"Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela." (QS. Al-Humazah: 1).
Mengapa
tentang bully saya tulis secara
terpisah, alasannya adalah karena tulisan berjudul Mengaktualisasikan
Nilai-Nilai Pancasila Melalui Flash Blogging sudah sangat panjang.
Alasan lainnya adalah karena saya ingin lebih khusus membahasnya. Saya yakin
akan menjadi satu tulisan tersendiri. Saya pun butuh figur tokoh untuk saya
pinjam penjelasannya sebab kalau saya yang mengatakan, siapa yang akan percaya?
Siapalah saya ini, kan. Hanya seorang makhluk dhaif nan fakir ilmu.
Nah,
mumpung ada tiga nara sumber pada ajang Flash
Blogging bertajuk
Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Bermedia Sosial, kenapa tidak saya
pinjam perkataan mereka untuk saya kabarkan melalui blog ini. Siapa tahu saja
ada manfaatnya.
Banyak
hal yang terjadi di dunia maya yang membuat saya resah nan gelisah. Banyak
peristiwa bully dan saling bully dalam persepsi saya yang sama
sekali tidak dirasakan sama oleh yang melakukan. Mereka tidak merasa sedang mem-bully.
Namun berbeda halnya kalau mereka dalam posisi sebagai korban yang di-bully.
Betapa mudahnya rasa terzalimi itu menguar.
Kalau
dalam perspektif saya, bully adalah tindakan menganiaya, baik secara fisik maupun psikis kepada sesuatu
atau seseorang. Kalau kata “seseorang” jelas, ya yang dimaksud itu
manusia. Kalau kata “sesuatu”, maksud saya di sini adalah bisa berarti sebuah
keadaan yang diobrak-abrik sehingga membuat orang-orang pada keadaan itu yang
semula merasa nyaman kemudian tidak merasa nyaman.
Itu
menurut saya, sih. Maka dengan definisi yang saya tetapkan, saya mencoba
berhati-hati bersikap di dalam dunia maya (pun dunia nyata, tentunya) dalam
bersikap (namun mungkin saya masih kebablasan 😓). Sampai saya menyaksikan begitu banyak kejadian bullying di media sosial yang ingin sekali saya hentikan (termasuk cara
saya menghentikan adalah dengan menayangkan dan menyebarkan tulisan berjudul Tentang Fatwa
Terbaru MUI, Buzzer, dan Bagaimana Menyikapinya), tetapi saya ternyata
tidak berdaya.
Maka
di sesi tanya-jawab pada ajang Flash
Blogging yang digelar KemKominfo pada hari Sabtu lalu, saya menanyakan definisi
bully menurut ketiga nara sumber – Dr.
Heri Santoso (Kepala Pusat Studi Pancasila UGM), Andoko Darta (Tim
Komunikasi Presiden), dan Prof DR. H. M Ghalib MA (Sekretaris Umum
Majelis Ulama Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan). Saya menanyakannya karena
seperti yang saya jelaskan di atas, pada kenyataannya, standard dan definisi
orang tentang bully berbeda-beda,
bisa sangat subyektif. Kalau saya mengutip jawaban para ahli, akan lebih kuat dalam
menyampaikan kebenarannya kepada khalayak.
Pak
Heri Santoso mengatakan bahwa bully adalah tindakan kekerasan yang merugikan orang atau kelompok lain. Pak Heri membenarkan perkataan saya
mengenai betapa subyektifnya orang memandang definisi ini. Bahkan, banyak kata telah
mengalami pembelokan makna. Seperti halnya kata “radikal”. “Radikal[1]
adalah ‘sampai ke akar-akarnya’. Sebagai orang Filsafat, saya harus berpikir
radikal dalam mempelajari sesuatu,” tutur Pak Heri. Bukan hal yang negatif
sementara sekarang banyak orang yang memahami istilah itu bermakna negatif. Saat
ini, ada kata-kata yang dipakai untuk melabeli secara tidak fair. “Intinya: sebenarnya bahasa sangat
kontekstual, dalam konteks apa kita gunakan,” pungkas Pak Heri.
Mirip
dengan yang dikatakan Pak Heri, Pak Ghalib mengatakan, “Bully itu menjelekkan dan menjatuhkan orang lain. Jangan memaki-maki,
baik secara langsung maupun tidak langsung dengan tujuan agar orang itu tidak
disukai orang lain karena dia berbeda dengan kita.”
“Dalam
Islam, misi utama Nabi adalah misi akhlak karimah. Kasih sayang, baik dalam
ucapan maupun tingkah laku. Bukannya kebencian,” pungkas Pak Ghalib.
Pak
Andoko mengaminkan apa yang dikatakan Pak Ghalib, “Saya ikut saja apa kata Pak
Kiyai.”
“Sepatah kata bisa lebih menyakitkan dari sebuah pukulan,” lanjutnya lagi.
“Sepatah kata bisa lebih menyakitkan dari sebuah pukulan,” lanjutnya lagi.
Well, seharusnya sampai di sini sudah
jelas, iya, kan? Belum tentu! Karena tiap orang bisa saja berbeda persepsinya.
Misalnya tentang kata “memaki”. Walau di KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), memaki
adalah “mengucapkan kata-kata keji, tidak pantas, kurang adat untuk menyatakan
kemarahan atau kejengkelan”, bisa saja bagi yang memaki dia mengaku tidak
memaki karena tidak bermaksud (padahal beda lagi tuh bermaksud dengan
mengatakan. Bermaksud adanya di hati, mengatakan adanya pada perbuatan, melalui
mulut!).
Mudah-mudahan
tidak pada bingung baca tulisan ini. Kalau bingung, ya sudahlah. Kita lanjut
saja ke bagian terakhir *eh, tidak ada pilihan lain, ya 😅*. Sekarang, kembali kepada diri kita
masing-masing. Seberapa jujurkah kita menilai diri sendiri? Pahamkah kita
dengan konteks “bully”? Terpikirkah
kalau ada/banyak orang menilai/mengatakan kita sudah melakukan perbuatan bully sementara kita tak merasa
demikian?
Sudah,
ah. Sampai di sini saja tulisan kali ini. Sekali lagi, karena saya bukan
siapa-siapa maka tulisan ini bukanlah apa-apa. Tidak usah ditanggapi serius
kalau tidak setuju. Silakan direnungkan kalau sepakat. Salam damai!
Makassar, 18 Juni 2017
[1] Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), radikal berarti secara mendasar (sampai
kepada hal yang prinsip).
Share :
Memang kadang menimbulkan multi tafsir mbak kata-kata bully ini, Saya malah mengira bully dari padanan bahasa asing hehehe
ReplyDeleteBully memang dari bahasa Inggris, Mas Anjar, umum saja kita pakai di Indonesia.
DeleteBully menurutku memang tidak hanya perbuatan tapi juga perkataan, mba. Dan walau hal kecil tapi itu kan juga menyakiti hati orang. Hanya saja tak sadar kalau menyakiti
ReplyDeleteNah iya, menurut saya juga begitu. Dan kata-kata itu lebih menyakitkan karena yag di-bully psikisnya orang.
DeleteKadang ada orang yang membully tapi dia tidak sadar kalo perbuatannya itu adalah tindakan membully...
ReplyDeleteIya benar. Mudah-mudahan kita terhindar dari bully-mem-bully ini.
DeleteSaya sering banget mbak dibully dr SD, awalnya sempet sedih tp lama" terbiasa dan terus menguatkan diri mbak, kalau mereka yg membully itu sebagai bukti perhatian dan sayang ke saya heheehe #berfikirpositif
ReplyDeleteAlhamdulillah ada hikmahnya, ya Lucky. Memang harus banyak berpikir positif biar bisa bahagia dan berkembang :)
Deleteaku malah takut..tanpa sadar malah mem "bully" orang... makanya jaga2 omongan dan perbuatan...
ReplyDeleteHiks, iya ya Mbak Nova. Bisa jadi kitanya yang tidak sadar diri.
Delete