Bukan Ibu Rumah Tangga Biasa

Satu hal yang hingga kini sering membuat saya sedih adalah jika ibu saya membicarakan tentang saya kepada kerabat kami sebagai seorang perempuan yang ‘hanya ibu rumah tangga biasa’. Di mana-mana, adalah hal lazim bagi orang-orang seusia ibu saya jika bertemu, saling menceritakan tentang keberhasilan anak-anak mereka dalam hal kesuksesan jabatan atau materi. Ada bahkan menyebutkan anaknya dengan, “Anak Saya yang nomor dua, yang notaris,” lalu dilanjutkan dengan, “Anak Saya yang nomor tiga, yang doker gigi,” sementara ibu saya hanya bisa menyebutkan “hanya ibu rumah tangga biasa”, jika menceritakan tentang saya dan adik perempuan saya. Lain halnya jika beliau bercerita tentang adik laki-laki saya. Terlihat jelas binar bangga di mata beliau (diperjelas dengan nada suara penuh kebanggaan) jika menceritakan tentangnya yang sejak SD selalu mendapat peringkat juara umum di sekolah, demikian hingga bangku SMA lalu lanjut di ITS, dan sekarang bekerja di salah satu perusahaan pupuk di Kalimantan dalam bidang IT. Tak pernah beliau sebangga itu jika bercerita tentang dua orang anak perempuannya yang hanya ibu rumah tangga biasa ini.
           
Ibu rumah tangga


Bukan hanya sekali dua saya melihat ekspresi kecewa beliau tentang kami. Sangat sering. Saya maklum, ibu dan bapak saya yang tidak pernah mencapai gelar sarjana sangat berharap anak-anaknya berhasil menjadi sarjana lalu bekerja. Sederhana sebenarnya, seperti harapan kebanyakan orangtua, apalagi saya dan adik perempuan saya, sama-sama sarjana teknik (Elektro), lulusan perguruan tinggi negeri terbaik di kota kami, bahkan di Indonesia timur. Pastilah sangat membanggakan jika kami menjadi wanita karir yang sukses (secara duniawiah) di bidang ini.
            Bukannya tak pernah mencari kerja, saat lulus kuliah tahun 1997, pekerjaan demikian sulitnya dikarenakan krisis saat itu. Saya hanya sempat bekerja sebentar di sebuah perusahaan jasa komputer kecil kemudian menikah dan mengikuti suami ke pulau seberang. Saya masih terus melamar pekerjaan saat belum memiliki anak, pernah dites namun gagal. Setelah melahirkan anak pertama pada tahun 2001, saya pendam keinginan bekerja di luar rumah demi mengasuh anak saya.
            Sejak menikah, saya rajin mencari informasi melalui media cetak, televisi, dan internet berkenaan dengan kehidupan berkeluarga. Mulai dari membina hubungan suami-istri, bagaimana mengasuh anak (secara fisik, psikis, dan islami), hingga berburu buku-buku resep masakan. Secara tidak sadar, pelan-pelan saya memiliki patron sendiri untuk saya terapkan kepada anak saya. Apalagi saya dan suami bukanlah orang yang begitu saja meng-copy-paste cara orangtua/mertua mendidik kami. Namun tak saya pungkiri, ada nilai-nilai baik dari mereka yang kami adaptasi. Sejujurnya, semakin lama, saya semakin tak ingin menjadi wanita karir karena pembagian waktu pasti menjadi masalah besar. Sebenarnya jika menjadi pengajar lebih fleksibel dalam hal waktu tetapi saya tak bisa ‘menikmati’ profesi itu karena saya memiliki masalah kesehatan di tenggorokan sehingga untuk cuap-cuap depan orang sangat menyiksa saya. Saya pernah memberikan kursus privat, hanya harus cuap-cuap kepada satu orang saja, tenggorokan saya langsung sakit. Lagi pula saya semakin sadar, tugas utama saya adalah jihad di rumah tangga saya.
            Sewaktu anak pertama saya menginjak usia 4 tahun saya pernah melamar-melamar pekerjaan lagi, tapi belum ada rezeki. Saya juga sempat mengadakan usaha outsorcing bersama teman-teman sekampus, alhamdulillah ada beberapa pekerjaan tetapi karena satu dan lain hal, usaha ini akhirnya berhenti. Tetapi hal ini bukanlah hal yang disukai ibu saya karena waktu itu kami baru merintis jadi tidak menghasilkan apa-apa.
            Kemudian saya hamil anak kedua. Sejak itu saya tidak pernah lagi mencari-cari pekerjaan. Saya sadar sepenuhnya beratnya tanggung jawab mengasuh anak. Di zaman sekarang, menjadi wanita karir adalah hal yang dilematis. Sementara itu saya tidak pernah berpikir menyerahkan urusan pengasuhan anak-anak kepada orang lain. Orangtua kami saja sudah berbeda pandangan dalam banyak hal dengan kami, terlebih lagi orang lain yang tidak ada hubungan darah dengan kami. Tanggung jawab pengasuhan anak-anak harus saya pikul bersama suami, karena kami yang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak, bukan orangtua kami, ataupun orang lain. Begitu banyak bahan bacaan dan pengetahuan dari berbagai media yang semakin memperkuat keyakinan itu. Ditambah lagi, sangat sulit mencari orang yang bisa dipercaya untuk menjaga anak-anak di zaman sekarang. Kerabat pun sulit.
            Hingga sekarang masih saja ada lontaran-lontaran kecewa dari ibu saya  tentang ‘hanya ibu rumah tangga biasa’-nya saya. Tak apalah. Suatu saat entah kapan beliau akan menyadari, betapa tak pernahnya saya (dan juga adik saya) merepotkan beliau sekejap pun. Jika ibu-ibu muda lain selalu dibantu ibu-ibu mereka memandikan bayi-bayi mereka. Ibu tak perlu melakukannya untuk saya. Sejak anak pertama saya lahir, saya sendiri yang memandikannya, begitu pun saat anak kedua saya lahir. Hanya anak ketiga saya yang tidak, karena ia dimandikan oleh suami saya berhubung saya mengalami pendarahan dalam setelah melahirkan hingga HB saya drop, membuat saya tidak memiliki kekuatan untuk memandikannya.
            Jika ibu-ibu lain dibantu oleh ibu-ibu mereka dalam memandikan, memasakkan makanan, dan menyuap anak-anak mereka. Ibu saya tak perlu melakukan itu. Saya yang melakukannya, dengan dibantu suami saya, sesekali malah dibantu ayah saya.
            Jika ibu-ibu lain dibantu oleh ibu-ibu mereka dalam menjaga anak-anak mereka saat mereka bepergian, ibu saya tak perlu melakukan itu karena jika saya keluar sejenak, anak-anak saya dijaga oleh ayah saya atau suami saya.
            Jika ibu-ibu lain dibantu oleh ibu-ibu mereka dalam mencuci pakaian anak-anak mereka saat asisten rumah tangga berhalangan atau saat mereka sakit, ibu saya tak perlu melakukan itu karena sebulan setelah melahirkan anak kedua dan 2 bulan setelah melahirkan anak ketiga, saya sendiri yang mencuci pakaian-pakaian bayi saya, dan di saat-saat lain pun saya sendiri yang mencucinya, sesekali dibantu oleh suami saya. Sudah sekitar 8 tahun ini kami tak punya asisten rumah tangga. 4 tahun terakhir ini sempat ada asisten rumah tangga, tetapi hanya membantu saya mencuci pakaian setelah melahirkan anak kedua (hanya selama sebulan) dan setelah melahirkan anak ketiga (hanya selama 2 bulan).
            Walau sudah 9 tahun saya tinggal serumah dengan ibu (dalam 12 tahun pernikahan saya), bisa dihitung dengan jari hanya berapa kali ibu saya ikut menyuap ketiga anak saya. Selama ini saya membantu ibu dalam urusan dapur, dan pekerjaan rumah tangga lain, bahkan selama saya hamil (sejak baru ketahuan positif hamil hingga sehari sebelum melahirkan), baru habis melahirkan, atau saat saya sedang tidak enak badan sekali pun.
            Saya tak bisa berharap ibu saya berhenti berobsesi saya menjadi seorang wanita karir. Saya hanya bisa berharap, kelak suatu hari Allah akan membukakan hati beliau bahwa saya bukanlah seorang ibu rumah tangga biasa, karena saya – alhamdulillah, atas rahmat Allah – punya kekuatan luar biasa selama ini dalam membesarkan ketiga anak saya, tanpa asisten rumah tangga, dan tanpa perlu campur tangan beliau meski kami tinggal satu rumah.


Share :

9 Komentar di "Bukan Ibu Rumah Tangga Biasa"

  1. Wow..
    ceritanya menyentuh sekali..
    sebenarnya menjadi ibu rumah tangga itu mulia sekali..tingkat tanggung jawabnya jauh lebih tinggi dibanding jadi wanita karir..

    jadi, jangan berkecil hati kalau "hanya" jadi ibu rumah tangga

    ReplyDelete
  2. Karena ibu saya tidak begitu, sulit untuk berkomentar, apalagi saya bukan wanita karir yang ibu rumah tangga hehehe

    Tapi, sepertinya kebanyakan orang tua memang begitu, dan sebaiknya kita tidak usah berkecil hati, setidaknya masih ada anak yang membuat Ibu berbunga2, karena perasaan senang itu menjadi vitamin utama lho buat ibu kita agar sehat dan ceria selalu.

    Karena, jika kita sungguh ikhlas, kita pasti bisa menerima sikap Ibu yang kurang bisa menerima anaknya 'cuma' jadi IRT, sebab dulu ketika menyekolahkan kita, ibu punya angan2 sendiri anaknya akan jadi ini dan itu ... nanti,kita pun akan mengalami semua itu :)

    tetap semangat ya!

    ReplyDelete
  3. Terima kasih Ipul Dg. Gassing dan niQue ...
    Karena mulianya 'jabatan' ibu rumah tangga, alhamdulillah saya sanggup menjalaninya ...

    Insya Allah banyak hikmah di balik semua ini.
    Insya Allah semangat :D

    ReplyDelete
  4. mbak mugniar, saya menemukan blog ini sewaktu searching di google dengan tema yang sama...hampir semuanya mirip, dan senang bahwa saya tidak sendirian. sampai hari ini pun, kalau saya pribadi meyakini keputusan yang saya ambil....yang berat hanyalah merasakan kekecewaan orang tua.
    oiya, saya tinggal di bontang, dan dulu kuliah di t. informatika its. Adik mbak sepertinya adalah kakak tingkat saya. namanya AM Marakarma?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah ... senang berkenalan dengan orang yang "senasib" :). Memang benar, senang sekali mengetahui kita tak sendiri.

      Nisa benar, adik saya AM (Abdul Muhyi) Marakarma. Kalo sempat mengubek-ubek blog saya, ada sesekali ia berkomentar dengan nama Doelmoei :D


      Waah, kapan2 bila ke Bontang, saya bisa main ke tempat Nisa bareng Nana adik ipar saya. Di PKT jugakah atau di Badak?

      Delete
  5. Saya di 'seberangnya' PKT, di HOP I, mbak...Nomor 50. Silakan kalau mau main, diterima dengan senang hati :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mudah2an suatu saat ada kesempatan ke Bontang :)
      Terimakasih ya :)

      Delete
  6. Inspiratif sekali bu...menurut saya anda sebaliknya anda bukanlah perempuan biasa, tapi luat biasa, anda mampu melawan arus paradigma kebanyakan wanita saat ini dan menurut saya Justru Ibu Rumah Tangga itu adalah karier teetinggi seorang wanita karena orang hebat tidak jarang adalah hasil dan buah tangan dari Para Ibu Rumah Tangga yang hebat...

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^