Perpisahan yang Terpaksa


“Pak, bayar,” kata anak perempuan bertubuh bongsor yang berambut merah itu.
“Bayar apa?” tanya bapaknya.
Uang perpisahan,” kata bocah itu lagi
“Ah, bilang saja bapakmu lagi di kampung,” kata sang bapak enggan.

Saya yang sedang duduk dekat mereka tergelitik untuk bertanya, “Uang perpisahan apa?”
“SD-nya, sebesar dua ratus ribu rupiah,” jawab bapak itu.

Tanpa diminta, mengalirlah cerita dari mulut bapak itu, “Ada tetangga yang miskin sekali, tidak ada uangnya. Disuruh bayar oleh sekolah, didatangi di rumahnya. Ada juga yang mengunci pintu rumahnya dan bersembunyi di rumah tetangga, takut ditagih.”
“Terus, kalau tidak bayar dan nanti tidak dikasih ijazah. Bagaimana?” tanya saya.
“Kalau memang seperti itu, baru dibayar,” jawab si bapak terpaksa.


Sumber gambar: http://cours.fse.ulaval.ca
Beberapa minggu yang lalu, seorang kerabat sebut saja namanya Mira yang anaknya duduk di kelas 6 di SD yang berbeda berkata, “Anak-anak kelas enam katanya mau perpisahan di Malino.” Malino itu daerah dingin yang sering dijadikan tujuan berlibur warga Makassar. Letaknya di kabupaten tetangga kotamadya Makassar – kabupaten Gowa.

Mira terlihat enggan mengikutkan anaknya. Bagi masyarakat golongan menengah ke bawah, hal semacam ini bukanlah kebutuhan mereka.

“Memang kemauan siapa berlibur ke Malino?” tanya saya.
“Tidak tahu,” jawab Mira.
Belakangan baru saya tahu, ide ke Malino itu merupakan ide segelintir orangtua murid dan dikatakan oleh pihak sekolah sebagai “ide orangtua” lalu semua orangtua murid kelas 6 disuruh rapat untuk membicarakan hal ini dengan alasan “sekolah tak terlibat”.  Sebelumnya malah ada rencana hendak ke Bulukumba dan menginap di sebuah hotel. Sementara “hotel” pun bukan konsumsi sebagaian orangtua murid yang berkeberatan.

Entah sejak kapan ide perpisahan di luar kota. Saya dulu bersekolah SD di negeri favorit di Makassar, tetapi perpisahan kami wajar-wajar saja, di dalam kota. Toh setelah itu, anak-anak yang orangtuanya  mampu akan diajak berlibur ke berbagai tempat sebelum mempersiapkan diri untuk sekolah baru.

Sementara para orangtua dari golongan menengah ke bawah selalu harus berkutat dengan “makan apa hari ini”. Mereka harus berjuang ekstra keras untuk membiayai kelulusan anak mereka dan itu butuh biaya banyak. Apalagi jika ditambah dengan keharusan membayar uang perpisahan yang sebenarnya bukanlah hal yang penting bagi mereka. Lantas untuk persiapan sekolah di jenjang berikutnya bagaimana? “Mau ambil uang dari mana lagi?” begitu tanda tanya besar di benak mereka.

***

Indonesia.
Entah kepada siapa bisa saya keluhkan hal ini.
Masih banyak wargamu yang tiap tahun terbelit perpisahan yang terpaksa seperti ini.
Acara perpisahan yang harusnya diwarnai kegembiraan adalah tambahan beban bagi mereka.

Indonesia.
Entah kepada siapa akan saya teriakkan BANGKIT dari pembebanan seperti ini.
Dukung kemudahan bagi sebagian wargamu yang menginginkan anak mereka tetap sekolah.
Jangan biarkan “perpisahan ke luar kota” menjadi budaya semua orang karena tak semua orang mau budaya itu.

Makassar, 25 Mei 2012

Artikel  ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Indonesia Bangkit di BlogCamp.




Silakan dibaca juga:



Share :

31 Komentar di "Perpisahan yang Terpaksa"

  1. saya pernah ke Malino :D *ga ada yang nanya*

    abis yang 'aktif' di sekolah yang ortunya punya duit sih, jadi mereka usulnya seenaknya mereka, karena mereka mampu dan merasa kalau yang lain pun mampu *ironis*

    selamat berkontes :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, benar. Pihak sekolah mah senang2 saja, biaya terbesar dibebankan ke anak2 ...

      Terimakasih ya :)

      Delete
  2. SD di tempat saya kemarin2 ada rencana jalan2 ke tempat rekreasi yg bayarnya 150 rb, tapi karena banyak yang tidak ikut, ngga jadi deh.
    Banyak orang tua yang keberatan dengan alasan yang sama, tempatnya tidak cocok untuk anak SD.
    Ya begitulah mbak, terkadang keinginan sedikit orang di pelintir jadi keinginan banyak orang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bagus itu kalo nggak jadi mbak. Biasanya yang mengalah yang nggak setuju ...

      Delete
    2. eh, maksudnya SD tempat anak saya sekolah .. Nanti di kira saya seorang guru .. hehe

      Anak saya baru kls 1 SD, tapi kemarin itu murid2 kls 1 - 5 diperbolehkan kalau mau ikut. Tapi dari satu sekolah, ya daftar kurang dari 50 orang. Saya termasuk yg tidak daftar, apalagi anak saya masih kelas 1 SD. Belum perlulah ...

      Delete
    3. 50 orang? Lumayan ya ...
      Iya, anak kelas 1 SD belum perlu. Wii saya membayangkan kalo dari kelas satu ikut, tiap tahun mau ikut. Waduh ....

      Delete
  3. ini namanya mau tertawa di atas penderitaan orang lain, kalau yang punya ide memiliki dana silahkan saja berangkat kemanapun dia suka..tapi jangan lalu memaksakan kehendak, perpisahan yang akan berakibat negatif kepada sekolah....dan itu tidak disadari oleh pihak sekolah :) btw-salam sukses ya untuk lomba-nya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya pak ... maunya kalo mau pergi2 ya pergi saja sendiri. Karena pihak sekolah akan mengusahakan supaya semua murid pergi ...

      Delete
  4. Ide nya menarik banget untuk ikutan giveaway Indonesia Bangkit. Salut deh... semoga menang ya Niar....

    setuju banget dengan ulasanmu, bahwa sudah begitu banyak beban yang ditanggung oleh rakyat menengah ke bawah. Concern mereka adalah bagaimana memenuhi kebutuhan primer, tak sempat bahkan tak selintaspun terfikir di benak mereka akan dan bagaimana untuk kebutuhan sekunder.

    Tapi bagaimana ini? Kepekaan negeri ini akan hal-hal seperti ini masih harus dipertanyakan, kemana? Sibuk apa?

    good luck for the contest ya Niar.. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bagi mereka, liburan malah kebutuhan tersier, atau yang setelahnya lagi Kak ...

      Yah, begitulah ....

      Terimakasih kak Al :)

      Delete
  5. setuju kak, saya dulu perpisahan sd di aula sekolahji, pas smp-sma baru ada ide-ide ke malino, beeehh nda ada uangnya mama, nda ikut deh. Mahal dudu bela, namau jeki lulus dengan baik-baik. kan banyak biaya lagi kalo mau masuk sma, ato universitas. Semoga ada bapak kepala sekolah yang baca ini tulisanta. =]

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya waktu SMP dan SMA di Makassar ji. Malah sepertinya SMA nda ada ji acara apa2 :D
      Trus, apa tetap dibayar ?
      Semoga ada yang berkompeten yang baca :)

      Delete
  6. wah posting yg bagus...
    memang harus dicarikan solusi untuk itu, mungkin akan lebih dingan kalo dibayar tiap bulan alias dicicil tiap bulan biar gak terlalu berat dan memberatkan, atau biasanya diambil dari dana BOS..


    wah baru sekali ikutan kontes ternyata saingannya berat2..., baca kontes serupa di blog baruku http://trip-ma.blogspot.com/2012/05/bangkit-dan-berjuanglah.html

    ReplyDelete
    Replies
    1. Entahlah, tapi sepertinya tetap saja memberatkan mas. Karena anak2 kelas 6 kan butuh persiapan ekstra untuk menghadapi ujian, biasanya mereka harus bolak-balik ke sekolah untuk les tambahan. itu pun sudah makan biaya bagi mereka.

      Delete
  7. Semoga para pihak-pihak instansi pendidikan mendengar keluhan kita yg sprti ini..
    Sukses di Indonesia Bangkit ya mbak NIar..

    ReplyDelete
  8. Ane dulu perpisahan ngadain acara ke Bali. Pas ane bilang ke Bapak, gak usah ikut, kata Beliau. Kalo gak ikut gak bakalan dilulusin! Kata ane lagi. Biarin! Kata Bapak, kalo gak lulus gara2 gak ikut ke Bali kan bisa jadi berita lucu! Entar bapak sebarin ke berbagai media. Bhahaha

    sukses kontesnya, Bu'... ;-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terus, endingnya bagaimana? Memang gak jadi ikut? Terus, bapaknya jadi menyebarkan berita lucu?
      #penasarandotcom#

      Delete
  9. good luck tante :D moga kita menang. hehe

    ReplyDelete
  10. pusing ya
    dunia pendidikan yang harusnya gratis malah kebawa arus bisnis...

    ReplyDelete
  11. hiks, miris ya..
    semoga indonesia segera lebih baik. amien

    ReplyDelete
  12. level Tk aja udah dibudayakan begitu loh pa...dan yang bikin miris saya lagi kalo pihak sekolah memberlakukan aturan sakarepnya yaitu yg ga ikut pun harus bayar , lah..apa g lebih salah kaprah lagi tuh jadinya, judulnya ya memang bener2 perpisahan TERPAKSA :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya ya, saya juga baru dengar ternyata "budaya" ini dimulai dari jenjang TK sudah ada ck ck ck

      Delete
    2. pengalaman aq banget niyh,,anak aq ada acara perpisahan di sekolah TK nya,tour ke taman safari dgn biaya 420rb.Ikut gag ikut harus bayar,dan yg gag bayar di potong dari uang tabungan yg setiap hari kami tabung di sekolah...padahal uang tabungan itu prepare buat ke SD.. Aq jg mw tanya niyh,apa emang ada peraturan yg menetapkan sekolah membuat perpisahan dgn tour dan mewajibkan semua muridnya untuk ikut? mohon info nya,,buat bahan aq komplain ke KepSek... Thanks..

      Delete
  13. hikss...jadi inget waktu perpisahan dulu, nay gak bisa ikut karna kebentur biaye =,=

    ReplyDelete
  14. Bantu dong gmn caranya agar ga ikut perpisahan,jujur aja ga mampu,perpisahan 500rb anak saya msh paud.ga ikut tetep bayar jg kok seperti pemerasan ya?bs dilaporkan ga ya??kemana?makasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kenapa tidak berterus terang pada pihak sekolah?

      Delete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^