Bukan Karena Istri Cantik Alasan Suami Tidak Suka Marah

Bukan Karena Mama Cantik, menjadi salah satu topik yang saya dan putri saya perbincangkan pada siang itu. Sesekali saya bercerita tentang hal-hal dalam keluarga yang perlu dia ketahui. Kali ini tentang kebiasaan ayahnya sejak kami baru menikah. Sesekali dia perlu tahu apa yang sebenarnya bahwa jelek atau cantik bukan jadi alasan suami suka marah.

Saat itu, pak suami baru membelikan gado-gado yang diinginkan ibu saya. Saya pikir Ibu memesan 4 bungkus untuk seisi rumah. Biasanya kan tidak semuanya makan jadi sekitar itu jumlah makanan yang dipesan. Maka 4 bungkus itu yang saya sampaikan kepada pak suami dan beliau pergi untuk membelikannya.

Setelah mengantarkan keempat bungkus gado-gado, pak suami keluar lagi. Ibu saya baru ngeh ada 4 bungkus gado-gado. Katanya maunya 5 bungkus. Sudah bilang maunya 5. Bilangnya bukan ke saya, saya pikir pengen 4 maka saya sampaikan sejumlah itu kepada suami.

Ya sudahlah, tidak ada gunanya mencari di mana kesalahannya, jadi saya telepon pak suami dan minta dibelikan satu bungkus lagi. Beliau mengiyakan. Setelah memutuskan pembicaraan, kepada Athifah saya ceritakan, “Alhamdulillah Papa mau diminta beli lagi seperti itu. Kalau misalnya ada yang kurang dan kembali beli lagi, Papa mau ji. Sejak dulu begitu.”

Masya Allah, saya bukan sekadar memuji. Begitulah keadaannya sejak menikah 21 tahun yang lalu. Semoga tidak pernah berubah. Biasanya kalau ada yang kurang, walaupun baru dari toko tersebut, pak suami rela balik lagi tanpa mengomel. Baginya hal demikian bukanlah alasan suami marah pada istri.


Jangankan orang lain, saya saja mungkin akan bereaksi begini: “Kenapa tidak satu kali sajakah? Kenapa harus bolak-balik begini?” Bagi pasangan suami-istri lain, mungkin jika istrinya bolak-balik minta dibelikan sesuatu sudah menjadi alasan suami cepat marah.

Mendengar ungkapan syukur saya, Athifah nyeletuk, “Karena Mama cantik.” Saya tersenyum. “Bukan karena Mama cantik, Nak. Bukan karena itu. Banyak orang yang istrinya cantik tapi kalau memang sukanya marah-marah ya marah-marah saja. Kalau dasarnya pemarah ya marah,” ujar saya.

Iya kan? Kalau dasarnya pemarah, mau suami atau istri secakep apapun kalau mau marah ya marah saja kalau memang mau marah. Kalau perlu ada-ada saja dijadikan alasan suami marah kepada istri.


Suami saya sebenarnya bukan orang yang sangat penyabar. Ada saat-saat di mana emosinya bisa saja terpantik. Tapi dalam beberapa hal, masya Allah dia memiliki endurance (daya tahan) yang tidak dimiliki orang lain.

Selain yang saya ceritakan di atas, salah satunya adalah ketika mengantar saya ke mana-mana. Beliau bersedia mencoba menyisihkan waktu. Meskipun sedang berada di mana, kalau sempat, beliau mau mengantar dan menjemput saya. Saya tahu, tak banyak yang seberuntung saya dalam hal ini.

Suatu hari nanti, ketika putri saya perlu tahu lebih banyak tentang hubungan suami istri, saya akan perlihatkan tulisan ini. Supaya dia bersiap untuk ke depannya. Bahwa siapapun nanti yang jadi pendampingnya, bukanlah orang yang sempurna.

Saya, sama sebagaimana papanya bukan orang yang sempurna tetapi kami berusaha beradaptasi di sana-sini karena menyadari kami tak sempurna. Memang butuh saling menyempurnakan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. 


Tidak ada orang yang berlimpah kelebihan, sebagaimana tidak ada orang berlimpah dengan kekurangan. Memang perlu melakukan aneka cara untuk beradaptasi dengan kelaziman baru ketika memasuki jenjang pernikahan. Kelaziman baru yang dimaksud adalah ketika melepas status lajang menjadi menikah maka itulah kelaziman baru saat itu.

Namun adaptasi dilakukan tak hanya sebentar. Bisa jadi butuh waktu bertahun-tahun atau malah sepanjang usia pernikahan. Yang jelas, dibutuhkan kesadaran kedua belah pihak untuk melakukan penyesuaian demi penyesuaian.

Satu hal yang saya tanamkan dalam ingatan adalah firman Allah dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 187 yang artinya: “Istri kalian adalah pakaian kalian dan kalian adalah pakaian bagi istri kalian.” Maknanya adalah kurang lebih sebagai “pakaian” suami dan istri memang butuh saling melengkapi. Tanpa pakaian tetapi masih terikat dalam pernikahan entah apa namanya.

Makassar 29 Juli 2020



Share :

7 Komentar di "Bukan Karena Istri Cantik Alasan Suami Tidak Suka Marah "

  1. wah begitu ya, semua punya porsinya. semenjak aku pacaran dg suami sdh tahu dia orang yang gak suka antar2. mungkin dia pilih saya krn aku mandiri banget. Jadi sampai sekarang gak pernah minta antar, kalau mau minta jemput hrs benar2 aku sudah siap dijemput

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah ya kalau suami saya suka mengantarkan saya kalau berpergian kemana mana tapi kalau masih ngajar paling go-car

    ReplyDelete
  3. Suami saya juga super sabar.. tapi ada saat dia marah juga sih hehehe

    ReplyDelete
  4. MasyaAllah, beruntung sekali Mbak Niar punya suami yang sabar. Alhamdulillah suami saya juga sabar sih tapi pasti nggak mau kalau dimintai tolong bolak-balik gitu hehehe.

    ReplyDelete
  5. menikah memang suatu perjuangan yang luar biasa, ada banyak hal yang perlu dikendalikan disini, namu jika dilakkan karenaAllah, insya Allah semua akan dimudahkan

    ReplyDelete
  6. masyallah indah kalau seperti itu ya mbak, terkadang kalau saya marah, saya diam. he he

    ReplyDelete
  7. waaa ini kisah perlu dibaca ke generasi muda ya mbak, yang mau menikah atau yang sudah. kadang emosi yang lebih sering didahulukan, aku pun merasa demikian. langgeng terus ya mbak!

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^