Untuk Pendidikan, Mengapa Percaya Orang Dalam

Untuk Pendidikan Mengapa Percaya Orang Dalam? Saya tak habis pikir hingga saat ini. Isu orang dalam ini sudah ada sejak saya masih kecil, bukan baru sekarang ini. Akhir-akhir ini masih saja saya memberikan pengertian kepada beberapa orang mengenai isu besarnya peran “orang dalam” dalam memasukkan siswa baru ke sekolah negeri favorit.

Kebingungan saya yang lain adalah, orang-orang masih mengejar-ngejar “sekolah favorit” seperti versi dulu yang masuk ke dalamnya butuh nilai yang tinggi padahal kan sekarang ini masuk sekolah mayoritas berdasarkan sistem zonasi. Yang penting jarak rumahnya dekat banget dari sekolah. Ini di luar dari masalah yang PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru)-nya terkait usia, ya.

Padahal ini menunjukkan bahwa, semua sekolah negeri mirip saja kualitasnya sekarang karena tidak mutlak bergantung kepada nilai dalam menerima siswa barunya.

Nah, sudah berdasarkan jarak pun, masih ada saja orang yang percaya isu orang dalam sepenuhnya, terutama ketika anak mereka tak diterima di sekolah yang dituju.


“Barangkali memang harus pakai orang dalam, dih?” kata seorang tetangga. Kali ini pembicaraan kedua kami tentang  isu KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) ini.

Dia dan putrinya menyasar MTSN 1 sayangnya, putrinya gagal. Entah jatuh di tes yang mana. Selain tes baca Qur’an, untuk masuk ke sekolah favorit itu juga ada tes tertulis, untuk sejumlah mata pelajaran.

Oleh suami saya pun, isu ini sudah pernah dibahas dengan suaminya. Namun kembali lagi topik itu menjadi bahan perbincangan kami.

“Tidak ji itu. Tidak banyak yang masuk lewat orang dalam. Kalau pun ada peran orang dalam, tidak banyak. Misalnya diterima 300 orang, paling banyak 30 orang yang masuk lewat jendela,” ucap saya. Tetangga saya itu juga menceritakan bahwa anaknya menyelesaikan dengan baik tes baca Qur’annya.

“Kenapa ada temannya yang nilainya lebih rendah, bisa ki lulus,” ucapnya lagi. Yang dia maksud adalah nilai yang dibawa dari sekolah dasar asal.

“Ada tesnya toh masuk MTSN? Tes bidang studi?” tanya saya.

“Ada,” jawabnya.

“Berarti anak ta’ tidak lulus di tes itu,” ucap saya.

“Barangkali mi,” ujar tetangga.

Isu orang dalam


Menurut saya sih bukan barangkali lagi, di situ sudah kegagalannya. Tapi kan bukan untuk dikorek-korek terus, ya. Cukup dijadikan bahan pelajaran saja. Mana ada luka yang enak dikorek-korek terus, bisa jadi infeksi.

Ya, tak bisa dipungkiri bahwa memang ada anak-anak yang masuk lewat jalur tak biasa (bukan luar biasa) yang mana orang tuanya membayar sekian juta rupiah untuk masuk ke sekolah negeri. Itulah yang dikira penentu bagi sebagian orang yang tidak punya kenalan orang dalam dan anaknya gagal bersaing memasuki sekolah idaman.

Tak mungkin juga kan saya bilang tidak sama sekali. Lha sejak saya sekolah dulu, saya juga melihat dan mendengar tentang jalur lewat jendela itu, kok. Jadi, memang sudah rahasia umum. Masalahnya, rahasia umumnya sudah "kebablasan".

Pasalnya, tak enak juga mendengar anggapan masyarakat yang mengira harus ada orang dalam untuk masuk di sekolah negeri favorit.

Mengapa?

Karena saya dulu bersekolah di SD hingga kampus negeri favorit dan orang tua saya tidak pakai orang dalam. Begitu pula adik-adik saya yang masuk SD – kampus favorit tanpa orang dalam. Anak sulung saya lulusan MTSN dan MAN favorit, juga tanpa “jalur orang dalam”.

Tidak enaknya, anggapannya bisa jadi begini: bahwa kami-kami ini bisa masuk sekolah favorit karena bantuan orang dalam. Karena membeli pendidikan yang seharusnya tak dibeli. Padahal kan tidak demikian adanya.

Makanya saya perlu membantah dan mengedukasi orang-orang yang berinteraksi dengan saya dan mengatakan soal ISU ORANG DALAM INI. Mereka membuat dunia pendidikan jadi terbalik. Seolah-olah kecurangan di atas segalanya. Seolah-olah mayoritas orang yang bersekolah atau kuliah di lembaga pendidikan favorit itu masuknya pasti secara KKN.

Mereka sepertinya beranggapan seolah-olah mayoritas pendidik di sekolah dan kampus negeri itu mau saja menerima sogokan dalam menerima siswa/mahasiswa baru, menafikan para pendidik yang bekerja sepenuh hati di jalan kebaikan. Ironi yang tak beralasan.

Gemas kan rasanya? Mengapa anggapan seperti itu tidak hilang?

isu orang dalam

Orang-orang ini perlu banget diedukasi untuk menggunakan mental pejuangnya. Kasihan sekali kalau merasa tidak perlu berjuang mendapatkan sekolah terbaik hanya karena isu orang dalam. Sayang sekali. Kalau baru mau sekolah saja sudah merogoh kocek tanpa berkompetisi secara sehat, bagaimana nanti ketika lulus mau berkompetisi di jalan yang benar?

Padahal untuk menghadapi kehidupan ke depannya, kita butuh mental pejuang karena hidup itu tidak semulus jalan tol – bebas hambatan yang baru diresmikan. Hidup itu bagaikan sedang berada di atas roller coster yang turun-naiknya pesat.

Dalam menjalani kehidupan, sering kali kita harus memperjuangkan segala nilai kebaikan dan mempertaruhkan harga diri di dalamnya untuk mendapatkan solusi. Dan kita semua tahu bahwa kita memang butuh uang tetapi uang tak menyelesaikan segala masalah. Betul?

Makassar, 21 Juli 2020




Share :

2 Komentar di "Untuk Pendidikan, Mengapa Percaya Orang Dalam"

  1. Sepakat, MasyaAllah pasti superioritas mbak Mugniar sangat bagus banget. Alhamdulillah anak-anak juga ya, MasyaAllahđź’—

    ReplyDelete
  2. Yang namanya isu orang dalam akan selalu ada.
    Dan pasti ada celahnya juga
    Dan ada yang unik, anak yang pintar sebenarnya masuk dan lolos, karena kurang percaya diri, dia tetap menggunakan orang dalam. Walau toh akhirnya diterima.
    Itu baru dunia pendidikan, belum lagi nanti dunia kerja.

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^