Pemuda-Pemuda Aktif dan Kreatif dalam Isu Bonus Demografi - Tulisan ini merupakan tulisan ke-17, catatan saya selama mengikuti Festival Forum KTI tanggal 17 – 18 November lalu.
Seorang
kawan sudah hadir di cafe lantai 20 Hotel Aston. Katanya, acara Side Event,
Peran Pemuda dalam Pembangunan akan segera dimulai. Waktu sore itu menunjukkan
pukul 4 lewat. Mengira acara di panggung utama sudah selesai karena sesi Curah
Ide sudah hampir selesai, saya pun bergegas ke lantai 17 untuk shalat ashar di
mushala hotel, kemudian menuju lantai 20.
Usai
registrasi, saya bergabung dengan seorang kawan. Masing-masing kami menikmati suguhan
minuman dan penganan. Saya memilih secangkir teh susu dan
dua cup puding yang super enak. Sembari
ngobrol, kami menikmati pemandangan Makassar dari ketinggian lantai 20 Hotel
Aston. Ini kali pertama saya bisa melihat kota Makassar dari ketinggian seperti
itu. Laut di sebelah barat, Fort Rotterdam ke arah utara, dan juga
puncak-puncak gedung di jalan Ahmad Yani di arah timur laut Hotel Aston,
terlihat jelas dari sini. Pemandangan yang cukup menakjubkan. Seperti apa
kira-kira kota tercinta ini 10 tahun mendatang, ya?
Ternyata
acara Side Event-nya molor dari waktu yang ditetapkan sebelumnya. Hampir jam 5
sore baru acara dimulai. Sound system yang
tidak menjangkau semua bagian resto itu, membuat kuping saya kurang jelas mendengar apa
yang sedang diobrolkan di panggung kecil di depan sana.
Namun
intinya, saya menangkap pesan yang hendak disampaikan para pemuda penebar pesan
pembangunan dan UNFPA (United Nations Population Fund), yaitu bahwa untuk
mengantisipasi “Bonus Demografi”. Para pemuda sebisa mungkin mengembangkan
dirinya dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan negara kita.
Eh,
sudah familiar dengan frasa kata “bonus demografi”, belum? Kalau belum, ini saya
tuliskan kembali definisi bonus demografi:
“Bonus demografi adalah bonus yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang dialaminya” [1].
Dari
sebuah blog, saya mendapatkan penjelasan yang lebih detail: berdasarkan paparan
Surya Chandra, anggota DPR Komisi IX, dalam Seminar masalah kependudukan di
Indonesia di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dikatakan bahwa jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun)
pada 2020 – 2030 akan mencapai 70%, sedangkan 30% sisanya adalah penduduk bukan
usia produktif (di bawah 15 tahun dan diatas 65 tahun). Dilihat dari jumlahnya,
penduduk usia produktif mencapai sekitar 180 juta, sementara nonproduktif hanya
60 juta[2].
Nara sumber pertama dan kedua Sumber foto: fan page Facebook BaKTI |
Bonus demografi ini bagai dua sisi
mata uang. Kalau
kualitas penduduk usia produktif di negara kita bagus maka baguslah negara
kita. Kalau buruk? Betapa mengerikannya masa depan bangsa ini!
Nah,
mereka yang tampil pada Side Event bertema Peranan Pemuda dalam Pembangunan ini
memberikan wacana mengenai pembangunan sumber daya manusia usia produktif yang
andal yang kelak bisa menjadi nilai plus saat
terjadi bonus demografi. Menarik, kan?
Lelaki
muda yang akrab disapa Pice (kalau saya tidak salah, ia dari Papua) menjadi
nara sumber pertama. Menurutnya, isu kesehatan reproduksi itu merupakan kebutuhan,
bukanlah hal yang tabu sementara, salah satu kesulitannya dalam mensosialisasikan
isu kesehatan reproduksi adalah karena masih banyak yang menganggapnya tabu
karena dianggap bicara tentang seks. Pice ini, karena kekonsistenannya sering
diundang untuk mengisi seminar. Ia punya jadwal reguler siaran di radio, dan
aktif melibatkan anak-anak remaja yang telah dibina lebih dulu.
Margareth Sitanggang (kiri) dari UNFPA Sumber foto: fan page Facebook BaKTI |
Ammi
adalah nara sumber berikutnya. Lelaki muda ini membuat aplikasi komputer bidang
kesehatan. Untuk menyongsong bonus demografi, kiat-kiat yang disampaikannya untuk
para pemuda adalah berkomunitas dengan benar, berkolaborasi, dan mengembangkan
diri.
Berikutnya,
Margareth Sitanggang dari UNFPA, pendukung utama acara ini memaparkan bahwa pada
sensus penduduk tahun 2010, sebanyak 65 juta jiwa, 28% dari penduduk Indonesia
adalah generasi muda usia 10 – 24. Pada tahun 2025 – 2030 mendatang, saat
terjadi bonus demografi, bila tak disikapi dengan baik, jumlah penduduk remaja
yang jumlahnya akan sangat besar ini dampaknya akan tak baik, bahkan menjadi
bencana. Dua hal, di antaranya yang dapat dilakukan untuk mencegah dampak buruk
itu menurut Margareth adalah mencegah pernikahan usia anak dan mempromosikan
kesetaraan gender – misalnya dalam akses pendidikan dan kesehatan.
Ada 3
program UNFPA yang dijelaskan Margareth, yaitu: pendidikan seks komprehensif
kepada remaja, menjangkau remaja-remaja termarjinalisasi (misalnya yang hidup
di bawah garis kemiskinan dan penyandang disabilitas, ini yang saya baca di booklet UNFPA, red), dan meningkatkan
partisipasi remaja dalam pembangunan.
Suasana dari tempat duduk saya |
Seiring
dengan menggelapnya langit Makassar, sejumlah orang memasuki resto di lantai 20
Hotel Aston itu. Suasana mendadak menjadi agak bising. Saya makin kesulitan mendengar
suara Margareth yang lembut. Namun hanya sampai di sini saja acara yang bisa
saya ikuti. Sudah jam 6 sore, saya sudah harus segera pulang. Tugas rumah sudah
menanti Tadinya saya sempat meminta kepada suami supaya boleh pulang lebih
malam lagi, sayangnya tak bisa karena beliau juga ada janji meeting penting malam itu. Kami harus
ganti shift untuk menemani anak-anak.
Tak apalah, setidaknya selama 2 hari ini saya sudah mendapatkan banyak sekali
pengalaman dan wawasan baru di Festival Forum KTI VII ini.
Makassar, 11 Desember 2015
Hm, apakah masih ada sambungannya? Sebenarnya masih ada satu ide lagi. Tapi entahlah, apakah saya masih bisa saya tuangkan ke dalam satu tulisan lagi, saya belum tahu.
Yang jelas, saya harus menyampaikan hal ini:Terima kasih banyak kepada BaKTI atas undangannya pada event super keren ini.
Terima kasih kepada karib dan kerabat yang sudah menyempatkan membaca tulisan-tulisan saya tentang Festival Forum KTI VII. Terima kasih atas apresiasi dan atensinya. Terima kasih telah menyumbang kepada sekira 22.000 penambahan page views (tayangan laman, setara dengan jumlah kunjungan) di blog saya selama 22 hari ini. Mudah-mudahan upaya saya mendokumentasikan event besar nan keren ini bermanfaat, khususnya bagi saya sendiri dan bagi anak-cucu saya kelak. Adalah rezeki yang luar biasa bagi saya, kalau ke-17 tulisan saya juga bisa bermanfaat buat orang lain.
Sekali lagi, terima kasih.
Silakan disimak kisah-kisah lainnya:
- Graphic Recorder, Profesi Kreatif Keren Abad Ini
- KTI, Masa Depan Indonesia
- Pengelolaan Air dan Penanggulangan Bencana di Kaki Rinjani.
- Inspirasi dari Timur: Rumah Tunggu Penyelamat dan Wisata Eksotis
- Inspirasi dari Penjaga Laut Tomia
- Gerakan Gebrak Malaria dan Pejuang Legislasi Malaria dari Halmahera Selatan.
- Petani Salassae Mewujudkan Kedaulatan Pangan
- Tendangan Kemanusiaan Andy F. Noya
- Para Pahlawan yang Bekerja dalam Sunyi
- Sekolah Kapal Kalabia Membentuk Agen Perubahan di Raja Ampat
- Inspirasi dari Polisi-Polisi Plus
- Pejuang-Pejuang Kesejahteraan yang Tak Kenal Lelah
- Anggaran Kesehatan Cerdas yang Pas untuk Semua di Sulawesi Utara
- Inspirasi dari Poogalampa dan Honihama
- Ketika Satu Sama Lain Saling Melengkapi dalam Keragaman
- Seni dan Budaya, Adalah Kita
Catatan kaki:
[1]
Sumber: fan page FB BKKBN
[2]
Sumber: https://seronokcat.wordpress.com/planologi-2/kependudukan/bonus-demografi-bonus-demografi-jadikan-berkah-singkirkan-bencana/
Share :
iya mak, ngomongin soal seks memang masih tabu, trutama di daerah2, mdh2an pemahaman soal ini bs segera menyebar mak, amin..
ReplyDeleteterima kasih bnyak sdh berbagiilmu sekece ini mak niar, salut bwt semangatmu
Yup, sebenarnya memang saat masih lajang ya Mak pengetahuan tentang seks diketahui orang. Untuk merawat diri sendiri, minimal.
DeleteBonus yang seharusnya bisa dimaksimalkan ya karena usia produktif. Jadi buah simalakama jika jumlah yang besar malah jadi beban karena menganggur.
ReplyDeleteBenar Mbak, seperti buah simalakama. Ada potensi besar, sekaligus ancaman besar pula
DeleteReportasenya lengkap sekali, terimakasih sudah berbagi :D
ReplyDeleteTerima kasih sudah mampir yaa
DeleteNiar sebenernya berapa hari ikit acara ini? Catatannya banyak dan lengkap bangett
ReplyDeleteDua hari, Mbak. Saya tidak hadir full. Hari pertama dari pagi sampai jam 3. Hari kedua, dari jam 10.30 sampai jam 6 sore. Sebenarnya banyak yang saya lewatkan juga, sih. Para narsumnya tampil hanya sekira 7 menit. Ada banyak sekali inspirasi di acara itu.
DeleteKomentarnya ... terima kasih sudah berbagi banyak hal dalam banyak part dalam tiap sesi acara yang luar biasa keren ini. Banyak sekali ilm dan pengetahuan yang bisa diambil (gak tau koment apalagi)
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Nisa sudah begitu memperhatikan tulisan2 saya .... saya senanh sekaligus terharu :')
Delete