Ketika Surat Populer Itu Menuai Reaksi Keras Pak Menteri

Saya kira sudah banyak di antara kita yang mengetahui “Surat Terbuka Kepada Menteri Pendidikan” yang dituliskan seorang siswi SMA Khadijah, Surabaya bernama Nurmillaty Abadiah (Tati), di note facebooknya. Bagi yang belum tahu, sebaiknya membaca dulu surat itu di link ini:

https://www.facebook.com/notes/nurmillaty-abadiah/dilematika-unas-saat-nilai-salah-berbicara/10152134575249926

Buat yang belum bisa melongok link tersebut, berikut saya berikan sedikit cuplikannya:

Sekarang, jangan marah jika saya bilang bahwa UNAS identik dengan kecurangan. Sebab jika tidak, pertanyaan itu tidak akan terlalu sering terdengar. Tapi nyatanya, semakin lama pertanyaan itu semakin berdengung di tiap sudut daerah yang punya lembaga pendidikan; dan tahukah apa yang menyedihkan? Yang paling menyedihkan adalah saat lembaga-lembaga pendidikan itu, tempat kita belajar mengeja kalimat 'kejujuran adalah kunci kesuksesan' itu, hanya mampu tersenyum tipis dan menahan kata di depan berita-berita ketidakjujuran yang simpang-siur di berbagai media.


Surat Tati, siswi SMA Khadijah Surabaya
Sumber: https://www.facebook.com/notes/nurmillaty-abadiah/dilematika-unas-saat-nilai-salah-berbicara/10152134575249926
UNAS dengan segala problematika dan dilematika yang dibawanya memang tak pernah habis untuk dikupas, dan sayangnya ia tak pernah bosan pula menemui jalan buntu. Dari tahun ke tahun selalu ada laporan tentang kecurangan, tetapi ironisnya setiap tahun itu pula pemerintah tetap tersenyum dan mengabarkan dengan bahagia bahwa 'UNAS tahun ini mengalami peningkatan, kelulusan tahun ini mengalami kenaikan, rata-rata tahun ini mengalami kemajuan', dan hal-hal indah lainnya. Dulu, saat saya belum menginjak kelas tiga, saya berpikir bahwa grafik itu benar adanya dan saya pun terkagum-kagum oleh peningkatan pendidikan yang dialami oleh generasi muda Indonesia.

Tetapi sekarang, sebagai pelajar yang baru saja menjalani UNAS... dengan berat hati saya mengaku bahwa saya tidak bisa lagi percaya pada dongeng-dongeng itu. Sebagai pelajar yang baru saja menjalani UNAS, saya justru punya banyak pertanyaan yang saya pendam dalam hati saya. Banyak beban pikiran yang ingin saya utarakan kepada Bapak Menteri Pendidikan. Tapi tenang saja, Bapak tidak perlu menjadi pembaca pikiran untuk tahu semua itu, karena saya akan menceritakannya sedikit demi sedikit di sini. Dari berbagai kekalutan dan tanda tanya yang menyesaki otak sempit saya, saya merumuskannya menjadi tiga poin penting...

Surat tersebut di-share kepada saya oleh Widi, seorang kawan saya semasa SMP. Anak Widi ada yang dulu satu sekolah dengan Tati.

Sepertinya surat terbuka ini sekarang menjadi catatan paling populer di Indonesia sepanjang sejarah facebook ada di Indonesia. Sejak di-posting tanggal 18 April lalu, catatan ini (pada 2 Mei pukul 15.46 WITA) sudah dibagikan sebanyak 4.812 kali di-like oleh 4.981 orang, dan menghasilkan komentar sebanyak 1.486.

Saat saya mengeceknya kembali pada pukul 17.46 WITA, penyuka surat ini sudah mencapai angka 5.036 orang, dibagikan sebanyak 4.860 kali, dan menghasilkan komentar sebanyak 1.500. Wow, amazing kan ya?

Mengapa surat ini begitu populer? Karena kontennya amat kritis dan mengejutkan, tata bahasanya sempurna, dan logikanya runtut, ditulis "hanya" oleh seorang anak SMA pula!Apa yang disampaikannya di dalam surat ini juga merupaka suara hati banyak orang dan disetujui banyak orang. Maka wajar saja bila surat ini menjadi begitu populer.

Saat saya publikasikan pertama kali di facebook, saya mendapatkan komentar yang bernada mengiyakan surat ini dan komentar yang menyarankan supaya tidak terbawa perasaan dan membiarkan orang-orang yang kompeten di sana yang mengurus masalah ini. Saya berkomentar demikian:

Kenyataannya, banyak sekali ketimpangan di mana-mana gara-gara mengejar target UNAS.

Ada sekolah-sekolah yang  guru-gurunya sudah tidak malu lagi memakai segala cara supaya siswa-siswanya pada lulus. Untung masih ada anak yang bisa bertahan jujur dan otaknya masih bisa menampung semua keharusan dalam sistem pendidikan saat ini.

Kenyataannya
hingga kini sistem pendidikan kita masih terlalu terpaku pada aspek kecerdasan intelektual saja. Perubahan kurikulum cuma di atas kertas. Banyak guru bingung menerapkannya. Kedua anak saya, di SD yang berbeda (yang sulung sudah duduk di SMP), target kurikulumnya tidak pernah kesampaian saking banyaknya. 

Sistem pendidikan saat saya sekolah dulu tidak serumit saat ini tapi kita tidak juga jadi bodoh. Dulu masih ada waktu bermain yang bisa menumbuhkan kita menjadi anak-anak yang normal. Namun dengan beban kurikulum sekarang, anak-anak sulit punya waktu bermain karena tuntutannya yang kebangetan.

Saya ibu rumahtangga biasa tapi saya mengamati. Saya punya anak, saya mengamati. Saya juga perna
h sekolah. Dan saya mengamati. 

Pendidikan sekarang "terlalu canggih", kadang
-kadang menurut saya "kurang manusiawi". Manusia apa yang diharapkan akan muncul?

Membingungkannya pula karena soal-soal saat ujian semester anak-anak saya (baru ujian semester, bukan UNAS) tidak mempedulikan apakah target belajar di kelas terpenuhi.

Banyak hal yang mereka belum diajarkan di sekolah tapi mereka diharuskan bisa menjawabnya di ujian semester. Sementara bobot ujian semester itu tinggi. Akan mempengaruhi nilai rapor mereka.

Untung saya tidak mementingkan anak saya dapat ranking atau tidak di sekolah. Saya ribut kalau anak-anak tidak menggunakan potensinya sebaik mungkin untuk belajar. Sebagai orang tua, saya yang stres melihat banyaknya bahan yang harus mereka kuasai. Mau memaksa anak untuk menguasai semuanya? Mana mungkin .... 

Lalu bagaimana dengan anak
-anak yang orang tuanya masih terlalu terpaku dengan sistem penilaian? Yang masih berpikir bahwa yang menguasai matematika dan IPA saja yang pintar? Padahal kan aspek kecerdasan itu banyak, majemuk. Semua anak cerdas pada bidangnya masing-masing. Ada yang cerdas secara kinestetik, dalam hal olahraga tapi di negara kita itu kan tak diakui sebagai "cerdas"?

Makanya mulai banyak kasus anak bunuh diri karena malu tidak lulus UNAS.
Karena mereka merasa tidak sanggup menanggung beban. Beban dari sekolah, juga beban dari orang tua yang menginginkan anaknya lulus UNAS. Kalau zaman saya sekolah dulu, mana ada anak yang mati bunuh diri karena malu seperti itu?

Saat saya bertanya-tanya, apakah surat ini sudah dibaca oleh pak menteri mengingat betapa populernya surat ini? Seorang kawan menjawab, “Sudah”. Dan memberikan saya sebuah link berita tentang reaksi pak menteri:

Sumber:
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10203828835420838&set=gm.10153111975821393&type=1

http://m.suarasurabaya.net/kelanakota/detail.php?id=2bda93d78486dc22288334941ddd14b22014133576

Disebutkan dalam berita itu bahwa pak menteri tak yakin kalau surat itu dibuat oleh anak SMA.  "Dari tulisannya, logika menulis, pilihan kata, sepertinya mustahil itu ditulis oleh pelajar SMA," katanya.

Ya ampun, selama ini pak menteri memperjuangkan supaya anak-anak Indonesia cerdas dan sekarang menemui kenyataan adanya seorang siswi SMA yang cerdas, pak menteri tak percaya? Ini kan kontradiktif namanya! Saya menyayangkan sekali. Ini bukan reaksi positif dari seorang menteri pendidikan!

Kemudian pihak sekolah Tati memberikan tanggapan dengan membenarkan bahwa tulisan tersbut memang dibuat oleh salah seorang siswinya. Beritanya bisa dibaca di link:

http://m.suarasurabaya.net/kelanakota/detail.php?id=ececd139901e4c173d17b2c0a7f9482a2014133598

Di berita itu disebutkan bahwa Di SMA Khadijah Surabaya, Nurmillaty Abadiah (Tati) masuk dalam jajaran bintang kelas 3 tahun berturut-turut. Saat SMP, nilai ujian nasional Tati termasuk yang tertinggi.

Sejak kelas X, bakat akademik Tati di bidang matematika terus diasah. Secara berkala, sekolah ini menggelar kompetisi internal setiap mata pelajaran dan Tati kerap meraih posisi 3 besar. Saat duduk di kelas XI tahun lalu, Tati mewakili sekolahnya ikut International Competition and Assesement for School ICAS) bidang matematika. Dia berhasil meraih medali perak di kompetisi itu.

Anak pendiam ini juga menonjol dalam bidang studi bahasa Inggris dan punya bakat menulis.

Dukungan sekolah, dituliskan juga pada link berita tanggal 26 April berikut:

http://m.suarasurabaya.net/kelanakota/detail.php?id=ececd139901e4c173d17b2c0a7f9482a2014133601

Kepala sekolah bidang kurikulum, Khoirul menjelaskan bahwa Tati dibentuk dalam atmosfer pendidikan sekolah yang kritis. SMA Khadijah merupakan satu diantara pilot project kurikulum budi pekerti. Di sekolah ini, guru dan murid saling memberi nilai.

Di SMA Khadijah setiap murid bisa memberikan masukan tentang guru-guru mereka. Kalau guru mereka malas atau tidak kreatif mengajar di kelas, murid-murid bisa memberikan masukan lewat surat atau melapor langsung. Ini jadi salah satu poin penilaian guru

"Sikap sekolah tetap mendukung Tati karena memang kami mendidik dia menjadi sekritis itu. Tapi kami harus hati-hati juga karena Unas adalah masalah yang sensitif. Karena itu kami menyebutnya bagaikan pedang bermata dua. Satu sisi kami bangga, tapi sisi lainnya kami agak khawatir," kata Khoirul.

Salut …. Saya salut dengan tanggapan SMA Khadijah. Mudah-mudahan banyak sekolah bisa bercermin pada SMA Khadijah sehubungan dengan surat terbuka ini.

Surat terbuka yang dibuat Tati bahkan menimbulkan ide dari IGI (Ikatan Guru Indonesia) untuk membuat lomba menulis surat kepada menteri pendidikan. Lomba ini untuk siswa SMA/sederajat, berlangsung dari tanggal 1 Mei – 24 Mei 2014. Untuk informasi lebih jelasnya, silakan baca di link berikut:

https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10203828835420838&set=gm.10153111975821393&type=1

Yah, mudah-mudahan saja nanti pak menteri mau membaca surat-surat yang masuk dan bisa memahami sudut pandang lain. Mudah-mudahan nanti beliau menanggapinya dengan lebih bijak. Tidak bereaksi seperti caranya bereaksi saat mengomentari surat Tati. Biar bagaimana pun jabatan menteri melekat erat di bahunya, kebijakan dalam menanggapi realita yang dirasakan siswa adalah keharusan.

Selamat Hari Pendidikan Nasional

Makassar, 2 Mei 2014


Share :

57 Komentar di "Ketika Surat Populer Itu Menuai Reaksi Keras Pak Menteri"

  1. ini lho yg ngeselin


    >> Disebutkan dalam berita itu bahwa pak menteri tak yakin kalau surat itu dibuat oleh anak SMA. "Dari tulisannya, logika menulis, pilihan kata, sepertinya mustahil itu ditulis oleh pelajar SMA," katanya.


    Pak menteri ini waktu SMA kayak gimana ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya ... saya juga kesal membaca bagian itu :(

      Delete
    2. Malah perhatiannya tertuju sama hal yang bukan poinnya.. iya, siapapun pasti kesal jika memprotes tapi perhatiannya malah teralihkan pada hal yang tidak penting :/

      Delete
    3. Iya nih, kayaknya speech2 begini wajar ya dilontarkan sama anak-anak SMA yang diluar negri. Barangkali Pak Mentri malu 'kalah' sama 'cuma anak SMA' :)

      Delete
    4. Ini membanggakan sebenarnya ya karena ada anak Indonesia yang mampu menulis sebagus dan sekritis ini, anak SMA pula

      Delete
    5. mak saya nemu twitternya nih si anak hehe https://twitter.com/nurmillaty_rsv oh ternyata ditayangkan tvone tp ya gitu pak menterinya bilang belum baca suratnya. jadi dia itu udah baca apa belum sih hehe sedih punya menteri kayak gitu -__-

      Delete
  2. Semoga "Bapak Menteri" bisa menanggapi dengan bijak ya Mbak..

    ReplyDelete
  3. ikut prihatin sob sama pendidikan di negri kita ini.. :(

    ReplyDelete
  4. Menteri Pendidikan yg tak memaknai pendidikan...
    orang partai gak sih pak menteri pendidikannya...?

    ReplyDelete
  5. Anak sepintar itu kok malah diremehkan ya.. Mudah-mudahan semakin banyak anak bangsa yang jujur bicara dan berani bicara seperti Tati :) aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin semoga mereka tergerak menulis surat juga ya Mak :)

      Delete
  6. semoga ada solusi yang terbaik utk semua

    ReplyDelete
  7. Mungkin inilah akibatnya bila sebuah urusan diserahkan bukan kepada ahlinya...
    Atau mungkin pak memteri ahli tapi susah kehilangan empati dan rasa malu.

    ReplyDelete
  8. Pak Mentri kok underestimate siih??

    Komentar nya sampe ribuan ya mbaa, harus belajar sama khadija biar komentar di blog biasa sampe segitu #eh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Timing-nya tepat, orangnya tepat, mbak Rahmi. Kapan kita dapat momen itu biar yang komen postingan blog kita bisa ribuan ya :)

      Delete
  9. iya mak Niar, bikin mukaku cemberut kok Pak Menteri jadi lembek gitu sih ketika anak bangsanya berprestasi menulis surat? hemmm pengen teriak keras-keras rasanya.. ini benar nyata adanya... ! Titip salam sukses sama Taty ya mak :D salut dan bangga !
    *kenapa ya dulu, saya sekolah gak kepikiran nulis surat sprti itu??? ting tong...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkin karena tidak berani saja ya Aida :)

      Delete
  10. Menteri itu sudah TAMAT, dia tidak akan berbuat apa-apa. Karirnya hanya tinggal beberapa bulan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hmm .... mudah2an sebelum berakhir masa jabatannya, beliau bisa melakukan sesuatu yang lebih berarti daripada tanggapan itu, ya Ayah

      Delete
  11. Silahkan baca surat terbuka ke 2, diunggah tadi malam. Baca saja di halaman facebooknya, smg manfaat.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih infonya mbak. Setelah membaca komen ini, saya langsung ke TKP kemarin :)

      Delete
  12. semoga bapak menteri bisa melihat apa yang terjadi dengan indonesia saat ini,,,

    ReplyDelete
  13. Saya dulu masih merasakan UNAS ini mba, tapi waktu dulu sama sekali gak mikir apa-apa... ngikut aja, kurang kritis kali dulu waktu itu ^^ tapi Alhamdulillah, hasilnya sebanding. Kalau sekarang mungkin jadi carut-marut dan tidak sesuai lagi, entah juga... Tapi saya paling tidak suka kepada orang2 yang telah diamanahi tugas lantas ia tidak perduli

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sekarang standarnya dinaikkan terus. Entah apa esesnsinya untuk kualitas kepribadian seseorang. Dulu zaman saya sekolah tidak sampai serumit ini tapi kami toh tidak menjadi generasi bodoh ...

      Delete
  14. saya kok jadi gemmmmessss sama jawaban pak menteri yang terhormat itu ya...
    Jangan menutup mata ya Pak Menteri, sudah menjadi rahasia umum, kalo anak2 sekolah jika mau UNAS sudah punya kunci jawabannya. Jadi nilai pendidikan yang berkarakter itu seperti apa, jika budanya menyontek sudah merasuk ke dlm jiwa dan sanubari anak2 sekolah. Hhhhhh....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar, bukan rahasia lagi dan itu di banyak wilayah. Mudah2an pak menteri tidak menutup terus matanya

      Delete
  15. reaksi pak menteri tidak masuk ke fokus surat, sangat disayangkan.
    Masalah UNAS ini memang jadinya tak kunjung habis, padahal secara hukum pemerintah sudah kalah di pengadilan beberapa tahun lalu ketika digugat sejumlah orangtua. Kenapa pemerintah tidak memberi contoh sebagai lembaga yang bisa taat hukum?
    Mak Niar, surat ini semoga membuka pikiran para pembuat kebijakan bahwa UNAS hanya menjadi jalan bagi permisifnya ketidakjujuran di segala lini, dan ini membahayakan generasi muda.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Banyak yang sulit jujur apalagi nama baik sekolah dipertaruhkan karena beban yang kebangetan. Mutu guru2 di semua sekolah tidak sama. Daya serap guru berbeda, daya transfernya berbeda. Guru-guru banyak koq yang mengeluh karena bingung dengan kemauan kurikulum dan kemauan pemerintah yang berubah2 dan sulit untuk diterapkan

      Semoga .... semoga ... mereka yang terhormat mau membuka mata. Yang menjerit bukan hanya Tati. Saya pun menjerit, banyak orang tua yang menjerit ya Mak

      Delete
  16. Saya luput berita ini. Sekolahnya dekat RSI sering saya lewati

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mbak Nunu pernah lihat sekolahnya berarti ya?

      Delete
  17. Perkara mau tulisan anak SMA atau bukan, mnrt saya gak masalah. Dan, yg jdi masalah skr adalah jwbn Pak Menteri. Jawaban Bapak Menteri tidak sepwrti Bapak Menteri. Hehee

    ReplyDelete
  18. Ckckck... mengelus dada baca tanggapannya pak menteri.
    Sebenarnya kebobrokan UAN, UNAS, EBTANAS, atau apa lah namanya yang tiap tahun di ganti terus istilahnya sdh sejak bertahun2 sebelumnya. Problema menahun yang tidak ada tindakan tegas untuk memperbaikinya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mudah2an mata2 yang terhormat di "atas sana: terbuka dengan surat itu dan berbagai tanggapan yang muncul. Sy menuliskan ttg sistem pendidikan kita bukan sekali ini. Memang bukan tinjauan ilmiah sih ya. Apalagi saya cuma ibu rumah tangga biasa ya. Tapi mudah2an mata mereka terbuka lebar karena yang menjerit sebenarnya banyak. Baca saja yang komen di surat Tati, kan banyak tuh yang mendukung, dari berbagai daerah lagi ...

      Delete
  19. Kalau pak menterinya berkilah bahwa bukan pelajar yg menulisnya. Harusnya pak menteri baca tulisan note tati yg lainnya ataupun status2nya di fb. Baru bapak bisa menilai secara objektif

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar, supaya bisa bereaksi sebagai menteri pendidikan yang bijak

      Delete
  20. menurutku karena pak menteri merasa di zamannya dia sekolah dulu, jarang ada anak yang secerdas dan sekritis itu, bun. padahal anak mengikuti zamannya. bukan zaman orangtuanya. jadi jangan kaget kalo mereka lebih cerdas dan kritis.

    ReplyDelete
  21. Jadi inget pengalaman pribadi saat anakku lulusan kelas 6 sd tahun kemarin. Teman2nya banyak yang dapat nilai 10 untuk bidang studi matematika, padahal dalam keseharian gak bisa apa-apa. Tapi untunglah kami juga tipe orangtua yg tidak mengutamakan nilai. Yang penting anak saya jujur, itulah nilai tertinggi untuk dia. Salam kenal Mak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal Mak, makasih sudah berkunjung ke sini :)

      Benar, Mak. Anak sulung saya UAN SD tahun kemarin. Ada anak yang dengan mudahnya melampaui nilainya karena sudah mendapatkan kunci jawaban. Alhamdulillah anak saya bisa lulus dengan jujur :)

      Delete
  22. hmmm... saya sebetulnya adalah orang yang mungkin ikut tersenyum tipis mendengar contek mencontek itu. Dilematis bagi seorang guru ketika acara UN ini akan berlangsung, apalagi bagi guru sekolah swasta. Tapi memang saya tidak menyetujui cara2 ekstrim yang digunakan oleh mereka seperti yang banyak diberitakan surat kabar dan berbagai media. Sebetulnya ingin sekali mengajak orang2 terutama Pak Menteri Pendidikan saat ini untuk berfikir dari posisi pengajar. Dengan beban administrasi dan beban mengajar untuk kurikulum saat ini, akhirnya karena keterbatasan waktu tetapi materi ajarnya banyak sekali, saya hanya menitik beratkan materi2 yang sesuai dengan SKL UN (saya tetap mengajar semua materi sebetulnya). Lantas, terkadang memang ada siswa yang kemampuan kognitifnya sudah segitu saja padahal sudah dibimbing dengan sunguh2 dan dia rajin, lantas apa yang harus kami perbuat untuk UN nya?
    Saya suka dengan surat terbuka itu, dan saya sungguh tidak mengapresiasi tanggapan Mendikbud untuk surat itu (saya yakin orang tua dan gurunya Tati sudah memberikan yang terbaik sehingga Tati bisa sepandai itu). Baiknya mungkin Mendikbud ataupun mungkin Mendikbud yang baru nanti belajar lagi tentang beragamnya masalah pendidikan di Indonesia. :)

    ReplyDelete
  23. bagus tulisannya mbak, pertama kali lihat link surat terbuka itu juga dari mbak, kalau 10 persen saja anak-anak Indonesia ini kritis seperti dek Tatik, Indonesia pasti akan jadi negara yang keren dan maju, tapi menterinya jangan yang model gitu :-D

    ReplyDelete
  24. kalau semua murid harus cerdas di semua bidang betapa berat beban yang harus mereka tanggung ya mbak..padahal betul kata mbak, setiap anak punya kemampuan yang menonjol di bidang yang mungkin berbeda-beda...boleh saja ujian tapi bukan satu-satunya tolok ukur

    ReplyDelete
  25. Hmm membacanya menggenangkan air di sudut mata saya, merinding, sedih, geram, marah, kecewa, sekaligus bangga.
    Dunia pendidikan kita msh carut marut. sejauh ini sy hanya bs mencatat sendiri, bagaimana seorang anak 6 tahun harus menjawab soal science dan matematika dg bahasa inggris yang berbentuk kalimat logika. Anak sy yg kelas 1 SD. Akhirnya dia mampu melewatinya dg perjuangannya, nilainya bagus2...tp bukan berarti saya kemudian bangga dan merasa persoalan selesai. Gurunya kah yang salah?sekolahnya? tidak juga tampaknya, buku dan kurikulum yang digunakan, sama se Indonesia. Saya bahkan tidak yakin kelak di akhir masa sekolahnya anak sy bisa menyelesaikan UN sesuai harapan. gambling menjadi sangat dominan dl sistem UN ini, ini pasar?tempat judi atau sekolah???
    Berapa banyak sekolah yang bisa sebagus SMA Khadijah, berapa banyak anak2 yg tumbuh di lingkungan kritis seperti Tati.
    Pemegang kebijakan yang mendesign konsep pendidikan Indonesia haruslah mereka yang paham dan pendidik sesungguhnya. setidaknya jika bukan, maka para pendidik yg paham persoalan sesungguhnya harus jadi bagian dr proses pengambilan kebijakan. Tidak hanya berada di luar arena pembuatan kebijakan lalu mengkritik tanpa memberi solusi. Dunia pendidikan butuh kita semua bergenggam tangan...membereskan semua yang seharusnya pada tempatnya. Mau kah??? Mampukah??
    * hati yang bertanya, kemanakah mencari jawabannya*
    maaf mak.. jadi menggalau di sini :)

    ReplyDelete
  26. Sedih lagi baca tulisan ini. Dan si sulung bilang, menterinya goblok. Aduhhh, jangan bilang gitu nang, aku kasih tahu dia. Tapi betul juga anak saya, UNAS itu bikin banyak anak galau, sedih, nano-nano deh. Untung anak-anak seneng curhat, dan aku bilang jangan takut kalo gak lulus. Yang penting kalian udah berusaha. Ibu nggak bakal marah kalo sampe kalian nggak lulus.

    Yah, aku bilang gitu karena takut terjadi hal2 mengerikan mak.
    Moga pejabat menteri berikutnya disandang orang yang cerdas otak dan hatinya yaa...aamiin :)

    ReplyDelete
  27. Semua nya , sebenar apa pun kita , di mata orang2 besar tetap lah salah .
    sutradara nya kan mereka , kita seperti wayang nya .
    Berharap Bapak2 tinggi itu lebih Bijak lah ,
    Salut Sama Nurmillaty Abadiah . (y)

    ReplyDelete
  28. Mirrrissssss,,,
    Sediiiih,,,,
    Prihatin....

    Taty mewakili suara hati anak2 indonesia,mewakili hati para argtua,mewakili protes ttg sistem pendidikan di indonesia..
    Mudah2an bpk menteri beserta jajarannya segera merespon keadaan sistem pendidikan indonesia yg amburadul slama ne dg mengadakan perubahan2 yg berarti&berani demi kemajuan generasi penerus bangsa ini.ayo dong pak menteri pendidikan,berpihak dan meleeeeekkkkkkkk........:-* :-* :-D

    ReplyDelete
  29. Sebenarnya klo boleh tau apa sih visi misi pak mentri.?? Siapa tau tawwa sudah sesuai.. jdi wajar klo tinggal tutup tlinga.

    ReplyDelete
  30. Klo dia tdak percaya itu dtlis oleh anak sma, intinya toh memang benar, sperti itu kenyataanya, bkan mslah sial yg menulis masalahnya adlah isi srt itu,

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^