhnya ketika Sroedji mengabarkan keinginannya untuk bergabung dengan PETA – Pembela Tanah Air meski anak kedua mereka baru saja lahir.

Rukmini tahu sekali kalau Sroedji memendam keinginan menjadi tentara agar dapat memperjuangkan kemerdekaan agar anak-cucu mereka menjadi bangsa yang merdeka, tidak menjadi babu di negeri sendiri.

“Pak, ikuti kata hatimu. Sudah jadi tekadmu untuk menjadi pembela tanah air. Jangan khawatirkan Cuk, Pom, atau aku. Kami tidak pernah sendirian. Allah selalu beserta kita, Pak. Aku ikhlas,” Rukmini berusaha menepis secercah kegelisahan di hati suaminya.

Tak Membunuh yang Menyerah

Sroedji adalah pemimpin sejati. Dia bukan hanya piawai dalam strategi perang. Ia pun memegang teguh nilai-nilai moral dan mengajarkannya kepada para anak buahnya. Dalam sebuah pertempuran di Pomo pada tahun 1949, musuh berhasil dilucuti.

Sroedji berulang kali berpesan kepada anak buahnya, “Musuh sudah menyerah. Jangan kalian membunuh tanpa alasan. Jangan menebar mauut secara keji. Kita berperang untuk mempertahankan kemerdekaan Negara Indonesia. Kita bukan pembunuh!”

Sroedji paham dan betul-betul mempraktikkan ajaran yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Seperti yang kita ketahui, pada pendudukan Makkah tahun 630, Nabi Muhammad menduduki Makkah bersama 10.000 pasukannya tanpa pertumpahan darah sama sekali.

Sroedji sungguh berjiwa ksatria. Ia tak mau mengulang sejarah anarkis yang menunjukkan kebengisan kaum penguasa seperti pada peristiwa penghancuran kota Baghdad pada tahun 1258. Ketika itu, pasukan Mongol di bawah Hulagu Khan membantai sekitar ratusan ribu penduduk Baghdad tanpa ampun.
                                                                                                 

Pemimpin yang Mengayomi

Sroedji dikenal sebagai sosok yang sederhana. Rasa hormat dan segan yang diperoleh Sroedji dari anak buahnya dan mereka yang mengenalnya bukanlah karena ketakutan atau keharusan semata. Mereka mencintai Soedji karena kesederhanaannya. Mereka menyaksikan sendiri betapa Sroedji – sebagai pemimpin, bersikap mengayomi.

Perjalanan sejauh ratusan kilo meter usai Wingate Action amat menguras tenaga Sroedji. Ia rela tak makan seharian karena kekurangan makanan. Ia menganggap warga yang dikawalnya lebih membutuhkan makanan daripada dirinya. Dengan kesabaran yang luar biasa, dia menghadapi ujian sakit yang dideritanya saat itu.

Hal ini sangat berbeda dengan sikap yang ditunjukkan oleh banyak pemimpin. Di zaman ini, sudah jamak terjadi pemimpin memperkaya diri sendiri tanpa peduli rakyat yang seharusnya dia ayomi sudah terpenuhi semua kebutuhannya. Bahkan kalau perlu, mereka mencari cara tak halal untuk terus meraih pucuk pimpinan yang lebih tinggi lagi agar semakin kaya-raya.

Motivator bagi anak buahnya

Sroedji dikenal sebagai sosok yang senantiasa menyemangati kawan-kawan dan anak buahnya. Tekad untuk merdeka bagaikan mengalir di dalam darahnya. Dia memotivasi para anak buahnya untuk meyakini akan adanya cahaya kemerdekaan di depan sana.
Jangan mau jadi jongos di negeri sendiri!Merdeka atau mati sebagai syuhada!
Adalah dua seruan yang sering dikobarkannya.

Rukmini, Tak Sekadar Cerdas

Rukmini, tak sekadar cerdas. Ia juga tegar. Dengan tangguh ia berpindah-pindah tempat demi merahasiakan keberadaan suaminya yang tengah berjuang. Tak jarang dia dicari Belanda untuk dijadikan umpan penangkap Sroedji.

Dengan sabar Rukmini merawat keempat anak mereka. Pun menunggu kepulangan Sroedji. Rukmini menjaga kehormatannya sekuat tenaga, tak ingin menodai janji sucinya dengan kekasih hatinya.

Kalau pun Allah menakdirkannya menjanda di usia muda, dengan anak-anak yang masih kecil, ia tak lama-lama bergalau. Segera ia bangkit, menyertai putra-putrinya mengarungi kehidupan yang terbentang garang di hadapannya.

***

Bangsa yang tengah dikelilingi berbagai masalah ini membutuhkan sosok-sosok Sroedji dan juga Rukmini sebagai teladan. Oleh karena itu, rasanya tak berlebihan kalau saya ingin merekomendasikan hal-hal berikut ini:
  • Agar novel Sang Patriot dijadikan rujukan atau buku pegangan untuk pelajaran sejarah di sekolah-sekolah karena mempelajari sejarah melalui novel itu sungguh menyenangkan dan tidak membosankan mengingat Irma Devita sudah melakukan riset mendalam sebelum menerbitkan novel ini.
  • Agar kisah kepahlawanan Sroedji difilmkan karena dasar pembuatan skenarionya sudah ada, yaitu novel Sang Patriot yang sekali lagi: sudah dilakukan riset terhadapnya. Novel ini ditulis dengan detail, penokohannya bagus dan kaya, serta sarat akan nilai-nilai kemanusiaan.
  • Agar penulis menerbitkan sekuel berikutnya dari novel Sang Patriot yang mengisahkan perjuangan Rukmini dalam melanjutkan kehidupannya setelah ditinggal sang suami. Sebagai sosok perempuan yang luar biasa, Rukmini layak menjadi teladan bagi perempuan-perempuan Indonesia dalam menyikapi berbagai persoalan di zaman ini. Perbedaan zaman tak menjadi masalah karena kuatnya karakter Rukmini masih sangat relevan – bahkan sangat relevan untuk dijadikan teladan pada zaman ini.

Ditulis pada 19 Februari 2015


Tulisan ini dibuat untuk diikutkan lomba karya tulis PWI di Jombang. Walau tak memenangkan lomba, syukurnya masih bisa ditayangkan di blog ini, sebagai catatan sejarah untuk saya dan kelak anak cucu saya tentang semangat kebangsaan. Semoga bermanfaat bagi yang bersedia membacanya.



Share :

8 Komentar di "Belajar dari Sroedji dan Rukmini"

  1. Subhanallah inspiratif banget...

    ReplyDelete
  2. saya kok mau nangis baca ini mbak. buat saya pejuang, termasuk pejuang kemerdekaan, punya andil luar biasa dalam membentuk karakter bangsa....jika itu dihayati. meski hanya menjadi gemuruh di dada sendiri, perjuangan mereka tetap berarti.

    ReplyDelete
  3. kisah cinta yang sebenarnya ya...
    pasangan yang ... one of a kind

    ReplyDelete
  4. Waah bukunya mba irma ya, aku belom baca

    ReplyDelete
  5. Suatu hr nanti, anak saya ada yg nulis ttg saya gak? Kaya sang patriot gitu... Saya blm menang dpt buku ni

    ReplyDelete
  6. Saya sudah baca bukunya juga... Ingin juga ikutan beberapa lomba terkait, tapi sayang nggak ikutan... Hiks... Keren sekali Mak Mugniar mensarikan nilai2 yg bisa diambil dari kisah perjuangan Sroedji & Rukmini ini.

    ReplyDelete
  7. saya setuju difilmkan Mak, sepertinya sudah lama ya gak ada film kisah2 kepahlawanan :)

    ReplyDelete
  8. Pasti hepi dan bersyukur banget ya mak bisa dapat gift buku spesial dari GA twitter, dapat banyak ilmu juga dari bacaan isi novel. JAdi pengin baca novel tsb :)

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^