Menjadi Ibu

Menjadi Ibu - Secara medis, saya dan suami sulit memiliki anak. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter spesialis kandungan di awal pernikahan kami, masing-masing dari kami memiliki masalah spesifik yang membuat kami berdua sama-sama sangat jauh dari subur. Saat itu dokter sampai memberikan gambaran mengenai inseminasi buatan dan program bayi tabung yang mungkin harus kami jalani.
Menjadi ibu

Menjelang 1 tahun usia pernikahan kami, saya dan suami menjalani semacam terapi dengan obat-obat penyubur, selain itu dokter juga meminjamkan kami Maybe Baby - alat pengetes masa subur. Mulanya saya hanya mendapatkan dosis 1 x 1 Profertil (obat penyubur). Bulan-bulan berikutnya dosisnya ditingkatkan oleh dokter hingga 1 x 3. Dari cerita teman saya, ia hanya perlu mengkonsumsi obat tersebut dengan dosis 1 x 1 sampai akhirnya hamil. Tetapi ternyata tidak demikian halnya dengan saya. Meskipun dosis obat tersebut ditingkatkan (sementara suami saya juga tetap mengkonsumsi obat), saya belum juga berhasil hamil.


September 2000, kami berobat secara alternatif pada seorang tabib. Saat itu semua obat dokter yang sedang dikonsumsi kami tinggalkan. Kami hanya berobat pada tabib tersebut dan pasrah pada ketentuan Allah. Bukannya mengecilkan pengobatan medis, hanya saja kami lebih memilih obat alami, tanpa efek samping sama sekali, lagi berkah (air putih yang dibacakan do’a). Alhamdulillah, mendekati penghujung tahun 2000 saya hamil dan melahirkan seorang bayi laki-laki yang sehat pada 9 Juli 2001, di saat pernikahan kami menginjak usia 2 tahun. Bayi itu kami beri nama Muhammad Affiq Khalid Ghiffari Solihin.

Kalau saat itu ditanya mengapa saya ingin punya anak, terus terang saya tidak tahu jawaban pastinya. Mungkin karena saya melihat betapa bahagia dan terlihat lengkapnya teman-teman saya yang telah memiliki anak, atau mungkin juga karena saya bosan ditanya sana-sini dengan pertanyaan yang isinya sama tetapi dilontarkan dengan redaksi berbeda-beda: “Sudah hamil?”. Belum lagi, ada yang merespon jawaban “Tidak” saya dengan kalimat “Koq bisa?”, dengan mimik yang menusuk hati. Yang jelas semua itu membuat saya berusaha untuk bisa hamil.

Kalau sekarang ditanya, bagaimana rasanya dititipi anak oleh Yang Mahakuasa, jawaban saya adalah nikmat luar biasa. Dan rasa nikmat itu tidak bisa saya ungkapkan seluruhnya dengan kata-kata, bahkan dengan semua kosa kata yang saya miliki karena nikmat itu sangat meresap dan membungkus hati saya dan sering membuat saya menitikkan air mata haru.

Mulai dari nikmat keberhasilan pemberian ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama kehidupannya hingga apa yang saya rasakan sekarang saat Affiq sudah berusia 5 tahun. Saya merasakan manfaat luar biasa dari ASI eksklusif, terutama pada kesehatan Affiq. Dibandingkan bayi-bayi lain seusianya yang tidak mendapatkan ASI eksklusif, Affiq tumbuh lebih sehat dan tak kalah montoknya. Bahkan di saat saya dan suami beberapa kali terserang flu, ia tak tertular. Berat badannya juga bertambah dengan signifikan, rata-rata 1 kg per bulannya. Bulan demi bulan hingga berbilang tahun, perkembangan kecerdasannya menggembirakan. Alhamdulillah, di usia 3 tahun 4 bulan ia memperdengarkan saya kata pertama yang berhasil ia eja: “JANE”, kata itu tertera di kursi balitanya. Sambil bermain, ia memang saya ajarkan mengenal huruf sejak ia berusia setahun kemudian perlahan-lahan saya ajar mengeja melalui bermacam media termasuk komputer (di antaranya melalui software Power Point), juga sambil bermain. Hingga menjelang usia 4 tahun ia sudah bisa membuat file presentasinya sendiri dengan animasi yang diinginkannya. Sungguh nikmat menjadi orang pertama yang menyaksikan pertumbuhan dan perkembangannya, sejak ia tidak tahu apa-apa hingga ia mengetahui cukup banyak, sejak ia belajar berjalan hingga ia bisa berlari. Sejak ia belum bisa bicara hingga ia fasih mengoceh, menanyakan apa saja, dan bereaksi secara verbal dengan lontaran-lontaran yang tak terduga. Dan masih banyak lagi.

‘Mendeteksi’ kemiripan antara Affiq dengan saya atau papanya, atau dengan kakek-kakek dan nenek-neneknya maupun om-om dan tante-tantenya juga mendatangkan kenikmatan tersendiri bagi saya. Sangat menakjubkan. Betapa Mahakuasanya Tuhan, dari setetes mani, segumpal daging yang terus berproses menjadi sel-sel yang membelah sampai menjadikannya bayi dalam rahim saya lalu kemudian lahir dan bertumbuh-kembang hingga usianya 5 tahun sekarang ini, ia memiliki banyak kemiripan dengan kami tetapi sesungguhnya dia adalah individu unik. Dengan perpaduan kemiripan itu semua ia justru membentuk postur yang unik, karakter, sikap, dan cara berpikir yang juga unik. Mengagumkan!

Menyelami kedalaman mata Affiq, sungguh kenikmatan luar biasa bagi saya. Nikmat yang tidak pernah berkurang rasanya sejak saya menatapnya sambil menyusui hingga di saat-saat sekarang ini, jika menatapnya yang sedang berceloteh riang tentang apa saja.

Menyaksikan keriangannya saat bermain, saat membuka lembaran buku kesayangannya, saat menggoda saya dan suami juga menciptakan kenikmatan luar biasa di hati saya. Pada kenyataannya, sungguh – saya tidak sanggup bercerita secara verbal semua nikmat luar biasa yang dianugerahkan Allah melaluinya. Segala nikmat yang tentu saja membuat saya merasakan makna menyandang predikat ‘ibu’.

Saya tidak pernah berobat secara medis lagi untuk bisa hamil setelah melahirkan Affiq. Baik saya maupun suami juga tidak menggunakan peralatan kontrasepsi dalam keintiman kami. Tetapi kami masih mengunjungi tabib pengobatan alternatif yang dahulu mengobati kami. Atas kehendak Allah, saya hamil di tahun 2006 ini. Betapa suka citanya kami. Di saat Affiq kami kabari tentang kehamilan saya, ia kelihatan berpikir. Kemudian, sambil menatap perut saya yang mulai membuncit terlontar pertanyaan ini dari mulut mungilnya: “Mama makan bayi?”. Saya bilang, “Tidak, Allah yang menaruh adik bayi dalam perut Mama”. Tetapi konsep ini masih sangat abstrak baginya. Berulang kali ia melantunkan kalimat ini: “Mama makan bayi …. Mama makan bayi …. “.

Affiq juga menciptakan cerita sendiri tentang ‘kehamilannya’. Ia ikut-ikutan hamil! Ia mengatakan di dalam perutnya ada bayi perempuan. Suatu saat terdengar bunyi yang berasal dari perutnya, ia berkata: “Perutku bunyi, bayinya sendawa”. Di saat lain, ketika ia sedang malas bergerak, ia berkata pada saya, “Mama, saya tidak bisa bergerak, saya hamil. Di perutku ada bayi”. Atau saat ia menginginkan jenis makanan tertentu, ia meminta kepada saya dengan dalih yang meninginkan makanan itu adalah bayinya!

Alhamdulillah kehamilan saya kali ini sangat nikmat. Walaupun dari bulan ke bulan perut saya makin membesar, saya masih bisa mengerjakan tugas-tugas kerumahtanggaan. Dan seperti kehamilan terdahulu, saya tidak punya masalah dengan ngidam. Nafsu makan saya bahkan biasa-biasa saja, demikian pula keinginan saya terhadap sesuatu pun biasa-biasa saja.

Hasil USG rahim saya pada tanggal 28 Juni 2006 menunjukkan janin dalam kandungan saya berusia 26 minggu 3 hari. Kemudian USG pada tanggal 26 Juli 2006 menunjukkan usia janin saya 30 minggu 3 hari, jenis kelaminnya sudah terlihat jelas. Waktu itu, hasil USG menunjukkan tanggal perkiraan melahirkan adalah 1 Oktober 2006. Mengenai jenis kelamin, saya dan suami menyerahkan saja sepenuhnya pada kehendak Yang Mahakuasa, kami tidak berani berharap banyak. Diberi kesempatan hamil saja sudah merupakan karunia yang tak terhingga bagi kami. Pasutri yang salah satunya saja kurang subur sangat sulit punya anak, apa lagi yang seperti kami ini, yang keduanya kurang subur. Yang subhanallah – ajaib, hasil USG pada tanggal 24 Agustus 2006 menunjukkan usia kandungan saya 36 minggu 2 hari, dan tanggal perkiraan melahirkan 18 September 2006! Masya Allah ... saya terkagum-kagum dengan hal ini. Allah mendiskon masa penantian saya sebanyak 2 minggu! Lalu, saat mendengar lantunan ayat suci dari pengeras suara masjid menggemakan ayat yang artinya: “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan ?”, air mata haru tergenang di sudut-sudut mata saya. Ya, nikmat mana lagi yang saya dustakan ? Tidak, tidak ada nikmat-NYA yang pantas saya dustakan apalagi nikmat dirahmati seorang anak laki-laki, dan sekarang ini diizinkan mengandung seorang bayi lagi ...

Saya berharap bisa lebih baik lagi dalam menjalankan tanggung jawab sebagai seorang ibu dan Affiq bisa menerima kehadiran adiknya dengan baik. Dan, apakah ‘prediksi’ Affiq tentang jenis kelamin adiknya benar atau salah ... saat tulisan ini dibuat saya sedang menghitung hari ...



Makassar, ditulis pada 29 Agustus 2006
Tulisan ini pernah diikutkan lomba menulis salah satu produk susu tetapi belum beruntung. Dimodifikasi pada tanggal 1 Februari 2007.




Share :

0 Response to "Menjadi Ibu"

Post a Comment

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^