Noise dan Aura Negatif dalam Muatan Positif Penyuluhan untuk UMKM di Pasar Segar

Pada tanggal 15 -16 Desember lalu, saya menghadiri kegiatan Penyuluhan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Kota Makassar. Saya tidak punya usaha berupa barang, saya pun tidak bergabung dengan koperasi mana pun. Tapi saat dikabari seorang kawan, saya tiba-tiba tertarik. Insting sebagai blogger reporter mengemuka. Keingintahuan mengenai kegiatan penyuluhan koperasi di akhir tahun muncul.

Waktu membaca kata “Pasar Segar” tertera sebagai tempat pelaksanaan acara, saya sudah yakin saja kalau acara ini diselenggarakan di atrium di dalam Pasar Segar. Saya pernah menghadiri undangan acara di sana. Rupanya saya salah. Acaranya berlangsung di pekarangan Pasar Segar, tak jauh dari area parkir kendaraan bermotor.

Saya datang terlambat. Di bawah tenda berukuran cukup luas untuk menampung 900-an undangan terlihat sudah banyak peserta yang datang. Usai registrasi dan mencelup jari di dalam tinta, saya mendapat selembar baju kaos lengan panjang berwarna hijau stabilo.

Saya berjalan mencari kursi yang kosong. Saya tak ingin duduk di belakang. Dari belakang pasti suara nara sumber tak terdengar dengan jelas. Area yang disediakan untuk peserta penyuluhan hanyalah tenda dan kursi. Tak ada dinding yang bisa menahan suara-suara dari sekitar Pasar Segar berbaur dengan suara dari pengeras suara.

Lokasi acara (di bawah tanda panah)
Masih ada beberapa kursi kosong terselip-selip di antara hadirin. Saya memilih tempat duduk di bagian tengah. Setelah duduk baru saya sadari kalau semua tempat duduk di situ bernomor. Nomor pendaftaran saya 515 tapi saya menduduki kursi bernomor lima ratus tujuhpuluhan atau 580-an, saya lupa tepatnya, yang jelas bukan nomor saya. Ah sudahlah, kalau ada yang mengklaim kursi ini baru saya pindah nanti. Untungnya selama duduk di situ tak ada yang mengusir saya.

Saya harus benar-benar memfokuskan pendengaran. Suara dari arah depan tak terdengar jelas. Para peserta di bagian tengah ke belakang banyak yang saling bercerita sendiri. Ada pula yang sibuk dengan barang-barang usahanya. Mereka bertransaksi jual beli di situ.

Argh, saya tak suka keributan dan ketakteraturan seperti ini karena saya merasa amat terganggu. Ini waktunya untuk menyimak materi, bukan kegiatan lain. Suara dari arah depan jadi makin bercampur dengan banyak noise di pendengaran saya. Pasti yang duduk di belakang sana lebih banyak lagi noise yang mereka terima lha saya saja sulit mendengarkan dengan baik. Tapi saya tak bisa menyalahkan mereka juga. Kemampuan pengeras suara di tempat itu tak bisa menjangkau semua hadirin. Tambahan pula, saya mendengar suara-suara gerutuan yang menyatakan kebosanannya menghadiri penyuluhan.

Yah, memang tak semua orang betah menghadiri acara yang mengharuskannya mendengar dengan seksama nara sumber yang berbicara. Jangankan orang-orang kecil, mahasiswa dan orang yang mengaku terpelajar saja tak bakalan semuanya mampu menyimak dengan baik. Beberapa orang menyebut-nyebut soal bantuan pinjaman dari pemerintah yang katanya tak kunjung datang.

Fiyuh ... butuh ketegaran mendengarkan dan menyaksikan hal-hal negatif pada ajang yang sebenarnya bermuatan positif ini. Sepertinya ada masalah kalau pesan yang hendak disampaikan kepada para pelaku UMKM itu tak tersampaikan dengan baik. Masalah bisa berada di mana saja. Bisa pula ada pada diri peserta yang hadir di situ.

Atau masalah dari suara-suara bising akibat pengerjaan gedung yang berada di dekat tempat acara. Sesaat saya berandai-andai. Bila acara ini berlangsung di dalam ruangan tentu suara-suara dari nara sumber tak banyak terbuang percuma. Di tempat yang setengah terbuka seperti ini, suara-suara mereka hanya efektif sekira 50% saja.

Meski gemas dengan banyaknya noise yang berseliweran, saya masih tetap berusaha menajamkan pendengaran dengan berusaha tak memedulikan proses jual beli dan perbincangan beraura negatif di sekitar saya. Apa yang dikatakan bapak yang berdiri di depan sana jauh lebih menarik untuk disimak.

Pemandangan dari tempat duduk saya. Pematerinya nun jauh di depan sana.
Bapak itu mengatakan negara China UKM-nya besar. Contoh kecilnya adalah boneka sejenis boneka Barbie, dari China bisa dijual seharga Rp. 20.000 padahal di negara asalnya berharga Rp. 200.000. Mengapa? Karena komitmen pemerintahnya besar dalam mendukung infrastruktur.

Nah, orang Indonesia sebenarnya secara turun-temurun mempunyai potensi usaha yang diwariskan dalam keluarganya. Kita bisa mencontoh China. Pemerintah hendaknya tidak sekadar slogan. Di sini baru saya sadari, bapak yang berbicara itu bukan dari Dinas Koperasi. Pada pembicaraan selanjutnya barulah terkuak kalau beliau berprofesi sebagai akademisi, dari Universitas Hasanuddin.

Bapak  itu memaparkan 3 kelemahan para pelaku UMKM di negara ini:
  1. Lemah pada permodalan. Semua bank kini punya program kredit murah. Dengan kredit rendah, para pengusaha kecil bisa meminjamnya. Namun mengapa jadi sulit diakses? Ada dua kemungkinan: Kemunginan pertama: mungkin perlu keseriusan Dinas Koperasi untuk menjembatani. Kemungkinan kedua: para pengambil kredit harus menyadari yang diterima itu UTANG. Bukan sekadar bantuan yang tak perlu dikembalikan. Kita harus mencontoh orang Tionghoa, dalam urusan seperti ini mereka lebih bisa menjaga kepercayaan.
  2. Lemah pada produksi. Banyak yang tak konsisten menjual. Awalnya bagus, lama-kelamaan ada penurunan kualitas. Ada komponen yang mulai dikurang-kurangi. Jangan terpaku dengan teknologi tinggi. Tak selamanya teknologi tinggi bisa memperbagus kualitas produksi. Teknologi yang sederhana bisa saja dimanfaatkan asal ada kemampuan berinovasi. Misalnya saja, mengapa tak terpikirkan untuk membuat minyak gosok dalam kemasan semprot.
  3. Lemah pada jaringan. Hendaknya membangun jaringan dalam produksi yang serupa dan dalam wilayah yang sama.
  4. Lemah pada informasi. Sebenarnya pemerintah banyak mengeluarkan informasi terkait produksi dan lain-lain. Pintar-pintarlah mencari informasi itu.
Sampai sini, para peserta penyuluhan seharusnya bisa mengambil kesimpulan. Bisa introspeksi kelemahan diri dan apa yang harus diperbaiki kalau merasa usahanya “begitu-begitu” saja atau malah merugi. Itu bila mereka mampu mengabaikan semua noise dan aura negatif di sekeliling mereka.

Sesaat saya terpikirkan, berapa banyak peserta penyuluhan ini yang paham apa yang sedang dibahas di depan sana? Berapa banyak yang tahu dan menghargai kredibilitas nara sumber yang berdiri di sana? Berapa banyak yang benar-benar peduli dengan materi yang diberikan? Apakah penyuluhan ini efektif meningkatkan kemampuan para pelaku UMKM? Aih, saya bukan pegawai Dinas Koperasi. Saya kira ke depannya Dinas Koperasi akan menimbang-nimbang hal ini. Bukan apa-apa, sayang saja kalau sasaran yang hendak dicapai tidak terlaksana dengan baik.

Makassar, 25 Desember 2015


Bersambung


Share :

14 Komentar di "Noise dan Aura Negatif dalam Muatan Positif Penyuluhan untuk UMKM di Pasar Segar"

  1. Dukung terus industri kecil dan menengah tanah air semangat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semangat ... semoga UMKM kita bisa maju menghadapi era MEA ya, Mbak.

      Delete
  2. Hihihi... Nyebelun ya Mbak, kalo dah niat sinau, di sekutarnya rame sendiri. TFS, ya. Meski susah payah, ada ilmu yg dibagi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihi iya, Mbak Susi. Untungnya masih bisa menyimak. Rasanya sia-sia datang ke sana kalau cuma menyaksikan noise

      Delete
  3. UMKM di kita memang sedang berkembang, kendala utama yg disebutin benar itu mbak tentang modal, nanti kalo modal sudah ada tinggal bingung pasarnya mau kemana

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah, itu dia ... trus bingung juga bikin jaringan. Trus kalo ada apa2, pemerintah yang disalahkan

      Delete
  4. Mungkin noise dibelakang tidak memntingkan orang yang berbicara didepan padahal itu untuk kemajuan usaha mereka kedepan, bukan hanya untuk bertransaksi sesaat dan tidak ada peningkatan usaha kecil yang mereka geluti

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa jadi pula karena memang tidak kedengaran. Soalnya loud speakernya tidak memadai untuk peserta sebanyak itu, tenpat yang luas dan setengah terbuka. Belum lagi ada tambahan noise dari pengerjaan gedung di dekat sana, hujan deras, dan dari pengeras suara masjid.

      Delete
  5. Siap menghadapi MEA? Semoga!

    Sayang sekali jika acara sekeren itu tidak didengarkan oleh orang lain yan datang hanya untuk ngrumpi. -,-

    ReplyDelete
  6. 4 kelemahan itu yang membuat kualitas barang kita pada akhirnya kalah bersaing dengan barang import

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dengan pemaparan seperti pada penyuluhan, semestinya kita kemudian bisa belajar ya, Mbak Ade

      Delete
  7. Wooa duduk jauh tp brusaha dengerin. Saya kalo ke acara yg byk peserta jg bertanya, semua mudeng kah?? Atau ngerumpi sendiri?

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^