Catatan dari Sharing Cara Jitu Menerbitkan Buku dengan Self Publishing

Tanggal 19 Januari lalu, kopdar IIDN (Ibu-Ibu Doyan Nulis) Makassar diselenggarakan bekerja sama dengan DiLo Makassar. Kali ini ada sharing berjudul Cara Jitu Menerbitkan Buku Melalui Self Publishing dari Umma Azura – penulis novel Rayhan Anakku. Novel Rayhan Anakku adalah sebuah novel yang based on true story. Umma adalah orang yang tepat sebagai orang yang membagikan pengalamannya karena memang dia sudah berpengalaman melakukan self publishing. Beberapa bukunya melalui proses penerbitan sendiri. Bahkan Umma pun mendirikan penerbit bernama Rinra Publishing.


Well, mari mencari tahu apa yang dimaksud self publishing. Secara bahasa, self publishing artinya penerbitan mandiri atau “menerbitkan buku sendiri”. Maksudnya, penulis secara mandiri benar-benar terlibat dalam proses editing, desain cover, lay out buku, permohonan ISBN di Perpustakaan Nasional RI, dan termasuk melakukan pemasaran bukunya.

Self publishing bisa menjadi solusi bagi mereka yang ingin sekali menerbitkan buku. Mengapa demikian? Alasannya adalah:
  • Semua naskah diterima. Jelas, kan yang mau menerbitkan buku membayar.
  • Prosesnya lebih mudah. Semacam membeli barang, sebenarnya. Ada uang, ada barang. Ada uang, naskah bisa langsung diproses dan diterbitkan.
  • Lebih singkat ketimbang menggunakan jalur penerbit mayor sepertika Gramedia, Bentang, dan lain-lain. Kalau melalui penerbit mayor, antreannya panjang. Proses seleksi naskahnya ketat.
  • Berkuasa penuh atas bukunya. Secara self publishing, siapa pun bisa suka-suka menentukan judul, lay out, desain cover, dan pemasaran sendiri.
  • Keuntungan penjualannya, menjadi hak penuh si penulis. Kalau untungnya besar, asyik. Sebaliknya, kalau rugi, yah kerugian si penulis juga.  Kalau lewat penerbit mayor, royalti biasanya hanya sebesar 10 persen, dipotong pajak.

Kalau ada alasan di atas, yang bisa menjadi keuntungan tersendiri dalam menerbitkan buku secara self publishing, ada juga kekurangan self publishing:
  • Karena tidak ada seleksi naskah maka kualitas naskah yang diterbitkan juga bisa “dipertanyakan”. Namun ini bisa diatasi kalau penulisnya sudah berpengalaman. Begitu pula dalam hal editing, tidak ada jaminan hasil editing-nya bagus.
  • Hasil lay out dan desain cover bisa “kedodoran” kalau tidak ditangani dengan baik.  Akhirnya buku hasil self publishing  jadi terlihat buruk dalam tampilan dan tata letak. Namun masalah ini bisa diatasi dengan  menggunakan jasa desainer grafis dan layouter yang khusus dibayar untuk itu.
  • Salah memilih tempat cetak juga memengaruhi kualitas buku. Kualitas kertas, hasil cetakan buram, lembar halaman buku mudah terlepas karena kualitas lem kurang bagus, bisa jadi kelemahan berikutnya.
  • Selain self publishing, Umma memperkenalkan istilah “menerbitkan buku setengah indie”. Apa maksudnya?


Begini, jika ingin menerbitkan buku namun terkendala beberapa faktor misalnya tak bisa mendesain sendiri, tak tahu me-lay out, lemah di editing, tidak tahu mengurus ISBN, dan sebagainya, kita bisa menerbitkan buku di penerbitan indie.  Cara inilah – dengan memakai jasa penerbitan indie yang disebut “menerbitkan buku setengah indie”. Mengapa pakai kata “setengah”? Karena kita tak sepenuhnya ikut terjun  di pengurusan buku.

Saat sesi tanya-jawab, pertanyaan yang cukup lama didiskusikan adalah proses mendirikan self publishing, yang sampai perlu memakai akta notaris dan pengurusan ISBN. Kalau saya, sih, daripada ribet mengurusi izin usaha pendirian penerbitan, mendingan pakai jasa penerbitan indie yang bisa dipercaya ... maksudnya kalau memang mau menerbitkan buku sendiri tanpa melalui penerbit mayor.

Tentang ISBN, dibahas juga saat presentasi oleh Umma. ISBN diberikan oleh Badan internasional ISBN yan berkedudukan di London. Di Indonesia, Perpustakaan Nasional RI merupakan Badan Nasional ISBN yang berhak memberikan ISBN kepada penerbit yang berada di wilayah Indonesia.

Rayhan Anakku bercerita tentang anak penyandang autisme yang bisa hafal Qur'an
ISBN penting karena alasan tertentu namun, tak punya ISBN juga sebenarnya juga tak mengapa. Umma menjelaskan manfaat ISBN sebagai berikut:
  • Memberikan identitas terhadap satu judul buku yang diterbitkan oleh penerbit.
  • Membantu memperlancar arus distribusi buku karena dapat mencegah terjadinya kekeliruan dalam pemesanan buku.
Sarana promosi bagi penerbit karena informasi pencantuman ISBN disebarkan oleh Badan Nasional ISBN Indonesia di Jakarta, maupun Badan Internasional yang berkedudukan di London.

Ternyata signifikan juga ya manfaat ISBN. Kalau mau menerbitkan buku, memang sebaiknya mengurus ISBN juga. Penerbit biasanya membantu menguruskannya juga. Nah, kalau mau menerbitkan buku, pikir matang-matang apakah mau memakai alternatif self publishing atau setengah indie? Kalau mau setengah indie, ke Umma Azura saja (pst Umma, jangan lupa komisi buat saya, yaaa 😏).



Makassar, 29 Januari 2017



Share :

17 Komentar di "Catatan dari Sharing Cara Jitu Menerbitkan Buku dengan Self Publishing"

  1. ada e book nya kan Mbak, dulu ayah saya pernah beli, tapi gatau sekarang apa masih diprosuksi
    karya Jonru
    mbig
    menerbitkan buku itu gampang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ooh, sepertinya ada, Mbak .. karya Jonru, yah. Saya sudah lupa. Dulu saya suka baca-baca blognya, sih.

      Delete
  2. poin pertama di kekurangannya menohok banget, kualitas naskah.. bagaimana kita tau bahwa kualitas bener2 bagus dan layak di publikasikan..

    apalagi sebagai blogger kambuhan macam gw, apakah ada institusi yg cukup berpengalaman, dan bisa dijadikan acuan? walaupun akhirnya self publishing

    ReplyDelete
    Replies
    1. Memang mesti mencari editor yang sudah berpengalaman, Mbak Puput. Di kalangan blogger ada, lho yang profesinya editor juga. Mereka editor profesional, jadi ada fee atas jasa mereka :)

      Delete
  3. Jadi, kalau ada yang mau terbitkan buku secara indie boleh ke saya hehehe
    #promosi_tanpa_izin :)

    ReplyDelete
  4. untuk self publishing ini kalau saya kesulitannya adalah di penjualan Mbak, seringnya gak laku di pasaran, apalagi kalau tulisannya biasa aja, pengennya gak pengen mikirin yang lain2, nulis selesai. :).

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihi kalo saya sekarang ini, sama dengan Mbak. Cuma yaaah, menembus penerbit mayor itu, sulit dan kalo sudah gol pun, biasa masih lama nunggu terbitnya pula hihi. Tapi entah kalo nanti, saya mungkin bisa berubah pikiran wkwkwk.

      Delete
  5. Heheheh dulu di sekolah juga pernah ikut workshop self publishing.
    Bahkan di ajari milih premis , judul, nyoba bikin cerita satu halaman, bikin timeline.

    Tapi aku gak jalan lagi :D
    Hahhaaa

    Asik ya kalau bisa nerbitin buku sendiri mbak niar

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wih padahal sudah dapat paket pembelajaran komplit tuh, Laili. Ayo dilanjutkan :)

      Delete
  6. Belakangan, self publishing mulai tergeser dengan perkembangan wattpad.. Krm tulisan yg dibaca banyak orang di wattpad biasanya sering ditawari utk diterbitkan oleh penerbit besar atau difilmkan oleh produser

    ReplyDelete
    Replies
    1. OWh gitu ya Mbak Ade. Ketinggalan saya. Saya dengar, ketenaran Wattpad tapi belum mengetahuinya secara detail.

      Delete
  7. Nah ini, plusnya kl ke penerbit mayor, kita jd merasa ada deadline untuk in itu, krn ditah\gih editor dll. Tp kl self publishing, kadangan suka kedodoran di jadwal ya mbak :)

    ReplyDelete
  8. Wah, lumayan nih mbak untuk referensi.
    Dulu pernah sih sekali pas daftarin buku untuk dapet ISBN :D
    tapi itu dulu, skarang cuman aktif nge-Blog. hehe

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^