Na Bombe’ Ka’

Tulisan arti bombe' ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu pertama.

“Tadi Dina, na bombe’ Via!” dengan bersemangat Athifah menceritakan kejadian di sekolahnya.
“Iya. Na bombe’ ka’[1]. Sekke’[2] ki’, ndak mau na[3] kasih ka’[4] choki-chokinya,” sahut Via tak kalah bersemangatnya dengan Athifah. Via adalah anak tetangga berusia 4 tahun. Rumahnya hanya diantarai sebuah gang, di sebelah barat rumah kami.

Tidak bombe

Saya yang mendengar laporan kedua anak ini butuh mencernanya beberapa menit.

“Tunggu dulu, siapa yang bombe’[5]?” tanya saya
“Dina,” Athifah dan Via bersamaan menjawab.
“Siapa yang tidak mau kasih choki-chokinya?”
“Dina.”

Ha ha ha. Saya geli. Yang tidak mau berbagi siapa, yang memusuhi siapa. Biasanya yang memusuhi adalah orang yang tidak diberi ketika meminta milik kawannya. Kali ini Dina “merebut” semua “peran”: yang tidak mau berbagi sekaligus yang memusuhi.

Arti bombe
Sumber: http://nenelemod.blogspot.com

Saling bombe’ di antara anak-anak perempuan usia balita sampai sekolah dasar di sekitar saya adalah hal biasa. Saya heran juga, ini jadi seperti “kebudayaan” anak-anak perempuan belia ini. Seperti anak-anak perempuan pada umumnya yang berinteraksi atau bermain bersama, ngambek adalah hal biasa.

Seperti orang dewasa, mereka pun punya masalah di antara mereka. Masalah-masalah yang kerap timbul membuat mereka belajar bersosialisasi dan menyelesaikan konflik. Bahkan secara tak sadar mereka mulai belajar manajemen konflik sejak dini.

Athifah pun sering dibombe’ kawan-kawannya. Bila saya tanya mengapa, lebih sering ia menjawab, “Tidak tahu.” Pernah pula ia dibombe’ karena tidak mau memberikan makanannya. Ada kawan-kawan bermainnya yang suka meminta cemilan yang dibawanya ke sekolah dengan cara memaksa. Kalau Athifah mengadukan tentang peristiwa bombe’-membombe’ ini, saya cuma mengehela nafas dan berkata, “Sudah. Biar saja. Nanti juga baik lagi.”

Kadang-kadang saya ikut “larut’ bila memperhatikan Athifah dan kawan-kawannya bermain di rumah. Ingin rasanya selalu menceramahi dan mendamaikan anak-anak yang sukanya membombe’ teman-temannya. Tapi saya juga sadar, itu proses pembelajaran yang penting untuk kecerdasan sosial mereka. Kalau konflik yang terjadi di antara mereka cepat terselesaikan, biarkan sajalah. Nyatanya saling membombe’ itu tidak pernah bertahan lama. Paling dalam hitungan menit mereka sudah berdamai dan terbahak-bahak bersama.

Saya teringat saat masih duduk di sekolah dasar. Karena dalam satu kelas jumlah kami ada 62 anak, beberapa bangku ditempati oleh 3 orang anak. Saya kebagian duduk bertiga, bersama Ani dan Rakhmah. Dengan Ani saya selalu akur, tak pernah ada konflik. Herannya, dengan Rakhmah tidak demikian. Setiap minggu secara bergantian kami saling membombe’ satu sama lain.

Ada saja yang dibikin alasan. Kalau sudah saling bombe’, berdirilah “benteng” di antara kami berupa tas-tas koper[6] mungil merek President yang sedang tren kala itu. Lucunya, saling bombe’ itu berlangsung cukup lama, sekitar 2 tahun. Kalau ingat ini saya geli sendiri.

Untungnya bagi kami, masalah di sekolah dasar itu hanyalah masalah anak-anak yang harus dilupakan. Bertahun-tahun kemudian, saya beberapa kali bertemu dengan Rakhmah di kampus. Kami satu kampus tapi beda fakultas. Setiap bertemu, kami berbincang dengan akrab, tak ada sisa konflik masa lalu.

Adalah parah bila sampai dewasa ada yang tidak bisa meredam “budaya” bombe’-membombe’ yang begitu merasuk dalam dirinya. Sedikit-sedikit bawaannya mau musuhan sama siapa pun yang dianggapnya membuat konflik dengan dirinya.

Bagaimana dengan pengalamanmu Kawan? Adakah dulu peristiwa saling bombe’ ini terjadi dalam interaksi sosial masa kanak-kanakmu?

Makassar, 11 April 2013

Postingan ini disertakan dalam #8MingguNgeblog Anging Mammiri

Silakan juga disimak:








[1] Na bombe’ ka’ (bahasa Makassar) berarti: Dia musuhi saya.
[2] Sekke’ = pelit
[3] Na = dia
[4] Ka’ = saya (sebagai obyek)
[5] Bombe’ = (me)musuhi. Cara pelafalan be’ dalam kata bombe’ sama dengan cara melafalkan bek pada kata bebek, tanpa menyebut huruf k.
[6] Zaman dulu ada masanya tas koper mungil menjadi tren tas sekolah anak SD. Bentuknya persis koper. Tentu tas itu bukan dari bahan kain. Teksturnya keras dan bisa diberdirikan. Di antara anak-anak yang duduknya 3 orang dalam satu bangku, tas koper ini diberdirikan supaya kawan yang duduk di sebelahnya tak bisa mencontek pekerjaannya.


Share :

30 Komentar di "Na Bombe’ Ka’"

  1. saya juga masih "direpotkan" dengan baku bombe'nya siswi-siswiku ka'... aduannya nyaris tiap hari...

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalo mahasiswa namanya apa ? masih bombe'- bombe'kah ?

      Delete
    2. Bukan tawwa, kalo mahasiswa namanya lebih keren: KONFLIK
      *baru artinya sama ji hahaha*

      Delete
  2. wajar aja kayaknya tante.. nanti kalo udah pada besar/dewasa mah ngga bakalan gitu lagi. malah jadi ada cerita seru sama temen2.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Syifa ... tapi ada juga yang keterusan. Keterlaluan ya kalo keterusan? :D

      Delete
  3. wah saya baru tau arti bombe, kalau ingat masa-masa kecil sih sering bombe kak niar, namanya juga anak2 tapi cepat baikan lagi..sukses ya kontesnya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Berarti anak2 perempuan memang seperti itu ya Tia? :D

      Delete
  4. waktu sd saya pernah dibombe sampai ingin pindah sekolah hehehe..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waaah pasti menyedihkan sekali kisahnya ya mbak. Kenapa itu?

      Delete
  5. hahay..bombe membombe memang hadir menghiasi masa kecil yang penuh canda, tapi jangan salah..bombe bombean juga sekarang menghiasi kehidupan orang dewasa..meski dalam wujud lain, terbentuknya kelompok2 dan gang2-an yg saling bersaing sehungga menimbulkan bibit permusuhan adalah wujud bombe itu sendiri, tentunya kita masih ingat saat pemilihan gubernur kemarinkan, para calon gubernur saling menjelek2an kompetitornya, para pendukungnya berkelahi...itu adalah bombe2an orang dewasa..sehingga akhirnya ada yang diangkut oleh mobil bombe bombe :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hadeh itu mi bombe'2nya orang dewasa.
      Hahaha iya di' mobil begitu istilahnya "MOBIL BOMBE' BOMBE'"

      Delete
  6. Di kendari jg ada baku bombe #impor dr makassar
    Kalo msh kecil dan ndak pernah baku bombe, ndak seru itu, qeqe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masa kecil yang ndak seru, masa anak2 lempeng saja ya hehehe

      Delete
  7. ahahahaha,,,jadi teringat sama murid murid saya di SD,,,terkadang saya melamun kalau lagi sementara melihat anak anak SD bermain main, terkadang saya melihat ada di antara mereka saling Bombe,,,hmm tapi kalau sudah Majasiswa juga masih kadang saya dengar ada kata Bombe, tapi benar yang sobat Katakan kalau Mahasiswa Konflikmi namanya...
    saya minta izin sob follow blognya, kalau ada waktu kesebelah juga yaa jalan jalan dan follback....

    salam, dari blogger Sulawesi Selatan Kabupaten Barru...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Anak2 ya .. di mana2 begitu ji.
      Ok, sudah folbek ya :)

      Delete
  8. hihihi.. choki2 penyebab bombe'2an..
    Jangki' tawwa ma'bombe2' Dina...

    ReplyDelete
  9. Mugniaaaar, waktu saya SD kelas 3 atau 4, tas saya juga echolak merk president itu...hihihi...ternyata bisa jadi benteng pertahanan bombe-membombe juga ya!
    Anak-anak perempuan, biasanya lebih sensitif.
    Tidak apa-apa, betul seperti yang Mugniar bilang, bahwa ini adalah proses pembelajaran mereka untuk mengelola emosi yang dimiliki :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ahahaha kita selisih berapa tahun ya mbak Irma? Anak mbak Irma sudah sarjana tapi sudah merasakan tas koper itu? Lama juga rupanya model tas itu ya :D

      Sampai adik saya yang kelahiran 78 pun masih pakai tas koper mbak dan tas itu masih ada sampai sekarang, masih kuat :D

      Itu perlunya anak2 bergaul ya mbak biar bisa mengelola emosi dan konflik antara mereka :)

      Delete
  10. saling Bombe' saat masih kanak2. Ya iyya dooong. Usia anak-anakku takkan lengkap kalo tidak dihiasi dnegna bombe2. hehe. Tapi....saat ini, ada yang lebih parah. Anaknya yang saling bombe', ibu-ibu anak yang saling bombe' itu, eh ikutan saling bombe' juga. Niar...kita kan pernah tetanggan, jadi saya tahu budaya ibu-ibu di sekitar situ. hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dulu saya pernah liat ibu2 hampir "berperang" gara2 anak2nya berkelahi, ada mi yang angkat tinggi2 celana panjangnya hahaha tapi sekarang ndak mi tawwa :)

      Delete
  11. biasanya amarah anak hanya sementara. habis marahana, eh beberapa detik kemudian main2 lagi :p
    Namanya juga anak-anak, masalahnya apa, tidak tahu. Tahunya hanya bombe, terus damaeee :p

    Bombeee bombeee, hihi. nambah kosa kata nih ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya .. mereka hanya bermain, bombe2nya jg main2 kali :D

      Delete
  12. Yang hebatnya anak-anak, dan saya rasa patut untuk kita tiru, mereka sangat mudah untuk memaafkan ^^ Mereka tidak mengenal dendam....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar, kita harus meniru anak2 dalam hal ini :)

      Delete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^