Mengapa Profesi Analis Kebijakan Penting

Pada Seminar Pertemuan Berbagi Pengetahuan (Knowledge Sharing) Tentang Pentingnya Kebijakan Publik Berbasis Bukti yang Berpihak pada Masyarat Miskin yang berlangsung di Hotel Melia pada tanggal 5 Juli kemarin, sebuah profesi yang disebut-sebut bersaing pentingnya dengan anggota legislatif dibicarakan. Profesi yang masih tergolong baru tersebut bernama ANALIS KEBIJAKAN. Dalam hal ini, tentunya analis kebijakan yang dimaksud akan mendukung KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI berlaku di negara kita.


Nara sumber kedua pada seminar yang diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara bekerja sama dengan Knowledge Sector Initiative (KSI), dan Yayasan BaKTI (Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia) ini, Erna Irawati, S.Sos, M.Pol Adm – Kepala Pusat Pembinaan Analisis Kebijakan memaparkan mengenai peran Pusat Pembinaan Analis Kebijakan.


Kenapa membutuhkan birokrasi yang memerankan jabatan fungsional analisis kebijakan? Ibu Erna melontarkan pertanyaan yang kemudian memberikan jawabannya: “Ketika decision maker mengambil kebijakan, dia membutuhkan informasi yang relevan, bukti yang valid. Kalau berbasis bukti, pendekatan tidak untung-untungan karena analisis dibuat berdasarkan data yang bersifat ilmiah, kebenarannya bisa dipastikan. Meskipun ketika diaplikasikan kebenarannya bisa saja memiliki konteks yang berbeda ketika analisis ini dilakukan.”
“Namun jika analisis kebijakan yang dilakukan tidak berbasis kepada bukti, saya yakin yang populer itu biasanya apa, ya ... dugaan, tanya ke dukun. Ada untungnya … kalau untung ya untung banget. Nggak perlu mikir, nggak perlu waktu panjang, tepat waktunya. Tapi di pihak lain adalah ketika gagal akan mendapatkan berbagai pertanyaan yang kita sendiri sering sekali tidak bisa menjelaskan ‘kenapa saya mengambil keputusan seperti itu’,” lanjut Ibu Erna, menjelaskan mengenai perbedaan bagus atau tidaknya jika analisis kebijakan dilakukan berbasis bukti atau tidak.

Tergantung konteksnya tetapi berbagai studi menunjukkan kalau kita melakukan analisis kebijakan berbasis bukti, paling tidak prediksi-prediksi di masa depan sudah bisa kita baca dengan membaca data yang ada sehingga implementasinya biasanya lebih akurat. Kalau yang tidak berbasis bukti, ya untung-untungan hasilnya.

Sumber: PoliWiki - Crowdsourcing policy analysis

Di satu sisi, membutuhkan informasi yang valid. Di sisi lain, birokrasi memegang posisi penting karena dia berada di lingkungan pengambil kebijakan. Kalau kita bicara mengenai NGO, mengenai perguruan tinggi – mereka berada di luar lingkungan pengambil keputusan. Posisi decision maker itu strategis sehingga dalam hal ini jika birokrasi bisa memainkan perannya sebagai analisis kebijakan, dia sangat strategis untuk membantu pengambil keputusan ini untuk bisa mengambil keputusan berbasis bukti. Inilah pentingnya jabatan ANALISIS KEBIJAKAN di sektor publik yang mulai direkrut pada tahun 2015.

Oya, profesi analis kebijakan ini tidak hanya berasal dari Aparat Sipil Negara (ASN), ternyata. Mereka yang berada di luar itu, seperti yang berasal dari lembaga penelitian, universitas, think tank, staf ahli, kepolisian, dan lain-lain bisa bergabung asalkan syarat kompetensinya terpenuhi. Produksi pengetahuan sangat banyak tetap apakah produksi pengetahuan ini dapat dimanfaatkan untuk informasi kebijakan?  Ini masih menjadi pertanyaan. Knowledge dari penelitian yang dilakukan pihak luar, seperti kampus dan NGO sebenarnya juga dibutuhkan dalam pengambilan kebijakan namun sayangnya belum bisa berkontribusi banyak.

Di sisi lain, bagian Litbang (Penelitian dan Pengembangan) yang berada di dalam lembaga pemerintahan juga masih belum berkontribusi banyak. Penelitian yang baru-baru ini dilakukan menunjukkan baru sekira di bawah 5 Litbang yang berkontribusi kepada lembaganya namun belum secara nasional. Peran Litbang yang lain masih dipertanyakan, inilah gap yang terjadi selama ini.

Pola hubungan antara penelitian dan analis kebijakan – research and policy – ada beberapa. Research memproduksi knowledge, policy seharusnya memanfaatkan knowledge ini menjadi informasi kebijakan. Ada yang saling berhubungan dan ada yang saling bertentangan, research jalan sendiri, pengambilan keputusan juga berjalan sendiri, amat disayangkan.


Lebih jauh, Bu Erna memaparkan data mengenai jumlah peneliti 9000 lebih di Indonesia, perekayasa 2000, sementara analisis kebijakan baru 161 orang dan belum ada di Sulawesi Selatan. Untuk seleksi analis kebijakan, dibuka kesempatan untuk ASN yang tertarik, tanggal 30 – 31 Juli 2018 ini ada uji kompetensi. Nanti akan ada lagi di bulan September .

LAN – dalam hal ini Pusat Pembinaan Analis Kebijakan berusaha menciptakan network baik yang memproduksi knowledge maupun kebijakan sehingga bisa menciptakan lingkungan kebijakan pulik yang lebih bagus. Pusat Pembinaan Analis Kebijakan mengambil peran dalam menjembatani antara sektor publik, swasta, perguruan tinggi, dan NGO untuk mendorong terbentuknya kebijakan publik berbasis bukti.

Nah, selain yang dijelaskan oleh Bu Erna, ada juga yang namanya Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI). Materi mengenai peran dari asosiasi ini dibawakan oleh Hilarian Ari Wijayatmoko. AAKI didirikan untuk merespon Keputusan Menteri PAN RB Nomor 45/2013 dan di-launching kepada Kepala LAN Dr. Adi Suryanto, Msi. pada 9 September 2016, sebagai berikut:

  • Menciptakan aktor analis kebijakan di sektor publik untuk menganalisa kebijakan berbasis bukti.
  • Menciptakan lingkungan kebijakan yang berbasis bukti.
AAKI merupakan organisasi profesi yang menjadi wadah para analis kebijakan di Indonesia untuk “bekerjasama” dan untuk mengembang “kapasitas” serta “peran” yang lebih berguna dan berkualitas. AAKI juga menjadi hub kebijakan di Indonesia yang terhubung dengan LAN (Lembaga Administrasi Negara) sebagai instansi pembinanya, universitas, Litbang, Pemda, think tank, staf ahli, LSM/peneliti, dan sebagainya yang mendukung terciptanya kebijakan berbasis bukti.

Tentunya Sulawesi Selatan membutuhkan peran serta para analis kebijakan mengingat pertumbuhan ekonomi daerah ini tinggi sementara angka ratio gini yang menunjukkan kesenjangan juga tinggi. Untuk itu diperlukan inovasi kebijakan dalam mengurangi kesenjangan ekonomi masyarakat di Sulawesi Selatan. Anda mau bergabung dalam asosiasi ini? Silakan masuk ke website-nya, lalu ke alamat ini: http://aaki.or.id/keanggotaan.

Makassar, 23 Juli 2018

Bersambung

Materi dari seminar ini bisa diunduh di https://bit.ly/2Nu4BZ4



Share :

2 Komentar di "Mengapa Profesi Analis Kebijakan Penting"

  1. Bicara analisis tentu saja terkait data yang terkait dan sebagainya, hitungannya tidak mudah dan juga tidak murah karena hasil outputnya bisa digunakan untuk mengambil langkah kebijakan selanjutnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkin di situ perlunya kerja sama dengan pihak lain seperti kampus yang sudah punya data, ya Bang.

      Delete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^