Festival Forum KTI: Tentang Keberagaman, Lokal, dan Berkelanjutan

Festival Forum Kawasan Timur Indonesia (KTI) adalah event yang saya nanti-nantikan dari BaKTI (Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia). Setelah menghadiri beberapa sesi pada tahun 2015 lalu, saya begitu bersemangat menyambut pelaksanaan festival di tahun ini, tepatnya pada tanggal 24 – 25 Oktober lalu.


Festival Forum KTI yang ke-7 ini berlangsung di Hotel Four Points by Sheraton dan mengusung 2 bagian besar: Panggung Inspirasi dan Side Events. Bagi Anda yang masih bertanya-tanya, apakah sebenarnya festival ini, baiklah saya jelaskan dulu, ya.

Festival yang bertajuk LOKAL DAN BERKELANJUTAN ini boleh dibilang sebuah perayaan keberhasilan dan inovasi pembangunan di Indonesia bagian timur. Tujuannya adalah berbagi praktik cerdas, pengalaman, dan pembelajaran dari berbagai program pembangunan di tingkat lokal untuk meningkatkan rasa kepemilikan, mengharmonisasi, serta memperbaiki pengelolaan program ke arah keberhasilan pembangunan nasional.

Saat saya tiba di ruangan besar tempat Panggung Inspirasi berlangsung sudah banyak orang. Seperti biasa, saya mencari kursi di bagian depan. Masih ada kursi kosong di deret kedua dari depan. Saat duduk, acara belum dimulai. Sebagian peserta masih ada yang menikmati sarapan yang disediakan. Saya memilih duduk saja, menunggu acara berlangsung.



Tari Journey of Sabbe dari Batara Gowa membuka acara. Tarian yang sungguh memukau dengan properti berupa sarung-sarung corak tradisional. Di antara sarung-sarung itu ada yang usianya sudah ratusan tahun yang sudah langka.

Berikutnya, tampil siswa-siswi SD Keselamatan, menuntun hadirin membawakan lagu Indonesia Raya. Lagu kebangsaan ini terdengar syahdu di sela-sela keberagaman hadirin di dalam ruangan besar itu. Luna Vidya – salah seorang MC mengajak hadirin bersimpati bencana alam yang baru terjadi di negara kita. Lantas merenungi hikmahnya, untuk “menemukan Indonesia”. “Siapa kita? Indonesia!” yang dilantangkan Luna kemudian menjadi slogan yang berulang kali dicetuskan di dalam ruangan itu.

Berikutnya sambutan demi sambutan disampaikan oleh:
  • Muhammad Yusran Laitupa – Direktur Eksekutif Yayasan BaKTI
  • Winarni Monoarfa – Ketua Pokja Forum KTI
  • Allaster Cox – Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia
  • Prof. Nurdin Abdullah – Gubernur Sulawesi Selatan sekaligus membuka acara



Winarni mengatakan bahwa forum ini mengakomodir 12 provinsi di Indonesia timur. Yang mana 6 provinsi terletak di pulau Sulawesi, 2 provinsi di Nusa Tenggara, 2 provinsi di Papua, dan 2 provinsi di Maluku.

Keberhasilan KTI dalam konektivitas dan pembangunan infrastruktur menjadi inspirasi. Semua jadi formula pembangunan berkelanjutan untuk membangun KTI. Inspirasi-inspirasi ini nantinya menjadi contoh upaya melokalkan sustainable goals.
“Mari bangun Indonesia dari KTI. KTI adalah masa depan Indonesia. Kita siapa? Indonesia!” ucap Winarni.


Lain lagi sorotan Allaster Cox. Menurutnya, pendidikan dan kesehatan adalah pondasi penting agar pembangunan berhasil. Prihatin, indeks human capital di Indonesia 0,53%. “Indonesia kehilangan hampir separuh potensi masa depannya maka perlu ditingkatkan,” ungkap Allaster.

Menurutnya lagi, kepemimpinan lokal adalah
pondasi agar upaya mengatasi tantangan berhasil.
Allaster juga mengajak hadirin untuk mengatasi
kesehatan dan pendidikan – khususnya
stunting dan kekurangan gizi di Indonesia.



Profesor Andalan (julukan gubernur Sulawesi Selatan) menyampaikan kendala dan ancaman yang harus diselesaikan dalam membangun Sulawesi Selatan, yaitu:
  • Masih ada kendala infrastruktur. Misalnya di daerah terisolir seperti di Seko (Kabupaten Wilayah Utara) yang lebih dekat ke Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah.
  • Ancaman krisis air – sedang diusahakan pembangunan  2 bendungan yang diharapkan dapat menjadi solusi.
  • Potensi laut masih besar sekali namun sudah ada beberapa keunggulan yang hampir punah. Di samping itu kemiskinan di beberapa pulau di Sulawesi Selatan harus dientaskan.


“Mari selesaikan persoalan-persoalan kebutuhan dasar masyarakat yang menganggap dirinya belum tersentuh,” gubernur mengajak hadirin.

Dari kata-kata sambutan, berlanjut kepada keynote speech yang dibawakan sendiri oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) – Basuki Hadimuljono. Speech-nya berjudul Dari Subsidi ke Belanja Produktif, menampilkan keberhasilan pemerintah pusat dalam  pembangunan PUPR.



Praktik Cerdas pertama yang tampil usai pembukaan dan kata-kata sambutan adalah Kalaodi, Kampung Ekologi Penjaga Tidore.

Kalaodi adalah salah satu kampung tertua di Pulau Tidore.
Kalaodi juga merupakan nama kelurahan.
Selain Lurah sebagai kepala pemerintahan,
di Kalaodi ada pemangku adat yang disebut Suwohi.
Suwohi memfasilitasi para SimoGam (kepala suku).

Warga Kalaodi mengelola hutan dan lingkungan sekitarnya mengikuti aturan adat dan tradisi yang berlaku. Dalam interaksinya dengan alam semesta dan masyarakat berlaku Bobeto (sumpah turun temurun) yang berbunyi, “Nage dahe so jira alam, ge domaha alam yang golaha si jira se ngon.” Arti dari Bobeto ini adalah, “Barang siapa yang merusak alam nanti dirinya dirusak oleh alam.”


Di Kalaodi ada peraturan pengelolaan alam secara komunal dan pribadi yang ditepati warga. Ketika wilayah hutan sekitar Kalaodi termasuk pemukiman warga ditetapkan sebagai hutan lindung oleh pemerintah pada tahun 1982, area warga Kalaodi menjadi lebih sempit.

Pada tahun 2014 Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Maluku Utara mengajak warga menyiapkan sempadan selebar 15 meter untuk ditanami bambu. Walhi memperkenalkan aktivitas perhutanan sosial untuk merawat cara komunal yang kini hasilnya telah dipetik warga Kalaodi. Bukan hanya menjadi penghasil pala dan cengkih dalam jumlah besar, Kalaodi juga menjadi penghasil bambu. Mulai dari jenis bambu biasa hingga bambu kuning berbintik merah dan corak batik.


Selanjutnya giliran Meiske Demitira Wahyu, inspirator dari gerakan Seribu Anak Bangsa Merantau untuk Kembali dalam program Sabang Merauke. Di Festival Forum KTI ini Meiske berkisah mengenai prasangka yang menjadi awal ketakutan dan perpecahan. Bersama 6 orang temannya, Meiske menyelenggarakan program bagi anak-anak SMP di seluruh Indonesia untuk mengenal keberagaman suku dan agama dengan cara pertukaran pelajar selama 3 pekan. Harapannya, setelah itu mereka akan kembali ke daerahnya dan menjadi duta perdamaian.

Makassar, 17 November 2018

Bersambung


Baca juga mengenai Festival Forum KTI tahun 2015:





Share :

0 Response to "Festival Forum KTI: Tentang Keberagaman, Lokal, dan Berkelanjutan"

Post a Comment

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^