Untuk Mama, untuk Papa Juga

“Hari ini, Hari Ibu di’ Ma?” sepasang mata bulat Athifah menyuratkan tanya, menatap saya lekat-lekat.

“Iya. Tidak kasih hadiah untuk Mama?” saya bertanya balik.

“Hadiah apa?”

“Hadiah cium saja. Sini cium Mama.”

Ndak ah. Saya bau.”

Lalu gadis mungil itu ngeloyor ke ruang sebelah.


Beberapa jam kemudian Athifah kasak-kusuk mencari pinsil warna. Ia mengadukan Affiq yang tak mau meminjamkannya pinsil warna. Saya hanya menatapnya dan mengatakan, “Pinsil warnamu mana? Pada hilang, kan?” Nona mungil ini sudah berulang kali menghilangkan pinsil warnanya sendiri. Dan dia tahu sekali kalau tidak selamanya orang mau meminjamkan barangnya. Sekarang, Affiq sedang tidak ikhlas meminjamkan barangnya.

“Kakak suka ambil barangku tidak minta izin,” adunya lagi.

“Athifah juga kan suka begitu.”

Athifah menyerah tapi dia mencari cara lain untuk mendapatkan “pewarna”. Ditemukannya sepaket spidol berwarna dan meminjamnya kepada papanya. “Mau bikin hadiah untuk Mama,” katanya.

“Untuk Papa ji juga ini,” ia menegaskan betapa pentingnya apa yang hendak dilakukannya – demi Papa juga.

Lalu sibuklah ia dengan spidol-spidol itu. Setiap saya melewatinya, dia langsung sigap menutupi kertas yang sedang dikerjainya. “Jangan lihat!” begitu katanya.

Kira-kira pukul 9 malam, Athifah memperlihatkan selembar kertas kepada saya. Pada kertas itu ada gambar “Mama dan Papa”, “Mama dan Athifah”, “Kakak dan Afyad”, dan gambar “rumah dan mobil”. Juga ada beberapa tulisan: “Selamat hari ibu, Mama”, “I Y you”, dan “Selamat hari ibu semuanya”.

"Bagus sekali, Terima kasih yaa," ucap saya. Athifah kemudian memeluk saya. 

Aih manisnya. Senang sekali rasanya diperhatikan oleh anak sendiri sampai-sampai dia rela membuat sesuatu dan menghadiahkannya kepada saya. Anak ini punya karakter romantis. Berbeda dengan kakaknya. Tapi tak mengapa bagi saya, mereka punya cara masing-masing dalam menunjukkan perasaannya. Dari Athifah, saya sering sekali mendapatkan bentuk perhatian seperti ini karena memang wataknya yang extrovert sementara Affiq cenderung lebih introvert, kadang-kadang malah terlihat jaim (jaga image).

“Mama simpan ya,” pinta Athifah.

“Mama simpan di mana ya?” jujur, saya bingung mau menyimpan hadiah ini di mana.

“Gambarku yang dulu Mama simpan di mana?”

“Lupa,” jawab saya jujur.

“Tidak apa, saya bisa ji gambar ulang,” Athifah mengeluarkan kata-kata bijaknya.

Tetapi ... setengah jam kemudian dia meminta saya untuk menyimpan gambarnya dengan baik supaya tidak hilang.


Makassar, 22 Desember 2014


Share :

7 Komentar di "Untuk Mama, untuk Papa Juga"

  1. Kalau anak saya mana ada yang bikinin gambar untuk bapak ibunya, karena anak saya banyak laki laki ya gambarnya kartun kegemarannya saja. Tapi walaupun anak saya begitu mereka suka perhatian lo sama bapaknya kalau lagi di luar kota, biasanya nanya di chatingan bapak lagi ngapain, sudah makan belum atau selamat istirahat entah itu ide mereka sendiri atau ibunya yang meminta saya tidak tahu yang penting saya senang membacanya

    ReplyDelete
  2. asiknyaaa dapat hadiah dr Athifah...Kalo Zaidan suka kasih saya surat...:)

    ReplyDelete
  3. so sweet :)
    kali ini jgn ilang ya ma :D

    ReplyDelete
  4. manisnyaaa :) we can learn so much from kids

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^