Selamat dari Mala Praktik

Mengenang sebuah kejadian mengerikan, lima tahun lalu.

Mengetahui diagnosa penyakit yang diderita oleh seorang kerabat kami, sebut saja namanya Lins, dahi saya berkerut, “Apa itu TB? TBC maksudnya?”

Suami saya menggeleng, tanda tak tahu lalu ia pun menelepon seorang kerabat yang bekerja di rumah sakit. Dari kerabat itulah kami mengetahui, TB itu sama dengan TBC, yaitu nama sebuah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis.

Seperti juga penyakit pernapasan lainnya, TB mudah menular melalui udara, baik ketika seorang penderita sedang berbicara, bersin, atau pun batuk. Jika ada seseorang yang terinfeksi, maka kuman dengan cepat menulari orang-orang di sekitarnya. Angka penyebaran TB di Indonesia adalah 285 per 100 ribu penduduk.

Sumber: www.tempo.co
Diperkirakan ± 8,7 juta kasus TB baru dan 1,4 juta orang meninggal akibat TB (WHO, Global TB Report 2012), sedangkan di Indonesia setiap tahun masih ada 450.000 kasus baru dengan angka kematian 65.000 atau sekitar 178 orang perhari. Kondisi tersebut ditambah dengan peningkatkan kasus HIV sehingga memicu peningkatkan infeksi TB-HIV.

Fyuh, bergidik mendengar kabar ini. Lins kemudian ditempatkan di gedung isolasi rumah sakit. Gedung itu masih baru. Digunakan untuk merawat pasien-pasien yang terserang penyakit krusial. Lantai 1 untuk yang berpenyakit flu burung. Lantai 2 untuk yang terserang TB, dan lantai 3 untuk yang terkena HIV/AIDS.

Setiap menjenguk Lins, suami saya meminta saya memakai masker. Ia pun tertib sekali memakai masker. Penyakit ini merupakan penyebab kematian nomor satu dari golongan penyakit infeksi pada golongan semua usia terbesar di dunia. Jadi kami harus benar-benar menjaga diri sebaik-baiknya karena penularannya bisa melalui udara.

Gedung isolasi itu amat nyaman dan bersih karena masih baru dan memang kebersihannya amat dijaga oleh pihak rumah sakit. Jendelanya pun besar-besar. Kuman TB memang harus diberantas dengan memaksimalkan kebersihan ruangan dan paparan sinar matahari langsung.

Semua perawat di gedung itu memakai masker. Lins di tempat yang tepat. Sebelumnya ia dirujuk dari rumah sakit di sebuah kota di Papua, tempat domisilinya. Hasil pemeriksaan di sana menunjukkan adanya masalah pada livernya karena perutnya membesar dan terdapat cairan di dalamnya. Malah waktu di sana TB-nya tidak dideteksi.

TB bisa menyerang organ lain
Sumber: sitemaker.umich.edu
Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan di rumah sakit di kota ini, barulah TB-nya terdeteksi. Menurut Lins, kemungkinan ia tertular kuman TB di rumah sakit. Rumah sakit di sana belum terjaga benar kebersihannya. Di mana-mana warga seenaknya membuang bekas sirih yang dikunyahnya. Penataan ruangannya pun belum dibuat seterisolir mungkin sehingga siapa saja bisa melalui bagian pemeriksaan paru-paru. Lins pernah melalui bagian pemeriksaan paru untuk menuju ke bagian rumah sakit yang ditujunya.

Kenyataan baru ini sungguh mengkhawatirkan keluarga, berarti ada komplikasi penyakit dalam tubuh Lins. Selain TB-nya, penyakit yang menyebabkan perutnya membesar juga harus ditangani.

Pemeriksaan lanjutan menunjukkan adanya tumor pada rahim Lins. Maka ditetapkanlah waktu untuk pelaksanaan operasi pengangkatan tumor itu. “Tumornya besar,” kata suami saya sambil mengepalkan tangannya, menunjukkannya kepada saya. “Hah? Sebesar itu?” saya bergidik membayangkan derita Lins.

Pihak keluarga mengupayakan pengobatan alternatif. Suplemen yang diminum untuk melengkapi pengobatan menunjukkan kemajuan. Perut Lins secara perlahan mengecil. Hingga menjelang sehari sebelum proses operasi, perutnya sudah dalam ukuran normal.

TB tulang belakang
Sumber: http://blokdokterramzispb.blogspot.com/
Saya mengira pihak rumah sakit akan memeriksa lagi kondisi Lins mengingat perutnya sudah mengempis. Namun ternyata tidak. Operasi pengangkatan tumor tetap dilaksanakan di bawah pengawasan dua orang dokter. Salah seorang di antaranya malah sudah bergelar profesor. Keluarga menunggu di luar ruangan operasi dengan harap-harap cemas.

Usai operasi baru kami dengar hal-hal baru dan spekulasi yang nyaris membahayakan nyawa Lins. Di perutnya ada 2 bekas sayatan operasi. Awalnya tim medis melakukan operasi pengangkatan tumor padanya tapi tumor yang tadinya dicurigai bersarang di kandungannya tak ditemukan. Sayatan yang sudah terlanjur dibuat kemudian ditutup kembali.

Lalu kemungkinan lain dipikirkan. Akhirnya ditemukanlah jaringan yang merupakan tanda ia terinfeksi kuman TB di ususnya. Barulah diketahui ternyata Lins menderita TB usus dan levernya tidak apa-apa! Alhamdulillah ia tak keracunan obat mengingat banyaknya obat yang ia konsumsi sejak di Papua dan beberapa obat itu tak sesuai dengan penyakitnya.

Setelah kejadian itu baru kami ketahui bahwa TB bukan hanya menyerang paru-paru. Kuman yang bersarang di paru-paru juga dapat menyebar melalui kelenjar getah bening dan darah. Penyebaran melalui darah memungkinkan terjadinya tuberkulosis di luar paru seperti di usus, selaput usus, tulang, payudra, tulang belakang, ginjal, bahkan di otak.

TB usus lebih sulit pendiagnosaannya daripada TB paru. Di samping pemeriksaan klinis diperlukan juga pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan ultrasonografi, CT Scan abdomen, bahkan mungkin pemeriksaan laparaskopi. Sehingga memang biasanya diagnosis agak lambat. Penanganannya sendiri, pada prinsipnya sama dengan penanganan TB paru.

Sampai usai menjalani perawatan di rumah sakit itu selama total tiga minggu, dokter-dokter yang menanganinya tak pernah lagi muncul. Keluarga tak diberi kesempatan untuk menghubungi dan menyakan hal ini kepada dokter yang awalnya menangani Lins. Untungnya sebagian besar biaya operasi Lins ditanggung oleh Askes. Dan yang paling menggembirakan, alhamdulillah akhirnya kesehatan Lins pulih dan dapat beraktifitas kembali sehingga tak ada yang perlu dituntut karena mal praktik.

***

Untungnya profesi Lins memungkinkannya untuk dirujuk berobat ke kota yang peralatannya lebih lengkap karena peralatan medis di kotanya (di Papua) belum memadai. Bila ada penderita TB usus tak terdeteksi saat itu, di sana, kemungkinan besar lebih berat lagi kondisinya karena kasus TB usus ini langka. Di samping itu, tak cepat serta tak mudah menemukannya.

Sebagai keluarga, kami bersyukur tak terjadi hal menakutkan pada Lins meski ia sempat mengalami mal praktik. Tak seharusnya dugaan tumor begitu kukuh dipegang oleh dokter yang menangani melihat kondisi perutnya yang sudah mulai membaik. Alangkah bijaknya bila diadakan pemeriksaan kembali sehingga di perut Lins tak perlu sampai ada dua buah bekas sayatan operasi. Mudah-mudahan tak ada lagi kejadian seperti ini.

Makassar, 4 April 2014

Tulisan ini diikutkan Blog Writing Competition dalam rangka Hari Tuberkolosis (serial 1)




Referensi:

http://www.stoptbindonesia.org/
http://www.health.nsw.gov.au/Infectious/tuberculosis/Documents/Language/factsheet-ind.pdf

http://health.kompas.com/read/2012/10/14/07533622/Penyembuhan.Tuberkulosis.Usus


Share :

24 Komentar di "Selamat dari Mala Praktik"

  1. Serem ya mbak Niar. Harusnya semua di cek ulang sebelum operasi.

    ReplyDelete
  2. Hiks kok ngeri ya mbak...saya juga prihatin dokter2 di Papua sering melakukan mall praktek dan salah diagnosa. Pengalaman anak saya saat kena typus malah dikasih obat yang lain akibatnya tambah parah, anak teman juga begitu salah diagnosa, udah terlanjur dioperasi ternyata gagal. semoga dokter2 di Papua makin jeli memeriksa dan tdk menjadikan pasiennya sbg bhn percobaan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkin karena keterbatasan peralatan juga Mak dan memang TB Usus ini sulit pendeteksiannya, gak bisa cepat dideteksi. Iya mengerikan. Kalo salah seperti jadi bahan percobaan, dibelah sana belah sini :(

      Delete
  3. waduh ngeri ya.. semoga sukses mak ngontesnya

    ReplyDelete
  4. Serem mak....mmg harus extra hati2 sama si TB ini ya mak....

    ReplyDelete
  5. Serem ya penyakit ini... Harus ekstra hati2. Ingat sewaktu kuliah pernah ada tugas presentasi ttg penyakit ini. Tapi udh pd lupa... heu :(

    ReplyDelete
  6. Gusti, kok ngeri sekali penyakit ini, Bun. cara penularannya juga rentan gitu, mudah menular. alhamdulillah keadaan kerabat bunda sudah membaik. disayangkan sekali sempat mengalami mal praktik. semoga kesalahan diagnosa ini gak bermunculan lagi yah, Bun.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Richo mengerikan benar penyakit ini ... alhamdulillah ia sudah sehat :)

      Delete
  7. ngeri juga membayangkan kasus yang dialami Lyn, salah seorang kerabatku juga mengalami hal yg sama,,,di daerah dia didiagnosis kena penyakit TB, diberikan lah obat TB oleh sang dokter, namun tak kunjung reda skitnya, akhirnya dia ke makassar, dan diperiksa oleh dokter lainnya,,,ternyata hasilnya dia bukan kena TB, dan obat2 TB yang dia makan disuruh hentikan,,karena itu bisa menyebabkan penyakit lain muncul......
    selamat berlomba ya mbak Mugniar..semoga menjadi yang terbaik
    Keep happy blogging always…salam :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Duh ya ampun .. mdah2an tidak keracunan obat :(
      Terima kasih ya Pak :)

      Delete
  8. Mengerikan sekali ya mba penyakit ini. Semoga gak ada yg kena lagi. Indonesia bebas TB.

    ReplyDelete
  9. ngeri banget mba... semoga Indonesia bisa terbebas dari penyakit TBC ini ya...

    ReplyDelete
  10. aku baru tahu ada TB tulang belakang mak, ngeri banget ya,,

    ReplyDelete
  11. Bener Mak Niar, TB itu bisa menyerang bagian mana aja. Temenku malah pernah bilang TB udah kena ke ovariumnya :(

    ReplyDelete
  12. Ngeri banget ya Mbak.... semoga kita semua diberikan kesehatan dan bebas TB. Aamiiin..

    ReplyDelete
  13. Ngeri banget ya Mbak.... semoga kita semua diberikan kesehatan dan bebas TB. Aamiiin..

    ReplyDelete
  14. duh.. ngilu bacanya :(
    tp untung udah sehat lg yah :)

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^