Tulisan ini merupakan lanjutan dari
tulisan berjudul Antara Sekolah
Politik Perempuan dan Geng Motor iMuT
Agussalim, dosen Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Hasanuddin ini adalah peneliti yang juga menjadi Focal Point Jaringan Peneliti Kawasan
Indonesia Timur (JiKTI) untuk wilayah Sulawesi Selatan.
Ia memulai presentasinya dengan kata-kata yang
menggelitik:
Peneliti dan pengambil kebijakan bagaikan hidup dalam dunia berbeda. Peneliti merasa puas dan bangga bila hasil penelitiannya diterbitkan. Sementara pemerintah kerap membuat program yang salah sasaran atau mengadakan kegiatan yang mubazir.
Pak Agussalim |
Maksudnya, kurang lebih adalah hasil penelitian
yang sudah dilakukan peneliti, kebanyakan pada akhirnya tidak ada tindak
lanjutnya. Peneliti sendiri merasa cukup dengan diterbitkannya penelitian
mereka sebagai jurnal ilmiah saja, dampaknya kepada masyarakat nyaris tak terasa.
Sedangkan pemerintah yang diharapkan bisa mendanai implementasi yang lebih
bermanfaat bagi masyarakat, sibuk dengan pertimbangannya sendiri dengan
mengadakan kegiatan yang tidak tepat sasaran, yang juga tidak terasa manfaatnya
untuk masyarakat. Ini bukan rahasia lagi.
“Bisakah dua dunia ini disinergikan?” pak Agus
beretorika.
“JiKTI hadir untuk menjembatani dua dunia yang
berbeda itu,” lanjut pak Agus. JiKTI menginformasikan hasil penelitian ke media
massa.
Pak Agus senang meneliti. Beberapa hasil penelitiannya
berikut ini diserahkannya kepada pemerintah daerah untuk dipakai sebagai dasar
pengambilan kebijakan:
- Strategi peningkatan Indeks Pembangunan manusia (IPM[1]) di Sulawesi Selatan.
- Pengelolaan keuangan daerah di Sulawesi Selatan.
- Pengentasan kemiskinan daerah di Gorontalo.
Terkait pengentasan kemiskinan di Gorontalo, pak
Agus menceritakan pada tahun 2010 angka kemiskinan di Gorontalo meningkat. Saat
itu ia dikontrak Bappeda selama 2 tahun. Pada tahun 2011, angka kemiskinan di
Gorontalo menurun. Tak lama kemudian kontrak pak Agus dengan Bappeda putus.
Sayangnya, tahun 2014 ini angka kemiskinan di Gorontalo meningkat lagi. “Mudah-mudahan
Saya dikontrak lagi,” ujar pak Agus, bercanda.
Menurut pak Agus, peneliti melakukan proses
advokasi agar berhasil. Peneliti membuat risalah kebijakan untuk diserahkan
kepada pengambil kebijakan. Pak Agus ini contoh peneliti yang senang berbagi
untuk kemaslahatan bersama. Melalui blog pribadinya Dunia Perencanaan, ia membagi hasil
penelitiannya selain yang diunggah ke media-media BaKTI, tentunya.
Saya jadi ingat para peneliti yang
sebentar-sebentar ke luar kota untuk melakukan penelitian. Topik penelitiannya
sebenarnya menarik untuk diketahui banyak orang, misalnya bila menyangkut
budaya masyarakat setempat namun sayangnya hasil penelitian itu hanya dinikmati
oleh mereka sendiri saja. Sayang kan. Andai semua peneliti memiliki kesadaran
membagi informasi kepada publik seperti pak Agus ini, dunia pengetahuan kita
akan menjadi lebih kaya dan berwarna.
Pak Agus kemudian membagikan resep, bagaimana
agar advokasi produk penelitian peluangnya lebih besar diimplementasikan:
- Pilih topik menarik.
- Komunikasikan.
- Siapa bukan apa (tantangan dalam berkomunikasi, terkadang yang dilihat adalah “siapa” yang menyampaikan, bukan “apa” yang disampaikan, oleh sebab itu penting untuk membangun jaringan.
- Bangun hubungan dengan pemerintah sebelum proses advokasi (akan lebih mudah jika sebelumnya sudah terbangun jaringan).
- Kegiatan, bukan kebijakan.
- Simpel dalam implementasi.
Tari Gaba-Gaba dari Maluku |
Paduan suara dari FISIP UNHAS |
Sebelum pembicara berikutnya tampil, kami disuguhi huburan tari tradisional Maluku, tari Gaba-Gaba namanya, diambil dari permainan tradisional yang menggunakan "gaba-gaba" (bilah-bilah bambu) yang dibawakan dengan lincah dan sangat dinamis. Salah melangkah, kaki sang penari bisa terjepit gaba-gaba. Ada juga paduan suara DB3 Voice dari FISIP UNHAS yang membawakan lagu-lagu tradisional Indonesia yang diaransemen ulang, diakhiri dengan tarian khas Tana Toraja. Menarik sekali. Oya, dekat pintu masuk ada pula penyanyi Ariel (ehm anak kak Luna lhoo) yang merupakan anggota Nudi (pentolan X Factor itu lhoo). Wuih, BaKTI tak setengah-setengah menampilkan acara hiburan!
Berikutnya giliran pak Noldy
Tuerah. Ia merupakan figur pejabat pemerintah daerah yang
mengutamakan kemitraan dan selalu mengupayakan berbagi pengetahuan guna
mendukung pemerintahan yang efektif. Saat ini ia menjadi anggota Tim Asistensi
dan Desentralisasi Fiskal Kementerian Keuangan RI. Sebelumnya, ia pernah
menjabat sebagai Kepala Bappeda Sulawesi Utara dan sangat aktif dalam Forum
Kepala Bappeda Provinsi se-KTI yang dikelola oleh BaKTI.
Pak Noldy menceritakan pengalamannya ketika
membuat konsep pembangunan infra struktur dan diminta oleh gubernur Sulawesi
Utara untuk terlibat dalam perencanaan dan pengawasan di lapangan.
Pak Noldy Tuerah |
Pak Noldy mempunyai peran penting dalam sebuah
ajang internasional yang diadakan di Manado. Mulanya pihak pusat mencemooh dan
mengatakan tak mungkin. Berkat pemberitahuan dari seorang pejabat tinggi yang
mengatakan ada dokumen yang disupport sebuah lembaga internasional yang harus
dimiliki pemerintah daerah untuk bisa menyelenggarakan kegiatan internasional
yang dimaksud, pak Noldy dan timnya pun mengusahakannya dan mengadakan lobi “internasional”.
Hasilnya, kegiatan internasional yang diinginkan berhasil diselenggarakan dan
mendatangkan investasi signifikan di Manado.
Hal-hal lain berarti yang pernah dilakukan pak
Noldy adalah:
- Turut serta dalam pembangunan 320 unit rumah untuk para pengungsi yang sudah 10 tahun berdiam di Sulawesi Utara tapi belum memiliki rumah. Bahkan pak Noldy dan rekan-rekannya mengumpulkan uang pribadi mereka untuk membantu terlaksananya proyek amal tersebut.
- Pembebasan lahan untuk dam bagi pembangunan proyek geothermal yang didukung oleh sebuah universitas di Rusia.
- Hitungan kebutuhan ibu hamil sampai melahirkan diadopsi oleh Kementerian Kesehatan.
Beberapa kiat yang dibagikan oleh pak Noldy berikut
ini, patut kita renungkan untuk diaplikasikan dalam kehidupan kita:
- Untuk sebuah proses jangka panjang, kita tidak bisa berhenti, harus konsisten melakukannya.
- Dalam perencanaannya harus konsisten. Buatlah konsep.
- Harus memiliki komitmen yang kuat.
Satu pernyataan pak Noldy menarik untuk
digarisbawahi, “Dengan komitmen yang
kuat dan konsep yang baik, apapun bisa dilakukan!”
Makassar, 27 September 2014
Tulisan ini merupakan tulisan ke-6 dari peringatan HUT ke-10 BaKTI pada
tanggal 23 September lalu.
Bersambung ke tulisan selanjutnya
[1] Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI) adalah pengukuran
perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup
untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah
sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan
juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Indeks_Pembangunan_Manusia
Share :
Kepentingan bangsa, masyarakat dan orang banyak mestinya jadi jembatan untuk mempertemukan peneliti dan pemerintah ya, Niar :)
ReplyDeleteSeneng rasanya bisa membaca di postingan blog ini, penuh pengetahuan dan wawasan.
ReplyDeletemiris memang melihat banyak peneliti yg hasil penelitiannya hanya jd jurnal belaka tnpa tindak lanjutan/penerapan dr Pemerintah😰
ReplyDelete