Menelusuri Halte Terdekat, Memindai Kenangan

Menelusuri Halte Terdekat, Memindai Kenangan – Bus yang kami tumpangi adalah bus Trans Mamminasata K5 (koridor 5) pada tanggal 21 Juni itu. Rutenya Kampus Unhas Tamalanrea – Kampus Teknik Unhas di Gowa pergi-pulang. Saat ini rute-rute lain yang semula ada sudah tidak ada lagi, seperti rute menuju bandara Sultan Hasanuddin.

Menelusuri Halte Bus Trans Mamminasata Terdekat

Antara Pete’-pete dengan Bus Trans Mamminasata

 

Dari aplikasi Mitra Darat bisa terlihat bus terdekat di mana. Tak lama menunggu di halte, bus terdekat tiba. Di dalam bus ada sejumlah penumpang. Suasana bus nyaman. Mungkin perasaan nyaman muncul karena saya membandingkan dengan pete’-pete’, angkot (angkutan kota) di Kota Makassar.

Pete’-pete’, sebagaimana angkot di kota-kota lain, ukurannya lebih kecil. Duduknya sama-sama menyamping, tidak menghadap ke depan. Bedanya, naik angkot harus menyaman-nyamankan diri sebab tak ber-air conditioner. Adanya AC lain – angin cendela – pelesetan dari “angin jendela” untuk suasana angkot yang anginnya diperoleh dari jendela, bukan dari air conditioner hehe.

Di kampus Unhas Tamalanrea, tujuan kami bertiga adalah halte yang posisinya di bakal kampus putri saya. Memindai kenangan di jalur bus Trans Mamminasata menjadi momen seru tersendiri buat saya sekaligus agar saya tahu jalur dan moda transportasi umum yang bisa dimanfaatkan putri saya.  

Sekarang ini sebenarnya pete’-pete’ masih ada tetapi jumlah yang beroperasi kian sedikit. Menunggu pete’-pete’ muncul bisa mendatangkan keputusasaan sementara bus Trans Mamminasata lebih mudah ditemukan di jalan A. P. Pettarani maka pilihan moda transportasi umum yang paling logis adalah bus tersebut.

Aplikasi Mitra Darat

Sepanjang perjalanan kami bertemu dengan sejumlah mahasiswi yang tampak “segar”. Wajah mereka warna-warni. Rona make up tampak jelas dan lengkap di wajah mereka. Bukan hanya lipstik dan bedak. Alis tertata tebal dan rapi, tampak tak alami alias buatan, ada rona merah di pipi, kelopak mata berwarna, bahkan lengkap dengan bulu mata palsu atau maskara.

Jadi terkoneksi lagi ke masa lalu. Sebagai anak Teknik, pandangan serupa itu langka sekali di sekeliling saya zaman kuliah dulu. Mahasiswi Teknik itu sering kali tampak maskulin, sefeminin-femininnya dia. 😁

Mahasiswi yang menggunakan make up itu biasanya anak FIS – fakultas ilmu-ilmu sosial tetapi pada zaman dulu, umumnya mereka menggunakan lipstik dan bedak padat saja, bukannya make up lengkap di pipi dan mata seperti yang saya lihat pada sejumlah mahasiswi zaman kini. Kalaupun ada yang pakai pemerah pipi, terlihat merona tipis-tipis saja.

Saya pikir mereka beruntung sebab moda bus Trans Mamminasata dilengkapi dengan AC jadi make up mereka bisa bertahan. Pun ruang kuliah zaman sekarang juga sudah dilengkapi AC. Berbeda pada zaman dulu.

Angkot zaman dulu hanya ber-angin cendela. Kalau semua jendela yang bisa dibuka terbuka semua bisa masuk angin. Kalau jendela geser ditutup karena ada penumpang yang tak mau tatanan rambutnya terbongkar maka banjir keringatlah kita di dalam angkot karena tak kebagian angin sama sekali. Kalau pakai make up, kasihan make up-nya.

Maka dulu, tempat duduk favorit saya di angkot adalah persis di depan pintu yang selalu terbuka lebar, dekat pintu, atau di belakang sopir. Namun demikian, duduk di situ harus senantiasa waspada sebab jika sopir tiba-tiba mengerem kendaraan, kita bisa terjatuh atau bahkan terlempar keluar dari kendaraan.

Untungnya saya bukan jenis orang yang mudah tertidur. Secapek-capeknya saya, tidak sampai tertidur di dalam pete’-pete’ walau sekali jalan menempuh perjalanan 10 kilometer. Pertanyaannya sekarang, putri saya yang golongan lebih gampang tidur, kira-kira betahkah tidak tertidur sepanjang perjalanan dalam kendaraan ber-AC? 😅

 

Memindai Kenangan di Kampus Kenangan

 

Tiba di terminal depan bakal fakultas anak saya, kami berjalan kaki masuk ke dalam kompleks fakultasnya. Kembali menjelajahi fakultas tersebut, serupa dengan yang pernah kami lakukan di awal Juni lalu sewaktu menghadiri workshop menulis JNE. Namun kali ini kami berjalan kaki menuju halte A, titik terakhir bus K5 berhenti dan ngetem di kampus Unhas Tamalanrea untuk menelusuri rute pulang ke rumah.

Berjalan kaki sejauh lebih 1 kilometer membuat kenangan lama kembali menguar. Kami melewati area yang dulu disebut sebagai “Kantor Pusat” yang di lantai 2-nya terdapat perpustakaan kampus, memasuki area kampus FMIPA, ke luar ke pekarangan FMIPA, melewati Fakultas Farmasi, menuju halte A.


Memindai Kenangan dengan Bus Trans Mamminasaa

Dulu wilayah jelajahan saya selain Fakultas Teknik adalah FMIPA. FT dan FMIPA bersambung gedungnya. Dari jurusan Elektro FT, tempat kuliah saya, nyambungnya ke jurusan Matematika FMIPA. Sekarang gedung lama FT sudah jadi milik FMIPA semua karena FT sudah pindah ke kampus Unhas Gowa.

Kantor Pusat hingga Baruga A. Pangerang Pettarani juga merupakan area yang sering kali saya lalui dulu.  Melewati area ini jadi ingat TPB (tempat perkuliahan bersama) di seberang Kantor Pusat dan tempat wisuda di auditorium Baruga A. P. Pettarani yang bisa menampung ribuan wisudawan dan orang tuanya.

Siang itu, cuaca sedang lucu-lucunya teriknya. Masker saya kenakan, saya tarik sampai ke bawah mata. Kalau di zaman kuliah dulu saya tidak peduli dengan per-skin-care-an, sekarang jauh lebih peduli mengingat usia yang sudah paruh baya.

Percuma saja upaya skincare-an kalau sampai wajah terpanggang bulat-bulat oleh sang surya. Skincare penting mengingat semakin besar bilangan usia, semakin cepat kulit rusak. Semoga saja upaya mengenakan masker berhasil hehe.

💙💛💚

Ada sekitar 5 atau 6 bus parkir di halte A. Kami mencari bus yang dari posisinya terlihat “ready to go” yang pastinya mesinnya sedang on. Di atas bus sudah ada beberapa penumpang. Seperti biasa, harus tap kartu atau scan QRIS dulu sebelum duduk. Saya membuka aplikasi m-banking, memidai kode sebanyak 3 kali, masing-masing menghasilkan transaksi Rp4.600 sebagai biaya perjalanan. Setelah itu, mengambil tempat duduk di dekat putri saya.

Dalam perjalanan pulang kami bisa melihat halte mana saja yang dilalui. Halte tempat turun terdekat dari rumah kami jaraknya hanya sekitar 1 km atau malah tidak sampai 1 km. Kira-kira jaraknya sama dengan jarak dari rumah ke halte keberangkatan, alhamdulillah … in syaa Allah, Allah mudahkan dinamika perkuliahan putri saya.

Makassar, 8 Juli 2025



Share :

0 Response to "Menelusuri Halte Terdekat, Memindai Kenangan"

Post a Comment

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^