Apapun Pilihannya Menjadi Mama itu Delicious

Membaca Mommylicious mengingatkan saya akan diri sendiri. Kedua penulisnya adalah seorang mama dari dua anak, sementara saya mama dari 3 orang anak. Dan keduanya emak blogger pula, sama seperti saya. Sama pula seperti saya, Mak[1] Arin (Murtiyarini) dan Mak Rina Susanti – kedua penulis Mommylicious ini merupakan emak-emak yang senang memenuhi tantangan lomba-lomba menulis blog dan mengirimkan tulisannya ke media.

Bedanya, tulisan mereka lebih sering nampang di media cetak daripada saya dan mereka berdua merupakan ibu bekerja. Eh tapi Mak Rina saat ini sedang menikmati perannya sebaga full time mother setelah resign dari pekerjaannya sebagai quality controller tahun lalu.

Beberapa kali saya mengunjungi blog mereka dan mendapati tulisan-tulisan tentang buah hati mereka. Jujur saja, kesan bahwa hidup mereka begitu sempurna tak bisa saya tepis. Saya merasa mereka sangat beruntung, memiliki karier yang bagus dan keluarga yang pengertian.



Tapi ketika membaca Mommylicious, barulah saya tersadar bahwa mereka pun perempuan biasa, sama seperti perempuan-perempuan lainnya. Kesan sempurna luntur seketika. Tapi justru saya makin kagum pada mereka.

Baik Mak Arin maupun Mak Rina, sama-sama jujur dalam mengemukakan keadaan mereka sebagai ibu bekerja. Mereka menuliskan kelelahan mereka, kekesalan mereka, kekhawatiran mereka, dan harapan-harapan mereka apa adanya.

Tetapi mereka juga bukan perempuan biasa karena setiap fragmen dalam episode kehidupan mereka jadikan sebagai bahan refleksi untuk meningkatkan kemampuan diri, utamanya untuk menjadi mama dan istri yang baik.

Perasaan saya ikut larut saat membaca kisah-kisah mereka. Mungkin karena saya merasa telah mengenal mereka setelah beberapa kali saling mengirim pesan inbox. Belakangan saya makin akrab dengan mak Arin usai ajang Srikandi Blogger, melalui pesan inbox kami membicarakan banyak hal. Di samping itu, perasaan saya tersentuh juga karena saya sangat memahami peran mereka sebagai mama.

Sesekali ada rasa haru lengkap dengan genangan air mata atau bahagia yang turut saya rasakan. Kisah yang paling menguras air mata saya adalah Farewell Dua Mama yang ditulis oleh Mak Arin, khususnya pada halaman 158 (kisah ini diawali dengan cerita pengunduran diri Mak Rina dari perusahaan tempatnya bekerja dan kepindahannya ke wilayah lain):

Sekarang, situasi telah menggariskan perbedaan di antara kami.
“Jangan nyinyir pada ibu bekerja ya, Rina,” kataku berseloroh.
“Enggaklah, aku pernah merasakannya. Sebaliknya kamu jangan anggap remeh ibu yang di rumah saja ya,” Rina membalas sambil tertawa.
“Ah, sejak kapan aku anggap remeh ibu rumahan? Kamu tahu itu, kita tahu itu. Ibu yang mendedikasikan dirinya untuk selalu di rumah saja, itu ibu paling hebat. Aku juga tahu rasanya seharian di rumah bersama anak-anak. Harus ekstra energi dan kesabaran. Selamat menjalaninya ya, Rina,” jawabku.
Kami tahu, perdebatan “berkarier dan full day mom” yang seolah tiada akhir di luar sana. Perdebatan yang membuat suasana tak nyaman, saling menjatuhkan, saling nyinyir. Seolah mereka lupa bahwa mereka sama-sama seorang ibu yang mencintai anak-anaknya. Dulu, kami saling menguatkan saat nyinyiran soal ibu bekerja itu datang. Entah dari status Facebook atau tulisan blog teman yang kebetulan terbaca oleh kami. Memilih diam adalah cara terbijak, daripada debat kusir tentang paham yang tak pernah sama.

Sungguh, bagian percakapan dua emak yang bersahabat ini di bagian ini membuat saya berurai air mata. Saya membayangkan tengah berada di belakang mereka. Sampai di bagian akhir: Persahabatan dua mama akan terus berlanjut. Perbedaan kian memperkaya pengalaman, selama kita bisa saling menghargai satu sama lain, saya merasa berdiri dan bertepuk tangan. Standing ovation untuk ending yang indah, mama-mama!

Yup, perbedaan pendapat mengenai ibu bekerja dan yang tinggal di rumah memang tak ada habisnya. Saya sendiri adalah korban bullying selama bertahun-tahun. Saya kenyang dengan anggapan remeh banyak orang.

Saya pernah ditatap penuh iba sambil sang penatap yang seorang perempuan berkarier menggeleng-gelengkan kepalanya saat seseorang memperkenalkan saya kepadanya sebagai “sarjana teknik yang hanya ibu rumah tangga”.

Bahkan seseorang pernah mengatakan hal ini kepada Athifah saat putri saya itu mengatakan hendak pergi berbelanja dengan mamanya: “Memangnya ada uangnya mamamu? Mamamu kan cuma ibu rumah tangga? Itu lihat di kartu rumah tanggamu!” Diikuti seringai mengejek dari orang itu.

Saya butuh berproses untuk membuat diri ini tidak rendah lagi dan untuk membangkitkan kepercayaan diri saya. Saya yang mengalami, saya yang akan bertanggung jawab atas pilihan dan hidup saya, kenapa orang lain yang pusing? Sekarang, alhamdulillah saya bisa menerima dengan cara yang berbeda nyinyiran negatif orang-orang itu.

Psst, ini ada bocoran event promo Mommylicious
Sumber: http://asacinta.blogspot.com/ (blog Mak Arin)
Sesekali saya masih membuat status di Facebook untuk sekadar belajar melepas beban dengan cara yang lebih baik. Sekaligus menyelipkan pesan kepada orang-orang yang masih nyinyir untuk berhati-hati dan mencoba bertenggang rasa. Menurut saya, hal ini perlu disuarakan karena yang mengalami bukan hanya saya. Saya sering mendapat komentar dari kawan-kawan yang senasib. Sesama perempuan, kita seharusnya saling melengkapi, bukannya saling mencela.

Setiap orang punya alasan mulia tentang pilihannya, kita tak boleh merasa yang paling benar. Toh setiap orang akan mempertanggung jawabkan pilihan dan rumah tangganya masing-masing? Lagi pula kita tak paham latar belakang mereka yang bekerja dan tak akan paham dengan perspektif mereka karena kita bukan mereka.

Kalau saya menyimak kehidupan mereka dan menempatkan diri pada posisi mereka, saya bisa sampai pada kesimpulan kalau saja situasi dan kondisi saya sama persis dengan mereka, bisa saja saya menjadi perempuan bekerja. Bisa saja. Lalu kalau misalnya karena kita, mereka kemudian memutuskan berhenti bekerja, lalu terjadi hal berat yang di luar dugaan, apakah kita yang akan bertanggung jawab? Tidak kan? Lalu, kenapa mesti nyinyir?

Tapi anehnya, ada saja yang berkomentar tak terduga. Ada saja yang mengobarkan pandangan negatifnya seolah saya sedang mengobarkan perang padahal saya tak bermaksud demikian. Atau ada pula yang menduga saya sedang mengasihani diri sendiri, padahal tidak demikian.

Well, semua mama punya pertimbangan masak untuk pilihan bekerja. Mak Arin dan Mak Rina membeberkan di dalam buku ini. Saya setuju sekali dengan alasan mereka. Saya sangat memahaminya! 

Saya memahami bahwa seorang perempuan HARUS BAHAGIA dalam menjalani perannya dalam keluarga agar ia bisa mengurus keluarganya dengan baik. Salah satu caranya adalah dengan membebaskan perempuan itu mengerjakan passion-nya agar bisa menikmati me time-nya dengan leluasa. Maka percayalah, jika itu terpenuhi, mau ia bekerja di luar atau tidak, ia bisa menjalani perannya sebagai ibu dan sebagai istri dengan baik.

Nah, Mak Arin dan Mak Rina menuliskan mengenai hal tersebut dengan baik di dalam buku ini. Tentu saja dukungan keluarga berupa pengertian dari suami dan anak-anak amat dibutuhkan. Dan Mak Arin, juga Mak Rina mendapatkannya! Mereka adalah contoh perempuan bekerja yang berusaha sekuat tenaga dan bisa membahagiakan keluarganya. Lalu, kalau keluarga mereka menerima pilihan mereka dan berbahagia, mengapa kita mencela?

Satu lagi yang saya salut, Mak Arin menuliskan: Kalaupun situasi di rumah semakin sulit dan memaksa saya untuk berhenti bekerja, saya juga sudah siap, Keluarga tetap prioritas utama saya (halaman 147). Mak Rina kemudian memilih resign dari kantornya karena tuntutan pekerjaan membuatnya harus makin sering meninggalkan keluarganya. Nah, mereka dan keluarganya fine-fine dan happy-happy saja, kenapa orang lain yang ribut?

Jadi, mari benar-benar kita sudahi polemik yang tak ada manfaatnya ini. Mencela saudari-saudari kita hanya akan membuat kita terlihat melempar kotoran ke wajah sendiri. Yuk, pahami cara untuk membaca situasi yang berbeda dengan bijak. Stop mom’s war!

Ehem, jadi buku ini hanya berisi tentang MOM’S WAR?

He he he, tidaklah. Mom’s war hanyalah salah satu bahasannya. Bahasan lain yang ditulis oleh kedua mama ini tak kalah apiknya. Bagaimana tidak, tulisan mereka kan sudah sering dimuat di media cetak.

Kedua penulis ini membahas hal-hal yang berhubungan dengan pengasuhan anak. Seperti mengenai bagaimana mereka menerapkan disiplin pada anak-anak dan diri mereka sendiri, bagaimana berkompromi dengan anak-anak dan suami, bagaimana mengembangkan kemampuan/kecerdasan anak, bagaimana menyiasati “sempitnya” (waktu) kebersamaan mereka, bagaimana mempererat kasih sayang dengan anak, bagaimana anak-anak mengekspresikan rasa sayang mereka, pengalaman menyusui, persaingan antarsaudara, hal-hal yang dilematis dalam kehidupan mereka, dan pembelajaran mereka sebagai mama.

Buku ini, menurut saya bukan hanya cocok untuk mama yang bekerja di luar rumah, tetapi juga cocok untuk semua mama, apapun pilihannya. Juga cocok untuk para papa agar bisa mengerti pandangan dan keinginan para mama. Bahkan buku ini cocok untuk mereka yang belum berkeluarga, sebagai bekal bila kelak hendak mengarungi bahtera rumah tangga (karena persoalan-persoalan yang dibahasa dalam buku ini adalah persoalan yang dialami oleh banyak rumah tangga), membacanya akan menjadikan para lajang semakin siap melangkah ke tahapan berumah tangga.


Yang menjadi mama tentu saja perempuan.
Perempuan adalah tiang negara.
Bila tiang negara runtuh, hancurlah negara itu.

Being mommy is delicious.
Tapi yang bisa menikmati menjadi mama adalah
perempuan yang bahagia dan sehat.

Maka siapa pun punya kepentingan agar
para mama hidupnya sehat dan bahagia
(agar tiang penyangga tak mudah runtuh).

Jadi siapa pun dia,
buku ini layak menjadi bacaannya.


Makassar, 28 Agustus 2014






[1] Bagi yang belum tahu, sapaan Mak ini akrab kami lontarkan kepada sesama emak (ibu) yang bergabung di komunitas Kumpulan Emak Blogger (KEB).


Share :

21 Komentar di "Apapun Pilihannya Menjadi Mama itu Delicious"

  1. Buku yang keren. ^^ Selalu salut pada 3 wanita hebat; Mak Arin, Mak Rina, dan Mak Mugniar tentunya. ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waah senangnya Mak Haya yang inspiratif komen di sini :)
      Sy juga selalu salut sama mak Haya ^^

      Delete
  2. Saya baru sebulan lebih menikmati menjadi Mommy baru :)
    Semoga tetap sehat dan bahagia saya ini, hehehe

    Bunda, jangan pernah lupa kasih advices sebagai Mommy yang sudah banyak pengalaman yah... *hug*

    ReplyDelete
    Replies
    1. *Hug Amma* .. saya masih terus belajar lho say, yuk sama2 belajar ... ^_^

      Delete
  3. mereka tetep full peran, kok! emak yang karier juga yg di rumah aja. coba tanya aja anak-anak mereka? heehhehe

    ReplyDelete
  4. salut banget,sudah sibuk masih bisa nulis buku,termasuk mbk niar,,,keren banget :)

    ReplyDelete
  5. Eh aku jadi pengen beli bukunya nih mak gegara baca tulisan ini ;).

    ReplyDelete
  6. mak niar...kok jadi haru ya baca reviewnya hikshhiks. btw, terima kasih *hug dan kiss*

    ReplyDelete
  7. Kereeen yang nulis dan yang ngerevuew sama2 keren

    ReplyDelete
  8. Selamat ya mbak, aku harus belajar dari 3 mama hebat ini

    ReplyDelete
  9. Peran ibu yang di rumah itulah yang mampu membuat anak-anak mereka menjadi hebat.

    ReplyDelete
  10. Ngomongin Mama itu memang nggak ada habisnya. Selamat buat Mak Arin dan Mak Rina.. Salut buat Mak Niar bisa berdamai dengan kenyataan

    ReplyDelete
  11. tak ada manusia yg sempurna ya mak.. begitupun kita sebagai ibu, tak bisa sempurna, tapi kita terus berusaha memberikan yg terbaik yg anak2 butuhkan.

    ReplyDelete
  12. haduh kalo baca kayak ginian jadi ingat emakku... hlah emakku anaknya 11

    ReplyDelete
  13. Salut untuk kedua emak keren dengan bukunya yg keren n karena peresensinya jg keten bingiitss aku pun penasaran pengen baca supaya ketularan keren kya ketiga emak ini ;)

    ReplyDelete
  14. Silaturrahim kesini jadi tahu ada GA nih. Penasaran pengen intip isinya gegara baca postingan ini :D

    ReplyDelete
  15. saya juga udah baca buku ini mak. saya merasa pengalaman2 2 mama ini saya banget, artinya pernah saya alami juga :)

    ReplyDelete
  16. saya bangga sama mama-mama Indonesia , penulis buku ini, dan yang posting tulisan ini, semuanya kereen... karena mamaku juga hanya ibu rumah tangga.. :))

    ReplyDelete
  17. Lagi hunting mommylicius di aceh entah udah ada,

    ReplyDelete
  18. keren ulasan nya mak, salam kenal saya ya mak, sukses terus ya buat semua para mama

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^