Berkenalan dengan Ininnawa di Kampung Buku

Kampung Buku adalah tujuan kopdar IIDN Makassar pada 26 Januari lalu. Pak Anwar Jimpe Rahman – salah seorang pendiri Ininnawa (penerbitan yang berdiri pada tahun 2000) dan Kampung Buku (perpustakaan yang berdiri pada tahun 2008, atas prakarsa Ininnawa), menyatakan bersedia menemui kami di Jalan Abdullah Daeng Sirua (kompleks BTN CV Dewi) nomor 192 E.

Saat tiba, sudah ada mbak Emi di beranda. Seseorang sedang membersihkan buku-buku di rak-rak buku yang terletak di beranda. Rupanya kesatuan beberapa rak di beranda inilah perbendaharaan Kampung Buku. Kampung Buku adalah perpustakaan yang menjadi ruang bersama oleh sejumlah komunitas penulis, perajut, peneliti, penggiat seni rupa, mahasiswa, dan relawan berbagai hal yang berupaya menuju kebaikan[i].

Seorang anak perempuan balita mendatangi kami dan menegur, “Namanya siapa?” Saya mengulurkan tangan, ia menyambutnya.

“Tante Niar,” jawab saya.
“Namanya siapa?” saya balik bertanya.
“Yasmin Isobel – Bobel,” jawab gadis kecil itu. Belakangan baru saya tahu, gadis cilik yang disapa Bobel ini adalah putri dari pak Jimpe.

Sumber: http://penerbit-ininnawa.blogspot.com
Saya dan mbak Emi berbincang-bincang selama beberapa menit hingga seorang perempuan keluar dari dalam rumah.

“Pak Jimpe, ada?” saya bertanya padanya.
“Ada. Dia kan tinggal di sini,” jawabnya.
Oalaaah, baru tahu. Saya kira belum nyampe.

Tak lama kemudian pak Jimpe keluar dan menemani kami ngobrol.

Obrolan berkisar seputar dunia penerbitan di Makassar, aktivitas Ininnawa, dan Kampung Buku. Selama kami ngobrol, teman-teman IIDN yang lain berdatangan.

Walaupun Makassar merupakan kota terbesar di Indonesia timur, penerbitan belum menjadi bisnis yang menjanjikan seperti di Jakarta atau di kota-kota besar lainnya di pulau Jawa. Bila di Jawa, sudah ada orang-orang yang menjajakan buku (bacaan) di dalam bis. Di Makassar, hal itu masih merupakan sesuatu yang aneh.

Terkadang, keluarga kita sendiri bisa menjauhkan kita dari buku.  Misalnya saja ada ibu yang mengatakan kepada anaknya, “Untuk apa buang-buang uang beli buku!” atau suami yang mengatakan hal serupa kepada istrinya.

Sumber: http://penerbit-ininnawa.blogspot.com
Sumber: http://penerbit-ininnawa.blogspot.com

Sumber:
http://penerbit-ininnawa.blogspot.com
Bila dipersentasikan, aktivitas Ininnawa adalah: 60% idealisme dan 40% berdagang. Pak Jimpe sampai pernah melakoni hidup 6 tahun tanpa gaji, guna membesarkan Inninawa. Membangun Inninawa seperti membentuk sebuah budaya. Karena penerbitan buku – budaya ini belumlah berjaya di Makassar.

Atas kerja keras orang-orang yang seidealisme dan support dari para pemerhati, secara perlahan Ininnawa tumbuh. Naskah buku Identitas dalam Kekuasaan buah karya Imam Mujahidin Fahmid misalnya, dahulu sudah sempat masuk dapur penerbit besar. Atas support dari pak Darmawan Salman – seorang guru besar di UNHAS, naskah itu ditarik dan dimasukkan ke Ininnawa, atas dasar keyakinan bahwa Makassar – Ininnawa khususnya bisa tonji menerbitkan buku.


Saat ini sudah ada sekitar 30-an buku yang diterbitkan, umumnya berkisar pada topik kebudayaan Bugis/Makassar. Inninawa konsisten menerbitkan buku yang sudah di-list dan terjemahan, bila bukan termasuk yang sudah mereka daftar bisa juga hanya saja dikenakan sejumlah biaya. Agak berbeda dengan penerbit-penerbit lain (penerbit mayor) yang bertebaran di pulau Jawa yang menerima segala macam genre naskah dan tidak mengenakan biaya apapun kepada naskah yang lolos untuk dibukukan. Sah-sah saja, inilah “warna” Ininnawa. Dengan idealisme ia mampu bertahan dan menghidupi dirinya. Warna ini, juga bagian dari idealismenya.

Sumber:
http://penerbit-ininnawa.blogspot.com
Buku-buku yang telah diterbitkan Ininnawa, antara lain:
  • Assikalaibineng: Kitab Persetubuhan Bugis
  • Perkawinan Bugis: Refleksi Status Sosial dan Budaya di Baliknya
  • Diaspora Bugis
  • Kuasa Berkat dari Belantara dan Langit: Struktur Transformasi Agama Orang Toraja di Mamasa, Sulawesi Barat
  • Kekuasaan Raja, Syeikh, dan Ambtenaar: Kekuasaan Tradisional dan Pengetahuan Simbolik Makassar.


Bila hendak menjadi anggota di Kampung Buku, dikenakan biaya registrasi Rp. 50.000. Selanjutnya ada aturan mengenai jumlah buku yang bisa dipinjam, jangka waktunya, dan dendanya bila terlambat mengembalikan. Uang registrasi sejumlah Rp. 50.000 tadi akan dibelikan buku lagi, untuk melengkapi koleksi Kampung Buku.

Menjelang pulang, teman-teman bertanya-tanya pada istri pak Jimpe mengenai aktivitas merajut yang diselenggarakan setiap hari Ahad siang di Kampung Buku. Teman-terman sepertinya tertarik, ada yang berencana hendak mengikuti kegiatan di hari Ahad keesokan harinya.

Begitulah sedikit cerita tentang kunjungan kami di Kampung Buku, kawan. Pernahkan ke perusahaan penerbitan di kotamu?

Maassar, 8 Februari 2013

Catatan:

Untuk lebih jelasnya mengenai Kampung Buku dan Ininnawa, bisa dibuka-buka link berikut:

http://tanahindie.net/?cat=11
http://koleksi-perkampunganbuku.blogspot.com
http://penerbit-ininnawa.blogspot.com/
Facebook Kampung Buku

Silakan juga dibaca:






[i] Seperti yang tertera di facebook Kampung Buku (https://www.facebook.com/pages/Kampung-Buku/130695786998889?sk=info)



Share :

12 Komentar di "Berkenalan dengan Ininnawa di Kampung Buku"

  1. Saya kira tadi nama penulis buku, ternyata nama penerbit. Salut juga atas perjuangan membesarkan penerbit dengan perjuangan menyisihkan gaji enam tahun

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Pak, untuk menghidupkan penerbit di sini, harus seperti itu dulu :)

      Delete
  2. luar biasa kalo dipikir" perjuangannya untuk sebuah kerja keras untuk membesarkan sebuah penerbitan yang pada saat itu mungkin blm populer

    ReplyDelete
  3. akhirnya ... huft bisa juga komen dimarih, dari kemaren lolos trrus neh mba ;D #duhkok oot seh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yaah komen OOT .. untung gak frustrasi ya mas he3

      Delete
  4. Kalau bisa menumbuhkan minat baca disana, menulis dan menjual buku bacaan bisa menjadi bisnis yang menjanjikan seperti di kota Jakarta

    ReplyDelete
  5. Saya belum pernah, Mugniar...jadi nggak bisa berbagi cerita deh...

    ReplyDelete
  6. saya juga belum pernah mba, ke penerbit & semacem'a soalnya memang bukan penulis & tidak punya bakat menulis
    tp ngomong2, itu buku berat2 banget pasti isi'a,udah ketahuan dari cover + judul buku'a :)

    ReplyDelete
  7. wah..bapak Anwar Rahman..agak lucu saya rasa
    hihihii

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^