5000 yang Berarti

5000 yang Berarti - “Mau ka’ ambil tasku,” kata saya kepada tukang reparasi tas dan sandal/sepatu kaki lima yang mangkal di perempatan jalan H. Agus Salim dan jalan Laiya, dekat dari toko tekstil Harapan dan toko perlengkapan bayi Sangir Talaud.

Jumat, tanggal 20 April siang itu, saya mengambil tas saya sekalian menyelesaikan beberapa urusan bersama suami. Setelah beberapa kali permak sepatu dan sandal di situ, baru kali ini saya permak tas yang ritsletingnya rusak. Deretan gerigi besinya tak bisa menutup lagi padahal tasnya masih bagus.

5000 yang Berarti

Pengerjaannya sebenarnya tidak lama tapi si bapak tukang reparasinya butuh waktu untuk membelikan zipper yang pas. Saya mengantar tas itu sehari sebelumnya sekaligus menanyakan biayanya. “Dua puluh ribu,” ujar si bapak.

Jadilah saat mengambil tas, saya menyodorkan uang kertas pecahan Rp50.000 kepadanya. Si bapak berkulit legam itu mengambilnya lalu menyodorkan kembalian Rp35.000 bukannya Rp30.000. Saya diam saja. Saya pikir mungkin kemarin itu dia khilaf dan baru menyadari harga sesungguhnya saat tasnya saya ambil.

Sepanjang perjalanan, pikiran saya masih berkutat pada harga perbaikan ritsleting tas. Saya merasa harus menganalisa apakah uang Rp5.000 itu merupakan hak saya atau bukan. Jangan sampai saya mengambil yang bukan hak saya dan akan menjerumuskan saya ke api neraka kelak.

Saya sampaikan kepada suami mengenai jumlah uang kembalian yang diberikan oleh bapak tukang reparasi tas. Suami saya langsung mengatakan, “Kembalikan uang lima ribunya. Kita balik ke sana.” Saya menurut karena perasaan saya belum tenang. Bisa jadi saya melanggar hukum atau syarat jual-beli dalam Islam.

Islam merupakan agama yang memberikan tuntunan hidup. Untuk urusan jual-beli ada tuntunannya tersendiri. Tak boleh diabaikan karena menyangkut halal-haram yang bisa jadi penentu surga atau neraka.

Sejurus kemudian saya sudah berada di hadapan bapak tukang reparasi. “Uang ta’, kemarin kita’ bilang dua puluh ribu ongkosnya toh tapi tadi kita’ kasi ka’ kembalian tiga puluh lima ribu,” saya menyodorkan selembar lima ribuan kepadanya.

Si bapak mengangkat wajahnya yang sejak tadi tengah menatap barang yang sedang dipermaknya. “Ah, tidak apa-apa ji,” ucapnya dengan senyum terkembang, tangannya mengambil uang yang saya sodorkan kepadanya.

Saya meninggalkan si bapak tukang permak tas hitam kesayangan saya dengan perasaan yang lebih tenang. Beberapa hari kemudian, sebelum membuat tulisan ini saya mencari tahu kembali tentang hukum jual-beli dalam Islam.

Bersyukur saya sudah mengembalikan uang yang bukan hak saya karena hampir saja saya melanggar salah satu rukun jual beli dalam Islam, yaitu ijab-qabul. Sebuah transaksi jual beli membutuhkan adanya rukun sebagai penegaknya, dimana tanpa adanya rukun, maka jual beli menjadi tidak sah hukumnya. Hampir saja saya berlaku zhalim!

Ijab-qabul (ucapan serah-terima) bukan hanya ada dalam pernikahan. Dalam jual-beli pun ada. Berikut ini saya tuliskan kembali rukun ijab-qabul yang saya kutip dari artikel detikedu berjudul Rukun Jual Beli dalam Islam agar Transaksinya Sah Sesuai Syariah di https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5515687/rukun-jual-beli-dalam-islam-agar-transaksinya-sah-sesuai-syariah:

Rukun jual beli yang kedua adalah ijab-qabul. Ketika penjual mengucapkan ijab-nya kepada pembeli seperti contohnya seorang penjual mengatakan kepada pihak pembeli "Saya jual buku ini kepada Anda dengan harta 10 ribu rupiah tunai. Maka pihak pembeli menjawabnya dengan sighat yang disebut qabul, "Saya beli buku yang Anda jual dengan harga tersebut tunai." Agar ijab dan qabul menjadi sah, para ulama sepakat bahwa antara keduanya tidak boleh terjadi pertentangan yang berlawanan, baik dalam masalah barang, harga ataupun masalah tunainya pembayaran.

Jelas ya, harus ada kesepakatan mengenai harga. Kemarinnya saya sudah bersepakat dengan harga Rp20.000 maka saya harus mematuhi harga tersebut. Kalau penjualnya lupa, tugas saya adalah mengingatkan kesepakatan kami, bukannya mengabaikan dan mengambil keuntungan dari kealpaan penjual.

Mengingat-ingat kembali hal ini, membuat saya merenung, sudah  berapa banyak hak orang lain yang masuk dalam kantong saya tanpa atau dengan saya sadari, ya? Saya tidak selalu ngeh dengan hukum Allah. Saya masih punya banyak dosa yang saya sudah tidak ingat lagi apa saja itu. Kalau di antara pembaca ada yang pernah berurusan jual-beli dengan saya dan kasusnya mirip dengan yang saya ceritakan di sini. Kabari saya, ya?

Makassar, 2 Mei 2022

 

Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum. Selamat Idulfitri 1443 H.

Mohon maaf lahir batin. Jika saya punya khilaf pada Anda, tolong sampaikan atau ikhlaskan. 🙏



Share :

0 Response to "5000 yang Berarti"

Post a Comment

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^